Kamis, 14 Agustus 2025

Cerita Seks Aku dan Tante Feny part 2 (Ekstra POV Ci Vania)

Selama menantikan hari H, tante Feny rajin mengirimkan foto seksinya kepadaku. Tidak mau kalah, aku kirimkan foto penisku dan video ketika aku sedang ngocok. Tanpa terasa, hari H akhirnya tiba. Tante Feny mengajakku ke villa milik suaminya.

"Yakin gapapa kita ke sana?" tanyaku.

"Kamu khawatir yaa?" kata tante Feny dengan ekspresi genit. "Jangan takut, villa tersebut jarang dikunjungi."

"Ada cctv, kah?" tanyaku lagi.

"Gak ada. Santai aja," jawab tante Feny sambil fokus menyetir.

"Oke deh," sahutku dengan wajah lega.

Perjalanan menuju ke villanya tante Feny memakan waktu satu setengah jam. Setibanya di sana, aku terpukau melihat villa mewah yang ada di depanku.

"Pasti mahal ini," ucapku.

"Yaa, begitulah," kata tante Feny.

Aku kagum melihat bagian dalam villa ini yang bagus dan bersih.

"Villa bagus gini kok jarang dipake?" tanyaku.

"Biasanya dipakai kalo ada keluarga yang berkunjung," jawab tante Feny.

Aku mengangguk - angguk menanggapinya. Tante Feny mengajakku ke kamar yang di dalamnya ada ranjang king size.

"Kita tidur di sini malam ini," kata tante Feny.

"Besar banget," kataku.

"Yuk, kita berenang," ajak tante Feny.

"Okee," sahutku.

Di dalam kamar yang luas ini, kami berganti ke baju renang. Posisi kami saling membelakangi atas permintaan dari tante Feny. Ketika berbalik, aku melongo melihat bikini yang dikenakan oleh tante Feny. Dia mengenakan bikini hitam yang lumayan minim, membuatnya terlihat semakin seksi.

"Menurutmu pakaian renangku ini gimana?" tanya tante Feny sambil berpose erotis.

"Seksi banget!" jawabku, "Tante gak kalah sama cewe - cewe seksi yang ada di IG."

"Hahahaha, masak sih?" ucap tante Feny, gak pede.

"Beneran!" kataku dengan penuh keyakinan. "Tante punya body langsing, payudara besar, pinggul seksi dan pantat montok. Setiap cowo pasti sange kalo liat Tante," imbuhku.

"Hahahaha, makasih yaa," ujar tante Feny sambil membelai pipiku.

Tante Feny kemudian menarikku menuju ke kolam renang. Airnya jernih dan menyegarkan saat kusentuh dengan kakiku.

"Yuk nyebur!" ajak tante Feny seraya melompat menceburkan diri ke kolam renang.

Aku lalu ikut menceburkan diri. Badanku terasa segar berada di dalam kolam renang. Tante Feny mulai melakukan berenang dengan gaya katak, kemudian berganti ke gaya bebas, setelahnya ganti ke gaya kupu - kupu. Aku terpukau melihat tante Feny yang ternyata jago berenang. Tidak mau kalah, aku berenang mengikutinya dengan semua gaya.

"Ternyata kamu jago juga ya," kata tante Feny, "pantes bisa bikin Tante puas, hihihihi."

"Hubungannya apa coba," ucapku dengan muka datar.

Tante Feny mendekat ke diriku, dan tiba - tiba dia mencium bibirku. Aku membalasnya dan kami saling berpagutan lidah. Tante Feny mendorongku ke pinggir kolam, dan dia memintaku duduk di pinggir kolam. Dia melorotkan celana renangku, lalu tangan kanannya menggenggam penisku yang masih tertidur. Tante Feny mengocok penisku secara perlahan. Penisku mulai bangun dan mengeras berkat kocokan nikmat dari tante Feny. Setelah nagceng dengan sempurna, tante Feny menjepit penisku dengan payudaranya yang besar dan kencang. Gesekan di antara belahan dadanya tubuhku bergetar.

"Ouhhh! Terusin Tante," kataku.

"Hihihi, kamu keenakan yaa?" kata tante Feny dengan tawa menggoda.

2 menit kemudian, tante Feny menghentikan gerakannya. Dia naik ke atas kolam, lalu berjalan menuju ke kursi santai. 

"Sini sayang, lepasin bikiniku dong," pinta tante Feny.

Aku bangkit berdiri lalu mendekat ke tante Feny. Aku mulai melepas bikininya dimulai dari ikatan tali bra-nya yang ada di punggung dan leher belakang. Kemudian aku lanjut menurunkan bikini thong-nya sampai ke bawah. Tubuh telanjangnya tante Feny yang basah, membuatku semakin sange. Tante Feny berbaring di atas kursi santai sambil melebarkan kedua kakinya.

"Sini sayang, masukin penismu ke vaginaku," pinta tante Feny dengan wajah binal.

"Hehehe, oke Tante," sahutku.

Aku lepas celana renangku, lalu aku berlutut di depan selangkangannya tante Feny. Aku arahkan penisku ke vaginanya, dan dengan sekali dorongan, penisku masuk semua.

"Akkhhh!" desah tante Feny. "Genjot sayang," pintanya kemudian.

Aku pegang erat pinggulnya, kemudian aku sodok vaginanya dengan tempo cepat. Tante Feny mendeseah keenakan menikmati genjotanku. Tidak lama kemudian, tante Feny mengejang. Dari vaginanya, keluar cairan hangat dalam jumlah banyak.

"Wihhh ... udah orgasme yaa, hehehe," kataku.

"Habisnya genjotanmu nikmat banget," ujar tante Feny.

Aku kemudian meminta tante Feny untuk menungging. Tante Feny mengangguk dan segera memposisikan badannya menungging membelakangiku. Aku remas kedua bongkahan pantatnya yang montok. 

"Ahhh ... masukin dong say," pinta tante Feny.

"Bentar Tante, aku masih gemes sama pantatnya Tante," kataku.

"Ih, nakal yaa kamu, hihihi," ucap tante Feny, menatapku dengan tatapan mesum.

Setelah puas meremas pantatnya tante Feyn, aku arahkan penisku ke liang senggamanya, kemudian aku dorong masuk semuanya. Aku kembali menyodok - nyodok vaginanya tante Feny dengan keras. Sambil kusetubuhi, aku juga meremas payudaranya dan menjambak rambutnya yang basah. 3 menit kemudian, aku merasa mau muncrat.

"Dikeluarin di mana Tante?" tanyaku.

"Di dalam aja say," jawab tante Feny.

Aku sodok vaginanya dalam - dalam, lalu aku semburkan spermaku di rahimnya tante Feny.

"Ohh say, spermamu hangat banget," ucap tante Feny sembari menggoyang pantatnya.

Sebagian dari cairan spermaku menetes keluar dari liang kewanitaannya. Aku kemudian beristirahat sejenak di kursi rebahan yang ada di samping kiri. Semenit kemudian, tante Feny menghampiriku.

"Sudah siap untuk ronde ke-2?" tanyanya seraya duduk di sampingku.

Belum sempat menjawab, tante Feny menunduk dan mencium bibirku. Aku membalasnya dan kami saling berciuman dengan panas. Sambil berciuman, tante Feny mengocok penisku yang mulai mengeras lagi.

"Hmph ... sudah keras nih," ucap tante Feny dengan senyum mesum.

Dia kemudian mengambil posisi berlutut di atas selangkanganku. Tante Feny ingin ngeseks dengan posisi WOT. Dia turunkan pinggulnya, dan perlahan penisku masuk ke dalam vaginanya. 

"Ahhhh!" desah tante Feny ketika seluruh penisku masuk ke dalam liang senggamanya.

Tante Feny langsung menaik-turunkan pinggulnya dengan tempo pelan. Dia juga menggoyang pantatnya ke kiri dan kanan. 

"Akhhh! Enak banget Tan," kataku, menahan nikmat.

Aku arahkan kedua tanganku ke payudaranya tante Feny yang berguncang hebat, kemudian aku remas - remas. Beberapa menit kemudian, tante Feny mempercepat goyangannya.

"Tante mau keluar!" seru tante Feny.

Dalam hitungan detik, penisku menjadi hangat karena disiram cairan cintanya tante Feny. Dia lalu ambruk di atasku. Karena belum keluar, aku remas pantatnya, lalu aku naik-turunkan pantatnya. Tante Feny mendesah keenakan menikmati sodokan penisku di vaginanya. 3 menit kemudian, aku mencapai puncak dan kusemburkan spermaku di dalam vaginanya tante Feny. Aku biarkan penisku menancap di vaginanya tante Feny.

"Habis ini, kita mandi bareng yuk," usul tante Feny.

"Oke," sahutku.

Tante Feny beranjak berdiri, lalu dia menggandeng tanganku dan mengajakku ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi, kita saling membasuh badan dengan sabun. Aku menggunakan kesempatan ini untuk meremas dadanya dan menusuk - nusuk vaginanya dengan jariku.

"Nakal ya kamu, hihihi," ucap tante Feny, menikmati servisku.

Selesai mandi, kita menuju ke kamar untuk tiduran sejenak. Kami berdua tiduran di atas kasur tanpa mengenakan pakaian.

"Hari ini kamu bakal tante buat kering, hihihi," kata tante Feny.

"Waduh," ucapku, "bisa mati aku."

"Hihihihi, gak lah," kata tante Feny.

Tante Feny mendekatiku, lalu dia memelukku dengan penuh kelembutan. Badannya yang hangat, kulitnya yang mulus, dan bongkahan dadanya yang menempel di dadaku, membuatku merasa nyaman dan damai. Aku membalas memeluknya dengan penuh kasih sayang. Tiba - tiba, tante Feny mencium bibirku dengan lembut. Aku biarkan tante Feny melumat bibirku. Kedua tanganku mulai bergerak menggerayangi tubuhnya. Tangan kananku mengelus - elus punggungnya tante Feny yang mulus. Tangan kiriku meremas pantatnya yang montok dan empuk.

"kamu masih kuat, say?" tanya tante Feny.

"Iyapp," jawabku dengan percaya diri.

"Kalau gitu, 1 ronde yaa," kata tante Feny.

"Woke!" sahutku.

Aku kemudian meremas dan mengulum kedua payudaranya. Tante Feny mendesah menikmati permainanku di dadanya. Kemudian, tante Feny memposisikan diriku telentang. Dia lalu mengocok penisku, kemudian menjilati kepala penisku. 

"Aku emut ya," kata tante Feny.

Dia memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Badanku terasa seperti disetrum listrik. Oral seks dari tante Feny sungguh nikmat. Karena tidak ingin keluar duluan, aku meminta tante Feny berhenti. 

"Sodok tante dari samping ya," pinta tante Feny sembari berbaring menyamping di kananku.

Aku remas pantatnya tante Feny sambil aku gesek - gesekkan penisku di belahan pahanya tante Feny.

"Ahhhh ... kamu bikin vaginaku makin gatel," kata tante Feny, melirikku, "ayo cepet masukin," pintanya.

"Hahaha, oke Tante," sahutku.

Aku arahkan penisku ke vaginanya tante Feny yang sudah basah. Dengan sekali dorongan, penisku masuk seluruhnya ke dalam liang kenikmatannya. Tante Feny mendesah panjang ketika sebuah benda keras menusuk lubang kelaminnya. Aku genjot vaginanya tante Feny dengan tempo cepat. sembari kugenjot, aku juga meremas kedua payudaranya. Persetubuhan kami diakhiri dengan tante Feny dan diriku orgasme bersama. Setelah itu, kita tidur sejenak. Saat aku terbangun, aku tidak mendapati tante Feny di sampingku. Aku mengenakan pakaianku, kemudian berjalan keluar dari kamar. Aku mendapati tante Feny sedang berada di dapur dengan hanya mengenakan kaos oblong yang kebesaran.

"Sedang buat apa Tante?" tanyaku.

"Tante sedang buat makan siang untuk kita," jawab tante Feny.

"Kayaknya enak nih," ucapku.

"Kamu duduk aja di living room," kata tante Feny, "nanti tante panggil kalau sudah siap."

"Okee," sahutku.

Aku menuju ke living room, lalu kunyalakan smart TV yang ada di depanku. Beberapa menit kemudian, tante Feny memanggilku. Aku menuju ke meja makan dan di atasnya, tersaji hidangan yang terlihat lezat.

"Makan yang banyak, supaya energimu pulih, hihihi," kata tante Feny.

"Hehehe, oke Tante," sahutku.

Tidak kusangka ternyata tante Feny jago memasak. Payah sekali suaminya mengacuhkan istrinya yang hampir perfect ini. Selesai makan, aku membantu tante Feny membereskan meja makan dan membersihkan piring kotor. Setelah pekerjaan di dapur selesai, kami menuju ke living room untuk bersantai. Sembari menonton TV, tante Feny menyandarkan kepalanya ke bahuku.

"Acaranya jelek - jelek," ucap tante Feny. "Kita nonton bokep aja yuk."

Aku tersentak saat mendengarnya. "Frontal amat nih tante - tante," pikirku.

Tante Feny beranjak berdiri, kemudian berjalan menuju ke kamar. Tidak pakai lama, dia datang membawa sebuah flashdisk. Tante Feny menancapkannya di belakang TV, lalu dia membuka isi folder dari flashdisk-nya dengan remot TV. Aku melongo melihat isi folder-nya tante Feny yang bernama Tugas Geometri. Ada begitu banyak video sus di folder absurd tersebut.

"Kayaknya yang ini bagus," ucapnya seraya menekan tombol play.

Video dibuka dengan adegan seorang wanita asia diapit ole dua cowo asia berbadan atletis. Mereka saling bercumbu dengan penuh nafsu. Kemudian, mereka mulai melepas pakaian sampai telanjang bulat. Aku dibuat terkejut ketika melihat tante Feny melepas kaosnya. Tante Feny rupanya tidak memakai pakaian dalam dibalik kaosnya.

"Kok ikut - ikutan buka baju?" tanyaku.

"Tante selalu telanjang setiap kali nonton bokep," jawabnya. "Rasanya nikmat - nikmat gimana gitu, hihihi."

"Heh!?" Mataku terbelalak dan mulutku terbuka agak lebar saat mendengarnya.

Dia lalu duduk dengan mendempetkan badannya ke diriku. Adegan porno yang ada di TV semakin memanas. Saat ini, si wanita tersebut sedang disodok dari depan dan belakang, dalam posisi menungging. Mulut dan vaginanya disumpal oleh kedua pria yang tadi mengapitnya.

"Tante sebenarnya pengen nyobain spitroast," kata tante Feny.

"Apa itu?" tanyaku.

"Itu ... yang ada di depanmu," jawabnya.

"Ouww." Aku mengangguk - angguk.

Sepertinya tante Feny memiliki pengetahuan seks yang luas. Wajar sih, mengingat dia sudah kepala 4. Adegan panas yang ada di TV membuatku jadi salah tingkah. Tiba - tiba, tante Feny berdiri dan menghadap ke diriku.

"Kocokin vaginaku pake 3 jarimu dong," pinta tante Feny.

Aku agak terkejut mendengar permintaannya.

"Tante udah gak tahan, hihihi," ucap tante Feny dengan ekspresi mesum.

"Hehehe, baiklah," sahutku.

Aku langsung menusukkan 3 jariku ke dalam vaginanya yang sudah basah. Aku kocok liang senggamanya dengan tempo cepat.

"Ahh! Ahhh! Ahhhh! Terusin Sayang," desah tante Feny.

Cairan kelamin merembes keluar cukup banyak dari vaginanya tante Feny. Dia kemudian berbalik, sehingga dia dapat menonton bokep yang ada di depannya. Aku yang gemas dengan pantatnya yang montok, kemudian aku spank dengan keras.

"Akkhhh!! Nakal ya," kata tante Feny seraya melirik ke belakang.

"Habisnya ini bongkahan daging menggoda banget," ucapku.

"Diremas dong kalo gitu, hihihi," balas tante Feny.

Aku menuruti permintaannya tante Feny. Aku remas - remas pantat seksinya sembari menepuk - nepuknya. Beberapa menit kemudian, kedua kakinya tante Feny bergetar. Tante Feny mendesah panjang, kemudian cairan hangat menyembur keluar dari vaginanya dengan deras. Tante Feny terduduk di lantai karena kedua kakinya tidak sanggup menopang tubuhnya.

"Tante puas dengan fingering-mu," kata tante Feny dengan suara pelan.

Tante Feny memintaku untuk menggendongnya menuju ke kamar mandi. Aku mengangguk dan kumatikan TV-nya terlebih dahulu, setelah itu aku baru menggendongnya dengan gaya princess carry. Dia membilas area selangkangannya yang basah akibat orgasmenya tadi. Selesai bersih - bersih, dia mengajakku ke kamar untuk tiduran.

"Kita gak jalan - jalan di sekitar sini, Tante?" tanyaku.

"Jangan," tolak tante Feny dengan halus, "beberapa orang yang tinggal di sini kenal sama tante. Kalau sampai mereka liat kita jalan berduaan, bisa gawat nanti," lanjutnya.

"Yahhh ... sayang sekali," ucapku kecewa. "Jadi ... kita cuma ngabisin waktu di sini?"

"Rencananya sih tante mau ngajak kamu ke kafe bunga yang gak jauh dari sini," kata tante Feny, "tapi tante masih khawatir kalo sampe ada kenalan tante yang liat kita berduaan."

"Coba aku cari tempat seru yang jauh dari sini," ucapku seraya mengambil HP dan membuka maps.

Aku mencari - cari tempat menarik yang bisa untuk nongkrong. Ternyata tidak ada tempat yang menarik perhatianku sama sekali.

"Yaa udah deh, kita bersenang - senang di villa aja," kataku.

"Okee!" sahut tante Feny dengan wajah senang. "Tante tiduran sebentar, setelah itu kita lakukan permainan yang seru."

"Wokee!" sahutku.

Sembari menunggu tante mengisi kembali energinya, aku bermain game offline di HP. 15 menit telah berlalu. Tante Feny masih tertidur dengan pulas. Sepertinya seks yang kita lakukan di kolam renang, ditambah dengan fingering-ku saat menonton bokep tadi, membuat dia kelelahan. Aku lalu beranjak dari kasur dan kembali ke living room. Aku ingin mengecek koleksi film porno-nya tante Feny. 

"Hmmm ... menarik juga," ucapku sembari mengecek judul video porno di flashdisk-nya satu per satu.

Tidak kusangka tante Feny mengoleksi film biru dengan genre yang agak anti-mainstream. Sepertinya dia memiliki fetish yang sangat menarik. Beberapa saat kemudian, aku mendengar suara langkah kaki. Aku segera mematikan TV dan menengok ke belakang.

"Kamu sedang apa?" tanya tante Feny, menghampiriku dengan mengenakan jubah tidur.

"Sedang liat - liat TV," jawabku, berbohong.

"Hmmm ...." Tante Feny menatapku dengan tatapan mesum. "Oh iya, kamu sudah siap tempur?"

"Hahh!?" Aku terkejut mendengarnya. "Masak mau ngeseks lagi??"

"Habisnya tante tiba - tiba sange lagi," kata tante Feny seraya membelai rambutku.

Aku berpikir sejenak. Kalau kebanyakan main, bisa - bisa aku kering kayak mumi. Tapi, tubuh seksinya tante Feny sangatlah menggoda.

"Oke, tapi satu ronde saja," kataku.

"Yahhh." Tante Feny terlihat sedikit kecewa.

Tante Feny kemudian menggandeng tanganku dan menarikku kembali ke kamar. Tante Feny membuka tas kopernya, dan dia mengeluarkan sebuah dildo berwarna krem. 

"Tante mau nyobain spitroast, hihihi," kata tante Feny.

Tante Feny menempelkan dildo yang dia pegang ke tembok, kemudian dia melepas jubah tidurnya. Tubuh telanjangnya kembali terekspos di hadapanku. Tante Feny menungging di lantai, kemudian dia arahkan vaginanya ke dildo yang terpasang di dinding kamar. Dildo tersebut perlahan masuk ke dalam liang senggamanya.

"Sini, berlutut di depannya tante," ucap tante Feny.

Aku berlutut di depannya, kemudian aku arahkan penisku ke mulutnya. Tante Feny membuka mulutnya, kemudian memasukkan penisku ke dalamnya. Tante Feny langsung melahap setengah dari penisku, membuat badanku menjadi merinding. Dia mulai memaju-mundurkan badannya dengan tempo lambat.

"Mmmpphhh ... mmmphhhh ...," desah tante Feny dengan mulut tersumpal penis.

sekitar 2 menit kemudian, tante Feny membalik badannya. Kali ini penisku berada di dalam vaginanya, dan dildo besar itu masuk ke dalam mulutnya. Vaginanya licin dan hangat, membuatku ketagihan untuk menyetubuhinya. Beberapa menit kemudian, tante Feny mengejang. Dia mendesah tertahan karena mulutnya masih tersumpal dildo. Kemudian, cairan hangat kembali menyembur keluar dari vaginanya. Aku pegang erat pinggulnya, kemudian aku sodok vaginanya dengan keras. Aku setubuhi tante Feny dengan mulutnya yang masih tersumpal dildo. 3 menit kemudian, penisku berkedut - kedut, pertanda aku akan orgasme. Aku tancapkan penisku dalam - dalam, lalu aku semburkan spermaku ke dalam rahimnya. Aku kemudian mencabut penisku dan terduduk di lantai dengan perasaan puas. 

"Mainmu kasar juga ya, hihihi," ucap tante Feny dengan tatapan mesum.

"Habisnya Tante bikin aku tambah sange," balasku.

"Hihihihi. Padahal ini baru pembukaan lho," ujar tante Feny.

"Pembukaan?" Aku tidak paham dengan perkataannya tante Feny.

Tante Feny mengambil dildo yang menempel di dinding, kemudian dia tempelkan di lantai. Tante Feny memposisikan dirinya berlutut di atas dildo tersebut. Dia menurunkan pinggulnya hingga bibir vaginanya bersentuhan dengan dildo tersebut. Tante Feny menurunkan pantatnya secara perlahan, membuat dildo tersebut kembali masuk ke dalam liang senggamanya.

"Aaahhhhhh!" Tante Feny mendesah panjang saat dildo tersebut masuk seluruhnya ke dalam vaginanya.

Tante Feny kemudian menaikturunkan pinggulnya dengan gaya erotis. Dia menatapku dengan tatapan binal.

"Kayaknya dia sengaja menggodaku," ucapku dalam hati.

Goyangan pantatnya sungguh menggoda. Siapa yang menyangka tante Feny bisa bertingkah se-binal ini. Selama 5 menit tante Feny memuaskan dirinya dengan dildo besar yang menempel di lantai. Tante Feny kemudian menghentikan goyangan pinggulnya. Badannya bergetar hebat dengan kepala mendongak ke atas. Aku melihat cairan cintanya tante Feny membasahi lantai.

"Perasaan cairannya gak habis - habis," pikirku.

"Tante capek banget," ucap tante Feny yang terbaring lemas di lantai.

"Siapa suruh ngeseks terus - terusan," balasku.

"Habisnya tante lagi sange parah, hihihi," ucap tante Feny.

Aku kemudian membantu tante Feny berdiri, lalu membaringkannya di atas kasur. Tante Feny kemudian tertidur dengan lelap.

"Lebih baik aku main game aja," ucapku.

Aku ambil HP-ku, lalu aku memainkan game online favoritku. Setelah lewat 1 jam, aku lanjut nonton TV untuk menghabiskan waktu.

"Kalau aku bisa kayak MC di manhwa, tante Feny bakal aku setubuhi sampai malam," gumamku.

***

Sekitar jam 3 sore, tante Feny menghampiriku dengan hanya mengenakan bikini.

"Yuk, renang lagi," ajak tante Feny.

"Oke," sahutku.

Aku bergegas ke kamar dan kukenakan celana renangku yang tadi. Aku lalu menyusul tante Feny yang sudah nyebur ke kolam renang. Kami berenang dari ujung ke ujung dengan berganti - ganti gaya. 30 menit kemudian, tante Feny naik dari kolam dan dia menuju ke kursi rebahan untuk bersantai. Aku kemudian naik dari kolam dan mendekati tante Feny.

"Capek ya?" tanyaku seraya duduk di sampingnya.

"Iya Say," jawab tante Feny, "tante mau istirahat bentar."

Tante memejamkan matanya, menikmati kehangatan matahari pada siang hari ini. Aku beranjak menuju ke kamar mandi untuk membilas badanku. Setelahnya, aku kembali masuk ke dalam villa untuk menonton TV. Rasanya membosankan kalau tidak pergi ke luar. Tapi sangat beresiko kalau pergi ke luar bersama tante Feny. Jika ketahuan orang terdekat, urusannya bisa sangat panjang. Sembari menonton TV, aku jadi kepikiran dengan mama. Saat ini dia sedang sendirian di rumah.

"Semoga gak terjadi apa - apa," ucapku dalam hati.

***

Mendekati jam 5 sore, aku sedang sibuk mengeringkan pinggir kolam renang. Tante Feny sibuk mengepel lantai 1. Selesai membersihkan area kolam renang, aku menghampiri tante Feny untuk membantunya bersih - bersih kamar.

"Kok vaginaku tiba - tiba gatel ya, hehehe," kata tante Feny.

"Fokus bersih - bersih dulu, Tante," ucapku dengan muka datar.

Beberapa menit kemudian, kami menuju ke lantai 2.

"Tante gak mempekerjakan tukang bersih - bersih?" tanyaku.

"Enggak," jawab tante Feny, "tante lebih suka membersihkannya sendiri daripada nyuruh orang."

Aku sedikit kagum dengan tante Feny. Meski dia adalah orang kaya, dia memilih membersihkan villa-nya sendirian.

Aku mulai menyusuri setiap lantai dengan vacuum cleaner, sementara tante Feny sibuk mengelap lemari dan meja.

"Habis ini kita pel semua lantai," kata tante Feny.

"Oke," sahutku.

Aku ambil pel, lalu aku mulai mengepel area luar kamar. Tante Feny masih sibuk membersihkan jendela dan balkon. Tanpa terasa sudah jam 5 lebih. Aku dan tante Feny turun ke lantai 1 untuk mandi dan menyiapkan makan malam.

"Kita mandi bareng yuk," ajak tante Feny.

"Oke," sahutku.

Kita kembali ke kamar di lantai 1, kemudian aku dan tante Feny melepas seluruh pakaian kami sampai telanjang total. Di dalam kamar mandi, tante Feny menyalakan shower dan mulai membasahi tubuhnya. 

"Sabunin aku dong, Say," pinta tante Feny.

"Oke," sahutku.

Aku ambil sabun cair, lalu aku oleskan ke punggungnya tante Feny. Aku sabun seluruh punggung mulus ini secara merata. Setelahnya, aku lanjut menyabuni dada dan perutnya dari belakang. Desahan kecil keluar dari mulutnya tante Feny.

"Sekalian diremas Say," kata tante Feny dengan nada lembut.

Aku genggam kedua payudaranya tante Feny, lalu aku gosok dengan lemah lembut.

"Ohh yeahh ... terusin Say," desah tante Feny.

Tante Feny kemudian menggenggam penisku dan mengocoknya perlahan.

"Satu ronde yuk," bisikku.

Tante Feny menoleh ke belakang. "Boleh," sahutnya.

Tante Feny kemudian membungkukkan badannya, dengan kedua tangannya bertumpu pada dinding kamar mandi. Dia sedikit menaikkan pantatnya, memamerkan vaginanya yang indah. Aku sodok - sodok vaginanya dengan tiga jariku, kemudian aku masukkan penisku ke dalamnya. Penisku bisa masuk dengan mudah berkat buih sabun yang aku oleskan di batang penisku. Aku sodok vaginanya tante Feny sembari kugenggam erat pinggulnya. Tante Feny mendesah keenakan menikmati genjotanku. Beberapa menit kemudian, aku ubah posisinya menjadi berhadapan denganku. Aku angkat kaki kanannya, lalu aku kembali mencoblos vaginanya yang sempit. Sambil kugenjot, aku mengajak tante Feny beradu lidah. Hanya dalam waktu 3 menit, tante Feny mendapatkan orgasmenya. 

"Kamu belum muncrat, ya?" tanya tante Feny seraya berpegangan pada pundakku.

"Belum, hehehe," jawabku.

"Tante gak kuat berdiri," kata tante Feny, "lanjut di kamar aja ya."

"Oke deh," sahutku.

Tante Feny kemudian terduduk di atas kakinya. Dia memintaku untuk membilas badannya yang masih berlumuran sabun.

"Udah gak kuat berdiri yaa? Hehehe," kataku, menggoda dia.

"Habisnya kamu bikin tante keenakan!" balas tante Feny dengan ekspresi cemberut yang lucu.

"Hahahaha." Aku tertawa lepas.

Selesai mandi, kami berbaring sejenak di kasur tanpa mengenakan pakaian.

"Kita masak sendiri ... atau makan di luar?" tanyaku.

"Masak sendiri saja ya," usul tante Feny seraya membelai pipiku.

"Oke deh," sahutku.

2 menit kemudian, tante Feny beranjak dari kasur. Dia kenakan jubah tidur, lalu berjalan keluar dari kamar. Aku ambil pakaianku dan menyusulnya. Tante Feny menyiapkan bahan makanan di dapur.

"Kamu mau bantu?" tanya tante Feny.

"Tentu saja," jawabku.

Tante Feny tersenyum kepadaku. "Kamu baik banget. Tidak seperti anak - anakku."

"Emang anak - anaknya Tante kenapa?" tanyaku penasaran.

"Mereka gak pernah bantu tante di rumah," jawab tante Feny. "Anak - anaknya tante lebih sering berada di luar. Jadinya tante sering sendirian di rumah."

"Sementara diriku lebih sering di rumah," ucapku sambil senyum - senyum.

"Mamamu pasti gak pernah kesepian, karena kamu selalu di rumah," kata tante Feny.

"Ummm ... sepertinya begitu," balasku. "Kalo sekarang, mamaku sedang sendirian di rumah."

"Mamamu gak khawatir, kan, kamu pergi menginap sama 'temen'?" tanya tante Feny.

"Enggak," jawabku sambil menggelengkan kepala, "justru mama senang karena aku menghabiskan waktu bersama seorang 'teman' di luar."

"Kalo misal mamamu tau dengan siapa kamu menghabiskan waktu, pasti kamu bakal dilarang pergi," ucap tante Feny.

"Kalo itu sih udah jelas banget," balasku.

Tidak pakai lama, makan malam telah siap. Aku dan tante Feny membawanya ke meja makan. Kami menikmati makan malam yang sederhana tapi terasa begitu romantis. 

"Tante jarang makan malam sama keluarga," kata tante Feny.

"Kok bisa?" tanyaku.

"Suamiku lebih sering makan malam sama koleganya. Kalau anak - anakku sering keluar malam sama teman - teman mereka," jawab tante Feny dengan kedua matanya menatap ke meja makan.

Sorot matanya membuatku bersimpati kepadanya. Dia pasti sering merasa kesepian di rumah. Aku genggam tangannya dengan lembut. Tante Feny menatapku dengan senyum manis.

"Terima kasih yaa," ujar tante Feny.

Selesai makan, kami lanjut mencuci peralatan makan. Setelahnya, kita bersantai sejenak dengan menonton TV.

"Malam ini kita puas - puasin yaa," kata tante Feny dengan manja.

"Tentu saja," sahutku.

***

Jam telah menunjukkan pukul 9 malam. Aku kunci pintu gerbang dan pintu villa. Tante Feny kemudian menggandengku masuk ke dalam kamar. Dia meloloskan jubah tidurnya, menampilkan tubuh seksinya kepadaku. Aku memeluknya dan mencium bibirnya dengan penuh kehangatan. Tante Feny kemudian melucuti pakaianku dan sekarang aku juga telanjang bulat. Tante Feny lalu berlutut di depanku, dia lalu mengulum penisku hingga masuk semua ke dalam mulutnya. Dia memaju-mundurkan mulutnya seperti sedang menyetubuhiku. Tidak pakai lama, aku memintanya berdiri, lalu aku baringkan di atas ranjang. Aku lebarkan kedua pahanya, lalu aku julurkan lidahku ke bibir vaginanya. Aku menjilati vaginanya dengan gaya memutar.

"Ohhhh," lenguh tante Feny.

Aku juga memainkan klitorisnya, untuk memberikan kenikmatan maksimal.

"Masukin Say," pinta tante Feny, "tante udah gak tahan."

"Hehehe, oke," sahutku.

Aku arahkan penisku ke vaginanya yang sudah becek. Dengan sekali dorongan, batang perkasaku masuk ke dalam liang kenikmatannya. Penisku kembali dimanjakan dengan pijatan - pijatan lembut dari dinding vaginanya tante Feny. Sambil aku genjot, aku mainkan kedua payudaranya yang nikmat.

"Ahhh ... yahh ... enak Say," lenguh tante Feny.

Vaginanya menjadi semakin rapat saat aku mengulum putingnya yang lezat. Sepertinya aku bakal ketagihan dengan body-nya tante Feny. Beberapa menit kemudian, aku ubah posisinya menjadi menungging. Aku remas pantatnya sambil aku tempelkan kepala penisku ke bibir vaginanya. Aku gesek - gesekkan penisku di liang kenikmatannya, lalu aku masukkan ke dalamnya. Tante Feny mendesah panjang saat penisku kembali mengisi vaginanya.

"Aku genjot ya," kataku sambil menepuk pantatnya.

"Iya, genjot tante Say," ucap tante Feny.

Dalam posisi ini, jepitan vaginanya terasa lebih kuat. Belum lama aku genjot, tante Feny mendapatkan orgasmenya. Tante Feny langsung ambruk ke kasur dengan nafas terengah - engah. Cairan kelaminnya menetes cukup banyak ke sprei. Meski tante Feny terlihat kelelahan, aku tetap lanjut menyetubuhinya. Beberapa menit kemudian, aku cabut penisku dari vaginanya tante Feny. Aku kemudian berbaring di sampingnya tante Feny yang masih setia menungging dengan kepalanya berada di atas bantal.

"Tante, ganti ke gaya WOT yuk," ajakku.

Tante Feny tersenyum menatapku. "Oke."

Tante Feny kemudian memposisikan dirinya di atas penisku. Dengan pelan - pelan, dia menempelkan bibir vaginanya ke kepala penisku, kemudian dia dorong pinggulnya hingga penisku masuk semua ke dalam liang kenikmatannya. Tante Feny mendiamkan sejenak penisku di dalam vaginanya. Tante Feny kemudian mulai menggoyang pinggulnya dengan begitu binal. Goyangan membuatku diriku merasa melayang di angkasa. Aku raih kedua payudaranya yang berguncang bebas, lalu aku remas - remas dengan gemas. Tante Feny kemudian menurunkan badannya dan dia menciumku dengan penuh kemesraan. Sambil berciuman, aku peluk tubuhnya yang penuh dengan keringat. Kemudian, tante Feny mengubah posisinya menjadi reverse cowgirl. Aku tepuk - tepuk pantatnya yang naik-turun di atas penisku. Dalam posisi ini, penisku terasa dijepit dengan kuat, membuatku mencapai puncak kenikmatan dengan cepat.

"Keluarin di mana Tante?" tanyaku.

"Di dalam Say," jawab tante Feny.

Tante Feny mempercepat genjotannya. Aku kemudian semprotkan semua maniku ke dalam rahimnya tante Feny.

"Aku juga mau keluar!" seru tante Feny.

Penisku kembali disembur dengan cairan hangat. Tante Feny ambruk di atasku. Nafasnya terengah - engah. Penisku masih menancap di vaginanya. Kedua tubuh kami penuh dengan keringat.

"Makasih ya say," ucap tante Feny seraya mencium pipiku.

Kita kemudian menuju ke kamar mandi untuk bilas dan sikat gigi. Selesai membersihkan badan, kita berdua kembali ke ranjang dan berbaring berdempetan masih dengan tubuh telanjang. Tante Feny memelukku dengan erat. Tubuhnya terasa begitu hangat. Tanpa terasa, aku mulai tertidur.


*Sekitar jam 11 siang di rumahnya Tom

POV mamanya Tom

"Rumah terasa sepi," ucapku seraya menatap TV-ku yang tidak menyala.

Hari ini Tom pergi menginap bersama teman - temannya. Di satu sisi aku senang dia bisa menghabiskan waktu di luar bersama dengan temannya. Tetapi, di sisi lain, aku merasa kesepian karena tidak ada siapa pun di rumah.

"Enaknya aku ke mana ya?" pikirku.

Kemudian, aku teringat dengan kegilaan yang aku lakukan saat acara grand opening kafe milik temanku. Aku masih bertanya - tanya kenapa aku mau - mau saja dientot oleh pemuda bau yang baru aku kenal beberapa menit. Harus kuakui, dia sangat jago dalam urusan perkentotan. Pemuda bau tersebut sanggup membuatku muncrat seperti air terjun. Kontolnya besar dan berurat. Mengingatnya saja membuat memekku berkedut minta dijejali kontol hitam si tukang parkir itu.

"Apa aku temui dia saja ya?" pikirku.

Setelah menimbang - nimbang, aku putuskan untuk menemuinya.

"Bentar ... jam segini dia ada gak ya?" pikirku. "Aku cek aja deh. Kalo gak ada, aku tunggu saja."

Aku menuju ke kamar untuk ganti pakaian. Aku kenakan kaos berwarna hitam dan celana pendek berwarna putih yang tidak ketat. Aku kemudian menuju ke garasi untuk memanaskan mobilku. Aku tidak sabar untuk ngentot dengan si Bagus. Tidak butuh waktu lama untuk tiba di kafe milik temanku. Aku melihat sekitarku untuk mencari Bagus.

"Kok gak ada?" kataku dalam hati.

Aku parkirkan mobilku di lahan parkir kafe, kemudian aku celingak - celinguk mencari pemuda bau tersebut.

"Gak ada siapa pun di sini," ujarku. "Apa aku tunggu di dalam kafe aja?"

Aku akhirnya masuk ke dalam kafe untuk menunggu kehadirannya di lahan parkir kafe. Aku kemudian memesan ice americano agar bisa leluasa menunggu si Bagus. Beberapa menit telah berlalu. Ice americano-ku tinggal sedikit. Bagus sama sekali belum menunjukkan batang hidungnya.

"Apa dia sedang sakit ya?" ucapku dalam hati.

Aku kemudian berinisiatif menanyakan keberadaan tukang parkir di kafe ini kepada pelayan yang berjalan di dekatku.

"Wahh ... saya gak tau Bu," jawab si pelayan.

"Tapi biasanya dia ada kalau di jam segini?" tanyaku lagi.

"Setauku ada," jawab si pelayan, "emang ada perlu apa?"

"A- mau menanyakan sesuatu aja, hehehe," jawabku, agak salah tingkah.

Jelas gak mungkin aku bilang mau ngentot sama tukang parkir mereka. Aku kemudian kembali duduk, mencoba menunggu lebih lama lagi. 20 menit telah berlalu, Bagus masih belum menampakkan diri.

"Apa aku coba jalan - jalan di gang yang pernah kita lewati itu ya?" pikirku.

Aku kemudian beranjak keluar dari kafe. Aku lalu berjalan menuju gang yang ada di sampingnya kafe.

"Sepinya," ucapku, menatap ke jalur gang yang sempit ini.

Aku berjalan sambil menatap sekitarku. Tidak pakai lama, aku tiba di gudang yang menjadi tempat di mana aku ngentot dengan si Bagus.

"Kalau jam segini, pasti bisa ketahuan," kataku dalam hati.

Aku kembali melihat - lihat sekitarku. Tidak ada orang sama sekali di sini.

"Lho!? Ci Vania ngapain di sini?"

Aku tersentak dan berpaling ke arah asal suara. Ternyata si Bagus yang mengejutkanku.

"Aku nyariin kamu lho," ucapku dengan wajah senang.

"Pasti mau itu, kan?" ujarnya dengan wajah mesum.

"Iyalah," sahutku.

Bagus menggaruk - garuk kepalanya. "Sebenarnya aku mau - mau aja Ci. Tapi ... aku sudah telat untuk bekerja."

"Halah! Kemarin aja kamu bisa ninggalin kerjaanmu," kataku dengan agak sewot.

"Kalo itu beda Ci," balas Bagus. "Saat itu jam kerjaku udah mau selesai."

"Trus, aku harus gimana?" tanyaku.

"Tunggu sampai jam 3 atau jam 4," jawab Bagus, "gimana?"

"Kelamaan dong," jawabku dengan ekspresi kecewa.

"Maaf ci. Aku bisanya jam segitu," kata Bagus sambil senyum - senyum.

Aku kemudian berpikir sejenak. Saat ini jam 12 siang. Masih 3 jam lagi untuk menuju ke jam 3 sore. 

"Kalau balik ke rumah, bukan ide yang bagus," ucapku dalam hati.

Tanpa kusadari, Bagus sudah pergi meninggalkanku. "Dasar tuh anak!" seruku dalam hati.

Aku merasa sia - sia datang ke sini. Ketika aku tiba tempat parkir, aku melihat Bagus sedang duduk memantau mobil dan motor yang parkir di sini. Sepertinya dia memang seorang pekerja keras. Bagus kemudian menatapku dan melambaikan tangannya kepadaku. Aku berjalan menghampirinya, lalu duduk di sampingnya.

"Aku tiba - tiba dapat ide Ci," kata Bagus.

"Ide apaan?" tanyaku penasaran.

"Bagaimana kalau kamu menungguku di rumahku?" usul Bagus, "kebetulan temanku sedang ada di rumah."

Aku berpikir sejenak. "Hmmm ... temenmu gak aneh - aneh, kan?"

"Dia baik dan penyayang," jawab Bagus sambil mengacungkan jempolnya. "Dia juga ahli dalam mencairkan suasana."

"Kalau begitu, antar aku ke rumahmu yaa," ucapku.

"Baiklah!" sahut Bagus.

Bagus kemudian menemaniku menuju ke rumahnya. Kita kembali melewati gang sepi ini. Kita kemudian belok ke kanan, masuk ke gang yang lebih sempit. Tidak pakai lama, kita tiba di depan rumah yang simpel tapi bersih dan rapi.

"Ini dia rumahku," ucap Bagus, "yuk masuk."

Bagus membukakan pintu, dan mempersilahkan aku masuk. Aku melihat ada seorang pemuda kurus yang sedang asik nonton TV.

"Eh coeg, kita ada tamu," kata Bagus, "kamu temani dia ya."

"Permisi," ucapku.

Pemuda itu menatapku sekilas, lalu dia kembali menonton TV. Aku lalu duduk di sampingnya dengan perasaan canggung.

"Ini serius kita cuma nonton TV doang?" pikirku, "dia gak mau ngapa - ngapain aku?"

Aku lalu mencolek pemuda yang fokus menonton TV tersebut. "Kamu kok diem aja? Gak memperkenalkan diri pula!"

Dia terkejut sambil berpaling menatapku. "Ehh!? Maaf Kak. Aku terlalu fokus menonton TV, sampe lupa kamu ada di sampingku," ucapnya dengan ekspresi bersalah. "Perkenalkan, namaku Bagas."

"Aku Vania," kataku dengan ramah.

"Ohhh, kamu wanita yang pernah ngentot dengan Bagus ya?" tanyanya dengan begitu polosnya.

"Nih anak frontal amat!" ucapku dalam hati. "Bagus menceritakan semuanya ya?" tanyaku kemudian.

Bagas mengangguk. "Iya," jawabnya.

Pemuda kurus tersebut kembali menatap TV-nya. Aku jadi bingung sama nih anak. Kalo di cerita seks atau film porno, biasanya mereka bakal minta jatah kalo situasinya kayak gini. Nih anak malah diem aja. Apa jangan - jangan dia impoten. Beberapa menit kemudian, Bagas mematikan TV.

"Kita main ke kamarku yuk," ajaknya.

Wajahku seketika berubah menjadi ceria. "Oke," sahutku. "Pasti dia udah gak tahan, hihihi," kataku dalam hati.

Tiba di kamarnya, aku terkesima melihat kamarnya yang begitu rapi dan bersih. Bagas memintaku duduk di lantai, kemudian dia membuka lemarinya.

"Ayo, kita main ular tangga," ucapnya seraya mengeluarkan sebuah kotak permainan.

"Haahhh!?" Aku terkejut sampai mulutku terbuka lebar.

"Kenapa? Bener, kan, aku ngajak main," kata Bagas.

"Bener sih," sahutku dengan muka datar, "tapi ... ya sudah lah!"

Aku akhirnya bermain ular tangga bersama Bagas. Aku merasa menjadi anak kecil lagi. Kalau dilihat oleh Tom, dia pasti bakal menertawakan aku.

"Hehehe, aku sudah berada di kotak 89," kata Bagas.

"Waduh, masih jauh ini," ucapku seraya menatap pionku yang masih di kotak 60.

Entah bagaimana, aku mulai terbawa suasana. Aku dan Bagas berkompetisi dengan sengit dalam permainan ini. Setelah melawati banyak tangga dan ular, Bagas akhirnya yang keluar sebagai pemenang.

"Hehehe." Dia tertawa songong.

"Ada permainan lain gak?" tanyaku dengan raut muka kesal, "aku masih ingin bermain lagi!"

"Ada dong," jawab Bagas.

Pemuda tersebut mengeluarkan halma, ludo, jenga, kartu remi dan kartu domino dari lemarinya.

"Banyak amat permainanmu," ucapku, agak melongo.

"Biar gak bosen, hehehe," balas Bagas. "Jadi ... mau main apa dulu?"

"Ludo?" usulku.

"Boleh," sahut Bagas.

Aku dan Bagas kembali berkompetisi dalam permainan simpel ini. Setelah lewat beberapa menit, aku kali ini yang menang.

"Yipee!!" seruku.

Bagas memberikan tepuk tangan kepadaku. "Selamat ya."

Kami lanjut memainkan halma, kemudian jenga dan berlanjut main domino.

"Ada permainan lain gak?" tanyaku.

"Masih ada satu," jawab Bagas, "ini permainan yang sering aku mainkan sama Bagus."

"Permainan apa itu?" tanyaku penasaran.

"Permainan tebak kartu," jawab Bagas seraya mengacungkan jempolnya.

"Gimana cara mainnya?" tanyaku kembali.

"Pertama, aku akan menaruh beberapa kartu di lantai secara terbalik," jawab Bagas, "setelah itu, kita tebak warnanya. Kalau benar, kita ambil. Kalau salah, diambil lawan. Yang kartunya paling sedikit di akhir, maka dia harus melepas satu helai pakaiannya."

"Kayaknya seru banget itu," ucapku dengan rasa antusias. "Ayo, dimulai."

Bagas mengocok kartu reminya, lalu dia taruh 10 kartu secara terbalik di lantai. Aku mendapatkan giliran pertama untuk menebak. Di akhir permainan, aku berhasil mengumpulkan 6 kartu.

"Ayo lepas salah satu pakaianmu," kataku sambil senyum - senyum.

"Oke, oke," sahut Bagas seraya melepas kaosnya.

Tubuh kurusnya sekarang terpampang di hadapanku. Bagas kemudian kembali mengocok kartu dan menaruh 15 kartu di lantai.

"Sebentar!" ucapku. Aku jadi teringat sesuatu. "Ini permainan selesainya gimana?"

"Kalo salah satu pemain sudah telanjang, maka dia kalah," jawab Bagas.

"Wahh! Seru itu!" balasku.

Aku dan Bagas kembali menebak kartu yang ada di hadapan kami. Di ronde kedua ini, aku kalah dari Bagas.

"Ayo, dilepas kaosnya Ci," ujar Bagas.

"Hehehe, iya," sahutku sembari melepas kaosku.

Aku dan Bagas lanjut ke ronde 3. 

"Yahh, kalah lagi," ucapku dengan agak kecewa.

Aku lepas celana pendekku dan aku taruh di sampingku. Sekarang hanya tersisa BH dan CD hitam di tubuhku. Bagas terlihat biasa saja menatap diriku yang setengah telanjang.

"Aku tidak akan kalah!" ujar Bagas seraya mengocok kartunya.

"Aku juga tidak akan kalah!" balasku.

Bagas menaruh 30 kartu di lantai, lalu kita mulai menebak lagi. Pertandingan yang alot ini berhasil dimenangkan oleh diriku. Bagas mengakui kekalahan dan dia melepas celananya. Sekarang kita berdua sama - sama setengah telanjang. Permainan kembali lanjut hingga kita berdua cuma mengenakan CD saja.

"Pertandingan final!" seru Bagas.

Bagas menaruh semua kartu di lantai. Aku dan Bagas bergiliran menebak warna dari kartu - kartu yang terbalik itu. Pada babak penentuan ini, aku berhasil meraih kemenangan tipis.

"Horee!!" seruku dengan riang. "Ayo ... lepas CD-nya."

"Oke, oke," sahut Bagas.

Aku melongo ketika melihat benda yang tersembunyi di balik CD-nya. "Besarnya," ucapku dalam hati.

"Aku mengaku kalah," kata Bagas dengan posisi berlutut.

"Hehehehe." Aku tertawa bangga.

Bagas kemudian beranjak dan berjalan ke luar kamar. Dia lalu kembali dengan membawakan dua gelas air putih.

"Kamu mau telanjang sampe kapan?" tanyaku.

"Sampai 1 jam kemudian," jawab Bagas, "itu aturan yang aku dan Bagus buat."

"Beruntung kalian normal semua," ujarku, "kalo salah satunya homo, bakal terjadi sesuatu yang wow."

"Hehehe, kita semua masih suka cewe," kata Bagas.

"Oh iya, kamu pernah main sama cewe?" tanyaku.

"Pernah," jawab Bagas, "dengan cewe yang pernah dibawa pulang sama Bagus."

"Cuma sekali?" tanyaku kembali.

"Iya," jawab Bagas.

Aku tersenyum menatapnya. Kemudian aku berdiri dan kupelorotkan CD-ku sampai ke bawah. Sekarang aku juga telanjang bulat, sama seperti Bagas.

"Kok CD-nya dilepas?" tanya Bagas.

Aku dekati pemuda polos itu, lalu aku duduk di sampingnya. "Kita main permainan yang lebih menarik yuk."

"Apa itu?" tanya Bagas.

"Pertama, kamu berbaring di ranjang dulu," ucapku.

Bagas menurut dan dia segera berbaring di ranjang. Aku kemudian naik ke atas ranjang dan duduk di sampingnya.

"Kamu pernah main 69?" tanyaku.

"Belum pernah," jawab Bagas.

"Tapi tahu apa itu 69?" tanyaku lagi.

"Jelas tau dong Ci," jawab Bagas, "aku pernah melihatnya di film porno."

"Kalo begitu, kita main 69 yuk," ajakku.

tiba - tiba, kontolnya Bagas mengacung dengan tegak. Aku tersenyum lebar melihat batang hitam tersebut mengacung dengan gagah. Aku kemudian memposisikan diriku menungging di atasnya Bagas. Aku turunkan pantatku agar Bagas dapat menjilati memekku. Aku genggam kontolnya Bagas, lalu aku kocok perlahan sambil aku jilati kepala kontolnya. Bagas mulai memainkan memekku dengan menyodok - nyodoknya dengan dua jarinya.

"Ahhh ... terusin say," desahku.

Kemudian, Bagas meremas kedua bongkahan pantatku, dilanjutkan dengan jilatan di bibir memekku.

"Akkhhh!!" Jilatan dari lidahnya Bagas membuatku merasa seperti disetrum.

Badanku merinding saking nikmatnya. Aku jadi kesulitan untuk menjilati kontolnya. Aku kemudian memasukkan setengah dari kontolnya Bagas ke dalam mulutku.

"Ouhhh ... Ci," lenguh Bagas.

Aku sedot - sedot kontolnya sambil aku maju-mundurkan mulutku. 3 menit kemudian, aku menghentikan aktivitasku mengoral kontolnya Bagas.

"Aku masukin ya," ucapku sambil menoleh ke belakang.

"Iya," sahut Bagas.

Aku lalu memposisikan memekku diatas kontolnya Bagas yang mengacung dengan gagah. Perlahan aku turunkan pinggulku. Kontolnya masuk secara perlahan ke dalam liang kenikmatanku.

"Ouuhhhh!" lenguhku saat setengah dari kontolnya Bagas memenuhi memekku.

Aku dorong pantatku dan kontol besarnya Bagas berhasil masuk semuanya ke dalam memekku.

"Ohhh ... sempit banget Ci," lenguh Bagas sembari memejamkan matanya.

Aku diamkan sejenak kontolnya Bagas. Memekku terasa sangat penuh. Setelah mulai terbiasa, aku mulai menggoyang pantatku.

"Toketku diremas juga dong," pintaku, "jangan diem aja!"

"Oh iya, hehehe," sahut Bagas.

Bagas meraih kedua toket besarku, lalu dia meremas - remasnya dengan kasar. Aku mendesah keenakan seperti seorang pelacur. Tidak lama kemudian, aku mendapatkan orgasme pertamaku. 

"Kontolmu enak banget," pujiku kepada Bagas.

"Makasih Ci," balasnya.

Aku lalu membalikkan badanku, dan aku lanjut menggoyang kontolnya dalam posisi reverse cowgirl. Aku naik-turunkan pantatku dengan tempo sedang. 

"Tampar pantatku Say," pintaku.

Bagas menuruti permintaanku dan dia mulai menampar - nampar pelan pantatku yang montok. Aku kembali mendesah keenakan. Sekitar 5 menit kemudian, Bagas menepuk - nepuk pinggulku.

Aku menoleh kepadanya. "Kenapa?" tanyaku.

"Aku mau keluar," ujar Bagas, " keluarin di mana?"

"Di dalam aja Say," jawabku.

Aku percepat genjotanku agar Bagas segera keluar. Beberapa detik kemudian, Bagas menyemburkan maninya yang hangat ke dalam rahimku. Aku cabut kontolnya dari memekku, kemudian aku ambil tisu dari tasku. 

"Kamar mandinya di mana?" tanyaku.

"Di belakang," jawab Bagas.

Aku berlari menuju ke kamar mandi sambil menutup memekku dengan tisu agar cairan spermanya Bagas tidak menetes ke lantai. Selesai membersihkan kelaminku, aku kembali ke kamar dan kami lanjut ngentot. Kali ini Bagas menggenjotku dengan gaya doggy.

"Ahh ... ahhh ... yes! Terusin Say," desahku.

Sambil menyodok memekku, Bagas juga meremas - remas pantatku. Kadang dia juga menampar bongkahan pantatku yang montok dan mulus.

"Remas toketku juga," ucapku.

"Oke Ci," sahut Bagas.

Bagas menggapai toketku yang berguncang hebat, lalu dia meremas - remasnya. 3 menit kemudian, Bagas mempercepat genjotannya.

"Kalo mau muncrat, keluarin di punggungku ya," ucapku.

"Oke Ci," sahut Bagas.

Tidak lama kemudian, Bagas mencabut kontolnya dari memekku, lalu dia semburkan maninya yang hangat di atas punggungku. Aku merasa puas sekali dengan kontolnya Bagas. Aku kemudian ke kamar mandi lagi untuk membersihkan punggungku. Setelahnya, aku tiduran bersama dengan Bagas, menunggu kedatangannya Bagus. Aku tidur menyamping di sebelah kanannya Bagas. Sambil tiduran, Bagas sesekali membelai toket dan memekku. Aku membalasnya dengan membelai dada dan kontolnya yang masih tertidur.

"Ini pertama kalinya aku merasakan seks yang sangat nikmat," kata Bagas seraya merangkulku.

"Aku juga puas dengan kontolmu," balasku.

Tidak lama kemudian, kami mendengar suara pintu dibuka.

"Aku pulang!" seru Bagus.

"Nah! Ini dia yang aku tunggu," kataku sambil beranjak dari rebahan.

Bagus masuk ke dalam kamar dan dia terkejut mendapati kami berdua telanjang bulat.

"Sudah berapa ronde?" tanya Bagus.

"Baru dua," jawabku.

"Masak baru dua?" kata Bagus, tidak percaya.

"Kita tadi main game dulu," kata Bagas sambil menunjuk permainannya yang masih berserakan di lantai.

"Owalah," ucap Bagus sembari mengangguk - angguk. "Kalau begitu, aku mandi dulu. Habis itu kita ngentot."

Bagus kemudian berjalan menuju ke kamar mandi. Aku lalu menindih tubuhnya Bagas.

"Sembari menunggu, kita main dulu yuk," ucapku.

Aku lumat bibirnya Bagas sembari meremas dadanya yang bidang. Bagas membalasnya dengan mengulum bibirku. Kami saling beradu lidah sambil saling meraba. Aku kemudian merasakan kalau kontolnya Bagas sudah mengeras.

"Aku masukin ya," ucapku seraya mengambil posisi WOT.

Dengan sekali dorongan, kontol besarnya masuk semua ke dalam memekku. Aku lalu mulai menggoyang pinggulku dengan tempo sedang. Bagas tidak tinggal diam. Dia meremas - remas toket besarku yang bulat dan masih kencang itu dengan agak kasar.

"Oh yeah ... kontolmu enak banget," ceracauku.

Tidak lama kemudian, Bagus muncul dengan hanya mengenakan handuk terlilit di pinggangnya.

"Wahh kampret! Malah main duluan," ucap Bagus.

"Nyicil dulu, hihihi," balasku.

Bagus melepas handuknya dan kontol besarnya mengacung dengan gagah. Dia lalu menjejalkan kontolnya ke dalam mulutku. Aku maju-mundurkan mulutku sambil aku sedot - sedot kontolnya. 2 menit kemudian, kami berganti posisi. Aku sekarang berbaring telentang, Bagas menyodok mulutku, dan Bagus menggenjot memekku. Ini pertama kalinya aku dientot dua kontol sekaligus. Rasanya sungguh nikmat sekali. Aku benar - benar dibuat mabuk oleh mereka berdua. Hanya dalam waktu singkat, aku mendapatkan orgasme. Memekku menyemburkan cairan yang sangat banyak seperti air mancur.

"Anjir! Squirt!" kata Bagus.

Bagas mencabut kontolnya dari mulutku dan memberiku ruang untuk menarik nafas dari mulutku. Aku beristirahat selama 1 menit, setelah itu aku mengambil posisi menungging.

"Ayo sini, entot aku lagi," kataku dengan ekspresi mesum.

"Oke!" sahut Bagus dan Bagas.

Bagas mengambil posisi dibelakangku, lalu dia sodokkan kontolnya ke dalam memekku. Bagus berlutut di depanku dan dia masukkan kontolnya ke dalam mulutku. Setiap kali Bagas mendorong masuk kontolnya, badanku terdorong ke depan, membuat mulutku seolah sedang menyetubuhi kontolnya Bagus. Aku pejamkan kedua mataku, menikmati sodokan - sodokan yang sangat nikmat ini.

"Memeknya jadi makin sempit," kata Bagas.

"Mulutnya anget. Bikin kontolku berkedut," ucap Bagus.

Bagus menikmati mulutku sambil meremas - remas kedua toketku, sementara Bagas sibuk meraba pinggul dan pantatku. 5 menit kemudian, mereka bertukar posisi. Bagus menyodok memekku, dan Bagas menyorongkan kontolnya ke dalam mulutku. Bagus menyodokku dengan cepat plok plok plok plok. Hanya dalam waktu 3 menit, aku kembali orgasme. Meski aku sudah keluar, mereka masih terus menggenjotku.

"Ahh! Aku mau keluar!" seru Bagus sambil mencabut kontolnya dari memekku.

Dia lalu semburkan maninya di atas punggungku. Sekarang tersisa Bagas yang masih menyodok mulutku. Semenit kemudian, Bagas menyemburkan spermanya ke dalam mulutku. Bagas mencabut kontolnya dari mulutku. Aku telan semua maninya. Bagus kemudian keluar dari kamar, dan dia kembali dengan membawakan 3 gelas air dingin. Kami bertiga meminumnya sampai habis.

"Ci, mau tanya," kata Bagus seraya duduk di sampingku.

"Tanya apa?" Aku penasaran.

"Pernah anal gak?" tanya Bagus.

"Kamu pengen ngentot pantatku?" tanyaku sembari menatap tajam si Bagus.

"Hehehe, iya," jawab Bagus cengengesan.

Aku memang pernah melihat film porno yang ada anal sex-nya, tetapi aku belum pernah mencobanya. Kalau dari cerita di sosmed, banyak yang bilang awalnya sakit, tapi setelah itu terasa sangat nikmat.

"Oke deh, tapi pelan - pelan ya," kataku.

Bagas kemudian mengambil posisi berbaring dengan kontol mengacung.

"Ngapain kamu?" tanya Bagus.

"Masak cuma kamu aja yang main," kata Bagas, "mumpung kamu mau ngentot boolnya Ci Vania, memeknya mau aku pake."

"Oh iya, bener juga," ucap Bagus, "masak memeknya dibiarin nganggur."

"Dasar kalian ini!" kataku sambil tersenyum.

Aku lalu mengambil posisi berlutut di atas kontolnya Bagas. Dengan sekali dorongan, benda besar hitam tersebut masuk dengan mudahnya ke dalam liang senggamaku. Bagus kemudian mendorong punggungku ke depan, lalu dia oleskan sebuah cairan pelumas di belahan anusku. Aku lalu merasakan sebuah benda tumpul berada di belahan pantatku. Kontol besarnya Bagus mulai menyentuh lubang anusku. Bagus mendorongnya secara perlahan dan kepalanya masuk perlahan ke dalam anusku. Aku meringis menahan sakit saat sebuah benda besar masuk ke dalam pantatku.

"Gila! Boolnya sempit banget!" seru Bagus.

"Pelan - pelan masukinnya," pintaku, masih menahan sakit.

Bagus terus mendorong kontolnya hingga masuk semuanya ke dalam lubang pantatku. Selangkanganku terasa sangat penuh, dijejali dua kontol sekaligus. Aku pernah melihat hal ini di film porno. Namanya adalah Double Penetration. Siapa yang menyangka aku akhirnya bisa merasakannya sendiri. Bagus masih mendiamkan kontolnya di dalam anusku. Kedua tanganku bergetar akibat perasaan nikmat ini. Anusku yang tadi terasa sakit, sekarang mulai bisa menerima kontol besarnya Bagus. Rasanya sungguh nikmat sekali. Bagus menarik kontolnya secara perlahan, lalu dia dorong masuk lagi. Dia mengulanginya terus sampai aku mulai mendesah keenakan.

"Ohh yeah, enak banget," lenguhku.

Bagas dan Bagus memompa kedua lubangku seperti sebuah piston mesin. Aku kesulitan bergoyang karena rasa nikmat yang luar biasa ini. Bagas mengenyot kedua toketku, sedangkan Bagus memegangi pinggulku. Selama 10 menit di-DP, aku sudah mendapatkan 2 orgasme. Aku benar - benar dibuat melayang oleh kedua pemuda ini. Tidak lama kemudian, Bagas meremas kuat pahaku.

"Aku mau keluar Ci," kata Bagas.

Aku lalu melirik ke belakang. "Bagus, cabut dulu kontolmu! Bagas mau muncrat."

Bagus segera mencabut kontolnya dari pantatku, kemudian aku segera berdiri dan mengocok kontolnya Bagas. Tidak pakai lama, Bagas menyemburkan maninya dalam jumlah banyak. Sebagian mengenai wajahku. Bagas terengah - engah dengan ekspresi puas. Dari belakang, Bagus memposisikan diriku menungging, lalu dia kembali menyodok pantatku.

"Ahhhhh!" Aku mendesah panjang saat sebuah benda besar berurat masuk ke dalam anusku.

Bagus kemudian menggenjot lubang pantatku dengan tempo sedang. Aku mendesah keenakan disodok dengan kontol besarnya Bagus. Tidak pakai lama, Bagus menyemburkan spermanya di dalam pantatku. Liang analku terasa hangat. Aku lalu ambruk di atas kasurnya Bagas. 

"Selamat ya, kamu sudah mengambil keperawanan analku," kataku kepada Bagus.

"Hehehehe." Bagus tertawa kecil.

Aku beristirahat dengan badan telungkup selama beberapa menit. Setelah energiku pulih sedikit, aku menuju ke kamar mandi untuk bilas. Selesai bilas, aku kenakan kembali pakaianku.

"Ci, kalo misal malming gak tau mau ke mana, nginep aja di tempat kami," usul Bagus yang masih telanjang.

"Emang gapapa? Kalo ketahuan warga gimana?" tanyaku.

"Santai aja. Di sini warganya cuek dengan sebelahnya," jawab Bagus, "mereka baru peduli kalo misal ada yang meninggal atau sakit parah."

"Hmph ... aku pikir - pikir dulu," ucapku.

Setelahnya, aku berpamitan untuk kembali ke rumah. Hari ini sungguh menyenangkan sekali. Aku bisa merasakan DP dan anal sex untuk pertama kalinya.

Bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar