Selasa, 17 September 2024

Cerita Seks Mamaku Dientot oleh Tukang Parkir

Hari ini, mamaku diundang untuk menghadiri pembukaan kafe bintang 3 milik temannya. Mama memintaku untuk menjadi supir, karena kebetulan aku sedang libur sekolah dan supir kami sedang mengantar papa ke acara meeting perusahaan.

"Kita nanti dapet diskon 60% all menu lhoo," kata mama.

"Paling ada syarat dan ketentuannya," ucapku dengan nada bodo amat.

"Ndak lahh, kan yang punya temen baiknya mama," sanggah mama.

"Ohh, oke deh," ucapku singkat.

Aku menuju ke garasi untuk menyiapkan mobil. Kemudian, mama datang dan menungguku di luar pinte gerbang. 

"Ayo masuk," ucapku kepada mama.

Mama masuk ke dalam mobil, lalu kuparkir sebentar di luar, karena aku mau menutup pintu gerbang rumah kita. Karena tempatnya tidak begitu jauh, jadi perjalanan hanya membutuhkan waktu 10 menit saja. Sesampai di lokasi tujuan, suasana tempat parkir ramai penuh dengan mobil.

"Ini yang punya kafe, orang terkenal, kah? Kok rame banget," tanyaku.

"Dia punya banyak kolega, kenalan dan klien," jawab mama, "belum termasuk teman - temannya."

Ketika sedang mencoba mencari tempat parkir, aku baru menyadari tidak ada tukang parkir disini. Beruntung mobil kita ada kamera belakang, jadi aku tidak kesulitan untuk melihat bagian belakang. Mama terlebih dahulu keluar, meninggalkan diriku yang masih memarkirkan mobil. Selesai parkir mobil, aku segera menuju ke kafe baru itu. Sudah ada banyak orang di dalam, dan mereka semua terlihat seperti orang - orang dari kalangan atas. Aku celingak - celinguk mencoba mencari mamaku.

"Mamaku kemana sih?" kataku dalam hati.

Karena gak berhasil menemukan mamaku, aku lalu memutuskan cari tempat duduk. Aku melihat sebuah meja kosong, dan aku segera mendudukinya. Beberapa saat kemudian, seorang wanita dengan gaun merah mendatangi mejaku.

"Sebelahmu kosong?" tanyanya dengan lembut.

"I-iya," jawabku dengan agak salah tingkah.

Wanita tersebut memiliki wajah yang cantik dengan kulit yang mulus. Tubuhnya juga memiliki lekuk - lekuk yang sempurna. Ketika dia duduk di sampingku, aku bisa mencium bau parfumnya yang harum.

"Kamu kesini sama siapa?" tanya wanita itu.

"Sama mamaku," jawabku.

"Ohh, yang mana?" tanyanya lagi.

"Aku gak tau dimana dia sekarang. Tau - tau ilang begitu saja," jawabku.

"Mungkin diantara para tamu yang berkumpul disana," ujar wanita seksi itu sambil menunjuk ke arah depan.

"Ohh yaa, namaku Tom," kataku seraya mengulurkan tangan kepada wanita itu.

"Halo Tom, namaku Feny," ucapnya sambil menerima uluran tangannya.

"Salam kenal juga. Kamu kesini sama siapa?" tanyaku.

"Aku kesini sendirian," jawab Feny, "kebetulan suamiku sedang sibuk, dan anak - anakku gak mau aku ajak."

Aku terkejut ketika Feny mengatakan kalau dia sudah punya suami dan anak. Aku kira dia masih gadis.

"Kenapa? Kamu kaget yaa pas aku bilang udah punya suami sama anak - anak?" kata Feny dengan tawa renyah, "kamu pasti ngira aku masih di kisaran 20-an, iya kan?"

"Ummm ... i-iya," ucapku.

"Gini - gini, aku udah tante - tante lhoo," ujar tante Feny.

"Wihhh, jujur tante bener - bener terlihat awet muda lhoo," kataku memujinya.

"Wahh, makasih lhoo yaa," ucap tante Feny dengan wajah ceria.

Tidak lama kemudian, sang empunya kafe meminta para tamu untuk berkumpul untuk menyaksikan grand opening dari kafe miliknya.

"Paling pemotongan pita merah," ujarku.

"Atau mungkin pakai pita warna lain," kata tante Feny. 

Di depan pintu masuk, dua orang pria memasang pita warna pink, lalu sang owner berdiri di depannya sambil membawa sebuah gunting besar. 

"Heh!? Pake pita pink," kataku dengan mata terbelalak.

"Biar kelihatan lebih berbeda," ujar tante feny.

Dari tempat aku berdiri, aku akhirnya bisa menemukan mamaku, yang sedang asik mengobrol dengan teman - temannya.

"Para hadirin sekalian! Dengan ini, kafe **** telah resmi dibuka!" seru si owner seraya menggunting pita pink yang terpasang di pintu masuk.

Seketika, suara tepuk tangan menyelimuti tempat ini, diiringi dengan suara petasan yang biasa ada di pesta ulang tahun. Para hadirin kemudian diminta untuk mengambil makanan yang telah disediakan di sebuah meja panjang.

"Kita nunggu agak sepi aja yaa," kata tante Feny sembari memegangi lenganku.

"Okee deh," sahutku. 

Aku dan tante Feny duduk di salah satu meja yang kosong. Aku terus memperhatikan mama yang saat ini sedang mengambil makanan yang dihidangkan secara prasmanan.

"Kamu sedang memperhatikan siapa?" tanya tante Feny.

"Mamaku," jawabku.

"Yang mana? Tante penasaran," katanya.

Aku menunjuk ke arahnya, dan tante Feny menunjukkan ekspresi kagum.

"Itu mamamu? Yang pake dress hitam? Cantik banget," kata tante Feny.

"Padahal udah 43 tahun lhoo," ucapku.

"1 tahun lebih muda dari tante dong," kata tante Feny.

"Ohh, Tante 44 yaa?" kataku.

"Iyapp. Tante udah tua," ucap tante Feny.

"Gak lahh, masih muda itu," kataku.

"Bisa aja kamu hihihihi," ujar tante Feny dengan tawa kecil.

Setelah agak sepi, kami berdua mendatangi meja prasmanan dan mengambil makanan yang ingin kami cicipi. Aku mengambil salmon panggang, sup asparagus, dan sate ayam. 

"Kamu cuma ambil itu?" tanya tante Feny.

"Sisanya nyusul hehehe," jawabku.

Kami kembali duduk bersama dan menyantap hidangan lezat yang kita ambil tadi.

"Bentar, aku jadi ingat sesuatu," kataku, "katanya all menu diskon 60%. Yang kita ambil ini jangan - jangan menu yang di-diskon 60%?"

"Beda. Kalo ini jamuan dari si owner," jawab tante Feny, "kalo kamu datang ke kasir, kamu bisa pesan sesuatu dengan diskon 60%."

"Ohh begitu," kataku mangut - mangut.

"Kamu pengen apa? Tante yang traktir," kata tante Feny.

"Makasih Tante, tapi jangan deh. Aku bayar sendiri aja misal aku pengen seuatu," kataku dengan ramah.

"Gapapa, santai aja," ucap tante Feny sembari menepuk bahuku dengan lembut.

"Aduh, malah ngerepotin Tante," ucapku sambil garuk - garuk kepala.

"Hihihihi, gapapa. Nanti kita pesan sesuatu habis selesai makan," kata tante Feny.

Aku merespon dengan mengangguk, kemudian kita lanjut makan sampai makanan yang ada di piring kita habis. Aku sesekali mengamati mamaku yang terlihat masih asik mengobrol dengan teman - temannya. Mama samak sekali tidak mencoba mencariku, malah asik sendiri, dasar!

"Yuk cari minum atau camilan," ajak tante Feny.

"Okee," sahutku.

Saat tiba di depan meja kasir, aku dan tante Feny melihat - lihat menu yang tersaji di dinding. Tante Feny memilih menu kopi, sementara aku masih belum yakin mau memilih apa.

"Aku pesan milkshake aja," kataku.

Tante Feny lalu membayar minuman kami berdua, setelah itu kita kembali ke meja. Aku menyempatkan diri melirik ke arahnya mama yang masih asik mengobrol dengan teman - temannya, termasuk dengan owner dari kafe ini.

"Kamu gak mau ambil makanan lagi?" tanya tante Feny.

"Habis ini Tante," jawabku.

"Kamu masih muda, harus makan banyak, biar kuat hihihi," ucap tante Feny.

"Hehehehe, okee Tante," sahutku sambil mengacungkan jempol.

Aku lalu beranjak untuk makan di ronde kedua. Aku mengambil hidangan yang belum aku cicipi, setelahnya aku kembali sembari membawakan es krim untuk tante Feny. 

"Wihh, makasih yaa," ucap tante Feny.

Ketika sedang makan, aku melihat mama beranjak berdiri lalu berjalan menuju ke pintu masuk. Aku malah menjadi penasaran kenapa mama berjalan ke luar. Aku kemudian beranjak berdiri dan meninggalkan makananku yang belum habis.

"Mau kemana?" tanya tante Feny.

"Mau liat mamaku bentar," jawabku.

Tante Feny kemudian beranjak dan mengikuti aku.

"Tante ngapain ikut aku?" tanyaku.

"Nemenin kamu hihihi," jawab tante Feny.

Aku keluar dari kafe dan menatap kiri-kanan mencari mamaku. Aku melihat beberapa tamu berada di luar untuk sekedar mengobrol atau merokok. Aku kemudian melihat mamaku yang sedang membuka HP.

"Nah itu dia. Tapi kenapa cuma buka HP sampai harus keluar?" kataku.

"Mungkin bukan sekedar buka HP," celetuk tante Feny.

Mama kemudian menaruh HP-nya di telinga kiri, kemudian kulihat mulutnya mulai bergerak. Ternyata mama sedang menelepon seseorang.

"Bener kan apa kata tante," ujar tante Feny seraya melirikku dengan senyum menggoda, "ndak mungkin keluar cuma buka HP doang."

"Yaa maaf Tante, saya masih belum berpengalaman," kataku sambil menempelkan kedua telapak tanganku.

Ketika aku akan melangkah kembali ke dalam kafe, aku melihat ada seseorang yang mendekati mama. Orang tersebut memakai kaos oblong dan celana jeans. Dari gaya pakaiannya, dia sudah jelas bukan tamu dari acara pembukaan kafe ini.

"Ehh!? Siapa tuh orang?" kataku.

"Mencurigakan. Kita amati lebih dekat yuk," ajak tante Feny.

Aku dan tante Feny mendekat untuk melihat lebih dekat sosok pemuda itu. Mama sepertinya mengetahui ada pemuda yang mendekatinya, tetapi dia tidak menghiraukannya. Selesai bertelepon, pemuda itu membuka obrolan.

"Kok menyendiri disini Ci?" tanya pemuda itu.

"Aku habis telponan sama temenku," jawab mama.

"Kok ndak di dalem aja telponannya? Terganggu sama berisiknya yaa?" ucap pemuda itu senyum - senyum.

"Iyaa hehehe," jawab mama.

Kalau kuperhatikan, mama terlihat santai mengobrol dengan pemuda yang penampilannya lusuh itu.

"Kenalin Ci, nama saya Bagus," ucap pemuda itu seraya mengulurkan tangannya.

"Halo, aku Vania," kata mama membalas uluran tangannya si pemuda lusuh itu.

"Kok mamamu santai banget memperkenalkan dirinya?" bisik tante Feny.

"Aku juga gak tau," ucapku.

"Kesini datang sendiri atau sama pacar?" tanya Bagus.

"Aku datang sama anakku," jawab mama.

"Anak?? Ci Vania udah punya anak?" kata Bagus dengan ekspresi terkejut.

"Iyaa. Emang kenapa?" tanya mama dengan senyum penasaran.

"Aku ngiranya Ci Vania masih gadis," kata Bagus.

"Hahahaha, padahal aku udah kepala 4," ucap mama.

"Seriusan??" kata Bagus dengan ekspresi terkejut, "gilaa ... awet muda banget."

Mama menanggapinya dengan tawa kecil.

"Ummm ... Ci vania mau balik ke dalam lagi atau masih mau di luar?" tanya Bagus.

"Hmmm ... emang kenapa?" tanya balik mama.

"Mau ngobrol lebih lama sama Cici," jawab pemuda lusuh itu.

"Berani juga tuh anak," kata tante Feny.

"Ngapain coba ngajakin ngobrol mamaku," ucapku dengan tatapan penuh curiga.

Mama mengangguk dengan senyum, lalu dia berjalan mengikuti Bagus menuju ke meja yang terletak di pinggiran area parkir kafe. Aku dan tante Feny mengikuti sambil mengendap - endap. Mama dan si pemuda lusuh itu lalu duduk bersebelahan dan mereka lanjut mengobrol lagi. Karena jarak kita dengan mama agak jauh, ditambah mereka mengobrol dengan volume kecil, aku dan tante Feny kesulitan untuk menguping obrolan mereka.

"Suaranya samar - samar," bisikku kepada tante Feny.

"Iyaa," sahut tante Feny.

"Kalo misal kita mendekat, bisa - bisa kita ketahuan," bisikku.

"Brarti gak ada pilihan lain, selain bersembunyi disini, mengawasi mamamu," ucap tante Feny.

Aku bisa melihat dengan jelas mama dan Bagus mengobrol sambil ketawa - ketiwi. Aku benar - benar penasaran apa yang mereka obrolkan. Tidak lama kemudian, Bagus sedikit membungkuk, lalu dia berdiri dengan memegang sebuah botol minum. 

"Ngapain dia ngambil botol minum?" kataku dalam hati.

Bagus lalu meminumnya sendiri dan mengembalikan botol minumnya ke bawah meja. Mama kulihat tertawa kecil menatap pemuda lusuh itu.

"Kayaknya obrolan mereka seru deh," bisik tante Feny.

Aku kembali dibuat penasaran saat melihat mama mulai menepuk pelan bahunya Bagus. Mereka sepertinya saling bertukar candaan.

"Sepertinya aku merasa ada yang janggal," bisik tante Feny.

"Kok bisa?" tanyaku dengan suara pelan.

"Sulit untuk dijelasin sih. Tapi aku yakin nanti kamu paham," jawab tante Feny.

Kemudian, Bagus berbisik ke telinga kirinya mama. Mama kulihat tersenyum diikuti dengan tawa renyah. Setelahnya, mama dan Bagus berdiri, lalu berjalan menuju ke luar area parkir kafe.

"Lahh!? Mau kemana mereka?" kataku.

"Ayo kita ikuti," ucap tante Feny.

Aku dan tante Feny berjalan perlahan mengikuti mama dan Bagus dari belakang. Mereka berdua berjalan mengarah ke sebuah gang kampung yang ada di sebelah kanan kafe. Mama dan Bagus berjalan masuk ke dalam gang yang sepi itu, lalu mereka berbelok ke kiri, menuju ke gang yang jauh lebih sempit lagi.

"Waduh, kok aku jadi mikir yang enggak - enggak yaa," kataku dalam hati.

Aku lihat mereka menuju ke sebuah bangunan kecil berbentuk kotak, mungkin toilet atau gudang kecil. Aku hanya bisa melongo saat mereka masuk berdua ke dalam bangunan kecil itu.

"Ehh, ayo kita cari ventilasi buat ngintip," ajak tante Feny seraya menarik tanganku.

Dengan langkah yang senyap, kami berdua berjalan menuju ke belakang bangunan itu untuk mencari celah buat mengintip. Aku dan tante Feny menemukan sebuah ventilasi berbentuk belah ketupat, tapi karena letaknya di atas, jadi aku mencari kotak atau karung, supaya aku bisa menggapai ventilasi tersebut.

"Itu ada kotak yang lumayan tinggi," kata tante Feny menunjuk ke arah samping kananku.

Aku dengan gesit mengambil kotak itu, lalu kutaruh di posisi yang tepat. Aku dan tante Feny lalu naik ke atasnya, dan mengarahkan tatapan mata kita ke ventilasi tersebut. Aku begitu syok ketika melihat apa yang ada di balik ventilasi bangunan ini. Aku bisa melihat dengan jelas Bagus dan mama saling bertatapan, dan si pemuda lusuh itu sedang meraba - raba pinggulnya mama yang masih tertutup gaun hitamnya.

"Wihh, pinggulnya Cici kayak gitar aja hehehehe," ucap Bagus.

"Bisa aja kamu hihihi," balas mama.

"Aku jadi penasaran pengen liat secara langsung muehehehe," kata Bagus.

"Liat apaan?" tanya mama dengan nada menggoda.

"Liat pinggulnya Cici yang gak ketutup baju," jawab Bagus.

"Yakin cuma pinggul doang? Hihihihi," ucap mama.

"Wihhh, beneran Ci Vania mau nunjukkin?" tanya Bagus dengan ekspresi girang.

Tanpa banyak bicara, mama melorotkan gaun hitamnya hingga jatuh ke lantai. Aku nyaris tidak percaya melihat mamaku sendiri melepas gaunnya di depan seorang pemuda yang baru dikenalnya. Sekarang ini, mama berdiri di depannya Bagus dengan hanya mengenakan Bra hitam tanpa tali dan CD yang juga berwarna hitam.

"Wuiiihhhh! Ci Vania seksi banget lhoo," puji Bagus.

"Hihihihi, bisa aja kamu," ucap mama dengan nada centil, "nah sekarang giliranmu."

"Giliran apa yaa?" tanya Bagus.

"Yaa giliranmu buka baju lahh! Masak cuma aku doang," kata mama.

"Ohh, Cici mau liat kontolku yang perkasa yaaa hehehe," ujar Bagus.

"Emang se-perkasa apa?" tanya mama dengan nada centil.

Aku hanya bisa menghela nafas mendengar ucapannya mama barusan. Apa memang mamaku se-mesum itu? Bagus kemudian melepas kaos dan celana jeans lusuhnya, diikuti dengan CD-nya. Mama terlihat terpukau saat melihat tubuh telanjangnya Bagus. Aku bisa melihat penisnya yang perlahan membesar dan mengacung ke arahnya mama.

"Dipegang dong Ci," pinta Bagus.

"Apanya yang dipegang?" tanya mama dengan nada menggoda.

"Kontolku lahh," jawab Bagus.

Mama mengarahkan tangannya ke penis pemuda lusuh itu, lalu dia merabanya dengan perlahan. Kemudian mama menggenggam penis besar itu, dan mulai melakukan gerakan mengocok.

"Gak kamu rekam?" bisik tante Feny.

Aku baru sadar kalau tante Feny turut menyaksikan adegan mesum dari mamaku itu. Aku tidak tau mau merespon apa dan memilih lanjut melihat kelakuan mesum mamaku.

"Ci, mau kulum kontolku gak?" tanya Bagus dengan ekspresi berharap.

"Hmmm ... boleh," jawab mama.

Mama kemudian berjongkok dengan melebarkan pahanya, kemudian dia mengocok penisnya Bagus dengan tempo pelan nan lembut. Penisku mengeras dengan maksimal ketika melihat mamaku memasukkan penis besarnya Bagus ke dalam mulutnya. 

"Kok cuma sebagian? Masukin semua dong Ci," pinta Bagus.

Mama melepas kulumannya dan berkata, "Kontolmu kepanjangan. Cuma sepertiganya saja yang bisa aku masukin.

"Yahhh ... padahal bakal asik banget kalo masuk semuanya," ucap Bagus.

"Aku coba pelan - pelan deh," kata mama.

Mama kembali memasukkan penisnya Bagus secara perlahan. Kulihat dia kesulitan memasukkan seluruh penis dari pemuda itu.

"Ci Vania kayaknya perlu banyak berlatih ini hehehehe," kata Bagus.

Mama kemudian memaju-mundurkan mulutnya seperti seorang bintang porno profesional. Aku hanya bisa melongo melihat realita yang ada di depanku. Tidak kusangka mamaku ternyata punya talent seperti itu.

"Ouhhh yeahh, enak banget Ci," lenguh Bagus.

Sambil memaju-mundurkan mulutnya, mama juga memainkan kedua biji pelirnya Bagus. Karena keenakan, Bagus sampai memegangi kepalanya mama dan mendorong - dorongnya agar masuk makin dalam. Setelah lewat sekitar 2 menit, Bagus mencabut penisnya dari mulutnya mama.

"Ehh Ci, dilepas dong BH sama CD-nya. Biar makin seksi hehehe," kata Bagus.

Mama kemudian bangkit berdiri, lalu dia melepas BH-nya, lalu diikuti dengan CD-nya. Celanaku terasa begitu sesak ketika aku melihat mamaku telanjang di depan seorang pemuda lusuh yang entah muncul dari mana.

"Gilaa! Seksi banget! Bener - bener dapet jackpot aku malam ini," kata Bagus dengan riang.

"Sekarang kamu mau apa?" tanya mama dengan nada centil.

"Ngentot lahh Ci," jawab Bagus dengan frontal.

"Hihihihi, sudah kuduga," kata mama, "tapi sebelum itu, yuk kita pelukan sambil ciuman."

"Boleh banget," sahut Bagus.

Mama dan Bagus saling mendekat kemudian mereka berciuman dengan mesra. Mereka saling rangkul - rangkulan, dengan si Bagus meraba - raba punggung mulusnya mama, dan mama asik meraba pinggangnya Bagus. Perasaanku benar - benar campur aduk, antara marah karena mama selingkuh dengan cowo random, dan horny karena melihat pemandangan yang begitu erotis, dimana mamaku yang seksi dan berkulit putih, berpelukan sambil ciuman dengan seorang cowo yang berkulit gelap. Bagus kemudian menurunkan tanganya dan sekarang dia meremas - remas pantat mamaku yang montok. Tidak mau kalah, mama juga turut meremas pantat hitamnya Bagus. Aku iseng melirik ke tante Feny, dan kulihat dia sedikit salah tingkah, sepertinya tante Feny juga terangsang melihat pertunjukan mesum yang dilakukan oleh mamaku dan pemuda lusuh itu. Tidak berselang lama, Bagus melepas kulumannya, lalu dia beralih mengulum kedua payudaranya mama yang berukuran besar.

"Toketnya Cici empuk, kenceng, besar pula," puji Bagus.

"Ahhh ... iyaa, terusin say," desah mama.

Jilatannya Bagus kemudian turun ke perut mulusnya mama. Tangannya mengelus - elus area samping perutnya mama.

"Ouhhh ... terusin yang," lenguh mama.

Tangan kanannya Bagus sekarang mendarat di vaginanya mama yang tidak berambut sama sekali.

"Gilee! Memekmu gak berjembut yaa!" ucap Bagus dengan ekspresi girang.

"Kamu gak suka memek gundul yaa?" tanya mama dengan centil.

"Suka - suka aja sih Ci," jawab Bagus.

"Yaa udah, sekarang kamu mainin memekku yaa," kata mama.

Aku hanya bisa tertunduk dengan ekspresi campur aduk saat mendengar mamaku mengucapkan sesuatu yang cabul seperti itu. Bagus kulihat mulai memainkan vaginanya mama dengan jari tangannya. Permainan jarinya sukses membuat mamaku bergetar.

"Ohhh ... kamu bikin memekku makin becek ...," lenguh mama.

Kemudian, Bagus mulai menggunakan lidahnya untuk membuat vaginanya mama kian becek. 

"Nahh, ini udah bukan becek lagi. Ini udah banjir hehehehe," kata Bagus.

"Kalo gitu, ayo entotin aku," ucap mama.

"Bentar, aku masih mau main - main dulu," ujar Bagus.

Si pemuda lusuh itu bangkit berdiri, kemudian dia membalik badannya mama, setelah itu dia dempetkan badannya ke tubuhnya mama. Bagus kemudian menggesek - gesekkan penisnya di belahan pantatnya mama.

"Ouhh yeahh, kontolmu besar banget ...," lenguh mama dengan ekspresi merem-melek.

Tangan kanannya Bagus lalu mendarat di vaginanya mama, dan tangan kirinya meremas - remas payudara kirinya mama. Aku kian merinding saat melihat mama membantu Bagus dengan tangan kirinya mendarat di atas tangan kirinya Bagus, ikut meremas payudaranya sendiri, dan tangan kanannya berada di atas tangan kanannya Bagus yang sedang mengorek - ngorek vaginanya.

"Ahhh ... ohhh ... yeahhh ...," desah mama dengan ekspresi mesum.

"Udah siap dientot, Ci?" tanya Bagus.

"Siap banget dong hihihi," jawab mama.

Bagus memegang bahunya mama, lalu mendorongnya menuju ke meja berdebu yang ada di depan mereka. Mama kemudian meletakkan kedua telapak tangannya di atas meja, lalu dia sedikit membungkukkan punggungnya. Bagus mengocok perlahan penisnya, kemudian dia tarik pinggulnya mama, membuat dia jadi lebih membungkuk lagi. Bagus membuka belahan pantatnya mama, lalu dia gelitiki dengan jari - jarinya.

"Ahhh ... kamu bikin aku makin horny say," kata mama.

"Hehehe, sekarang lebarin pahanya dong Ci," ucap Bagus.

Mama nurut begitu saja dengan permintaan dari si pemuda lusuh itu. Dia melebarkan pahanya, memamerkan vaginanya kepada Bagus.

"Hehehehe, aku masukin yaa Ci," kata Bagus.

Penisku mencapai tingkat ngaceng tertinggi ketika aku melihat penisnya Bagus perlahan masuk ke dalam liang senggamanya mama.

"Uhhhh ... anjing!! Sempit banget memeknya Cici!" seru Bagus.

"Ahhhh ... kontolmu bikin perutku terasa penuh," ujar mama.

Bagus kemudian melakukan gerakan maju-mundur dengan penuh semangat plokk plok plok. Penisku berkedut mendengar suara dari pahanya Bagus yang berbenturan dengan bongkahan pantatnya mama. Aku melirik ke sampingku, dan kulihat tante Feny juga turut menikmati pertunjukan mesum yang ada di dalam ruangan ini. Bagus menarik kembali pinggulnya mama ke belakang, lalu kedua tangannya ke depan, menggapai kedua payudaranya mama yang sedari tadi berguncang hebat, lalu dia meremas - remas kedua bongkahan lemak itu. Aku kemudian turun dari kotak dimana aku berdiri, menyudahi kegiatan menonton mamaku yang sedang disetubuhi itu. Tante Feny juga ikut turun bersamaku, lalu dia menghampiriku.

"Kenapa? Kamu sudah gak tahan yaa?" tanyanya dengan nada centil.

"Lebih tepatnya udah gak kuat," jawabku sambil menepuk dahiku.

"Brarti kamu gak mau lanjut nonton?" tanya tante Feny.

Aku hanya menjawabnya dengan menggelengkan kepala. Tante Feny kemudian mendorong badanku untuk keluar dari area ini. Saat berjalan melewati bagian depan dari bangunan kecil itu, aku sempat meliriknya, dan aku baru menyadari kalau bangunan itu mungkin kedap suara, karena tidak ada suara yang terdengar sama sekali dari dalam. 

"Yuk, tante ajak ke tempat yang bagus," ucap tante Feny.

Aku hanya mengangguk dengan kepala yang dipenuhi dengan pikiran. Tante Feny membawaku kembali ke kafe, tapi dia tidak mengajakku masuk ke dalam, melainkan dia membawaku ke area belakang kafe.

"Kita kesini mau ngapain Tante?" tanyaku bingung.

"Mau menghibur temennya Tante yang baru saja melihat mamanya dientot sama pemuda random," jawab tante Feny.

Aku berpaling menatap ke arah kiri dengan ekspresi agak kesal. Kemudian, aku merasakan sentuhan lembut di area selangkanganku, dan hal tersebut membuatku kaget.

"Ehh!? Tante ngapain?" tanyaku.

"Kan udah kubilang, menghibur temennya tante," jawab tante Feny dengan suara yang lembut.

"Tapi ... masak menghiburnya gini?" tanyaku yang salah tingkah akibat penisku dielus - elus sama tante Feny.

"Sudah, kamu diam aja dan biarkan tante ngasih hiburan buat kamu," bisik tante Feny dengan nada menggoda.

Tante Feny kemudian melepas kancing dan retsleting celanaku. Saat dia mau menurunkannya, aku mencegahnya.

"Kenapa?" tanya tante Feny.

"Aku malu Tante," ucapku lirih.

Tante Feny lalu tersenyum menyeringai menatapku.

"Kamu masih perjaka yaa?" bisik tante Feny.

"I-iya," jawabku dengan terbata - bata.

"Jangan bilang kamu belum punya pacar," ucap tante Feny.

Aku menggelengkan kepala. "Belum."

"Yahhh, kalo gitu, hiburannya cuma bisa terbatas aja," kata tante Feny.

"Hah?? Emang kenapa?" tanyaku penasaran.

"Karena kamu masih perjaka. Dan seorang perjaka harus mendapatkan sesuatu yang berkesan," kata tante Feny.

"Berkesan?" Aku masih bingung dengan perkataannya tante Feny.

Tante Feny lalu mendekatkan mulutnya ke telingaku. "Sebelum itu, kamu gak masalah kalo misal keperjakaanmu tante ambil?"

"Ehhh!? Maksud Tante ... seks?" tanyaku dengan gemetar.

"Yaa iyalah, masak lompat tali!" jawab tante Feny dengan gemas.

"Tapi ... Tante kan udah punya suami dan anak," kataku.

"Lhaa emangnya mamamu enggak?" kata tante Feny, "gimana, mau gak? Kalo mau, nanti tante kasih pengalaman yang tak terlupakan buat kamu."

Aku masih menimbang - nimbang apakah akan kujawab iya atau tidak. Di satu sisi, ini akan jadi pengalaman yang tak terlupakan. Kapan lagi bisa ngeseks sama tante - tante yang punya body seksi dan wajah yang cantik awet muda. Di sisi lain, aku masih agak keberatan membiarkan keperjakaanku diambil sama tante - tante.

"Kok lama banget mikirnya? Ndak usah malu - malu hihihihi," ujar tante Feny.

"Ummm ... oke dehh," kataku.

Aku akhirnya menyanggupi, meski masih ada keraguan.

"Sippp! Tante minta nomermu dong," ucap tante Feny.

Aku mengeluarkan HP-ku dan memberikan nomerku kepadanya. Tante Feny lalu mengirimkan pesan 'test' kepadaku.

"Nah itu nomernya tante. Kamu simpan yaa," kata tante Feny, "besok tante hubungi kamu."

"Oke deh Tante," sahutku.

"Sebagai permulaan, kamu boleh meraba - raba dada, perut dan pinggul tante," kata tante Feny.

Kedua mataku melebar diikuti dengan tanganku yang bergetar bergerak ke depan.

"Gak usah ragu," ucap tante Feny yang menggenggam tangaku dan mengarahkannya ke payudara kanannya.

"Wow ... empuk," kataku.

"Sekarang, remas," perintah tante Feny.

Ini pertama kalinya aku memegang payudara seorang wanita, jadinya aku masih gugup dan meremasnya dengan pelan.

"Yang agak keras dong!" ucap tante Feny.

Aku menurutinya dan mulai meremasnya dengan agak keras. Tanpa kusadari, tangan kananku mulai meremas payudara kirinya.

"Ohh yaa, terusin say," lenguh tante Feny.

Aku lalu menurunkan tangan kiriku untuk meraba perutnya yang masih tertutup gaunnya. Kemudian aku lanjut meraba pinggulnya yang seksi. 5 menit lamanya aku berbuat mesum dengan tante Feny.

"Okee, cukup yaa buat hari ini. Besok kamu bisa make tubuhnya tante sepuasmu," kata tante Feny.

"Umm .. okee," sahutku.

Kita lalu kembali ke kafe untuk bergabung dengan tamu - tamu lainnya. Saat berada di dalam, aku tidak menemukan mama. Apakah dia masih ngeseks sama pemuda lusuh itu? Tak berselang lama, kulihat mama masuk ke dalam kafe dengan ekspresi ceria. Dia langsung menghampiri teman - temannya. Kulihat dia lanjut cipika - cipiki dengan teman - temannya.

"Sepertinya mamamu puas banget deh," bisik tante Feny.

"Hahh ... kok bisa yaa mama melakukan hal seperti itu," ucapku dengan ekspresi sedih.

"Kalo ada waktu, nanti aku jelasin," ujar tante Feny, "sejujurnya aku paham kenapa mamamu melakukan hal seperti itu."

"Kok bisa mamaku melakukan sesuatu yang buruk seperti itu," ucapku.

"Besok pas kita ketemu, tante jelasin," kata tante Feny.

"Oke deh," sahutku dengan senyum tipis.

Tanpa terasa, perayaan grand opening hampir selesai. Mama mengirimkan chat menanyakan keberadaanku. Aku segera bangkit dan melambai ke arahnya. Mama kemudian bangkit berdiri dan datang menghampiriku.

"Habis ini kita pulang yuk," kata mama.

"Yaa," sahutku.

Aku tidak percaya mamaku bersikap biasa saja setelah dia melakukan tindakan mesum dengan pemuda random.

"Kamu tunggu disini aja yaa, mama mau pamitan bentar," ujar mama.

"Okee," sahutku.

Mama berjalan untuk menghampiri teman - temannya lagi. Aku lalu berpaling dan menghampiri tante Feny.

"Aku mau pulang dulu Tante," kataku.

"Yaa," sahut tante Feny, "jangan lupa dengan janji kita yaa," katanya kemudian sembari tersenyum centil.

Tidak berselang lama, mama datang lagi dan mengajakku pulang. Beberapa tamu kulihat juga mulai menuju ke parkiran untuk pulang. Aku dan mama masuk ke dalam mobil, dan dari kejauhan seorang tukang parkir berlari menuju ke mobil kami. Aku sangat terkejut ketika mengetahui kalau tukang parkir tersebut adalah pemuda yang tadi menggenjot mamaku. Aku perhatikan mama hanya menatap si pemuda itu dari balik jendela. Pemuda itu membantuku untuk keluar, dan sesuai tradisi yang ada, aku membuka jendela dan memberikannya uang sebagai tanda terima kasih sudah membantuku keluar dari area parkiran. Aku kembali melirik mama dan dia terus menatap pemuda itu dengan senyum aneh.

"Sialan!" umpatku dalam hati.

Aku benar - benar tidak paham, kenapa mama melakukan hal mesum seperti itu? Apakah dia dihipnotis oleh pemuda itu? Atau mereka berdua sama - sama sange saat itu? Gak tau lahh....

Bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar