Sabtu, 04 Januari 2025

Cerita Seks Aku dan Tante Feny (Lanjutan dari Mamaku dientot oleh tukang parkir)

Sudah 4 hari berlalu sejak acara pembukaan kafe milik kenalannya mama. Aku dan tante Feny menjalin komunikasi yang intens untuk menentukan jadwal pertemuan kita. Di waktu yang bersamaan, aku masih mencari tahu kenapa mama bisa - bisanya membiarkan pemuda random menyetubuhinya. Pada malam hari, aku dan tante Feny akhirnya berhasil mencapai kesepakatan untuk bertemu pada hari Sabtu depan di mall *****. Aku jadi tidak sabar menantikan hari itu tiba.

***

Pada hari Jumat, ketika sedang asik di depan komputer, aku mendengar pintu kamarku diketuk. Ketika kubuka pintu kamarku, ternyata mama yang mengetuk pintuku.

"Kamu besok di rumah atau ada acara?" tanya mama.

"Besok aku ada acara jalan - jalan sama temen," jawabku.

"Ke mana?" tanya mama penasaran.

"Ke mall *****," jawabku singkat, "emang ada apa?" tanyaku balik.

"Mama besok mau pergi ketemuan sama temen - temen," jawab mama. "Karena ternyata kamu juga mau pergi, jadi harus ditentuin siapa yang bawa mobil."

"Mama aja deh," kataku, "aku naik ojol aja."

"Baiklah," ucap mama, "besok mama pergi sekitar jam 4 sore."

"Okee deh," sahut mama.

Aku sebenarnya penasaran dengan siapa mama akan jalan - jalan. Semoga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Malamnya, aku asik chatting dengan tante Feny. Kita membahas mau melakukan apa saja besok. Saking asiknya, aku sampai tidak sadar chatting dengan tante Feny sampai jam 10 malam. Aku jadi tidak sabar bertemu dengan tante Feny.

***

Sabtu sore, mama berpamitan untuk pergi jalan - jalan dengan temannya. Mama mengatakan kalau dia akan pulang malam. 

"Aku kayaknya pulang besok," kataku.

"Kamu pake acara nginep?" tanya mama terkejut, "nginep di mana?"

"Di rumah teman," jawabku.

"Temenmu cewe apa cowo?" tanya mama penuh selidik.

"Ummm ... cowo," jawabku, agak salah tingkah.

"Jangan melakukan hal yang tidak - tidak lhoo yaa!" kata mama, mewanti - wanti diriku.

Mama memeperingatkan diriku untuk tidak melakukan tindakan yang gak bener, padahal waktu di acara pembukaan kafe milik temannya, mama malah asik bermesum ria dengan tukang parkir. Kok agak bikin kesel yaa. Mama berpamitan kepadaku dan memacu mobilnya keluar dari halaman depan rumah.

"Habis ini aku yang pergi," gumamku.

Mendekati jam 5, aku memesan ojol dan hanya dalam waktu 3 menit, ojol yang kupesan telah tiba. Karena naik ojol, aku bisa tiba di mall ***** dalam waktu singkat. Tante Feny memintaku untuk menunggu di depan sebuah restoran seafood di lantai 3. Aku mengikuti arahannya dan menunggu tepat di depan resto seafood yang terlihat mewah. Tidak pakai lama, tante Feny tiba di lokasi pertemuan kita.

"Halo Tom," sapa tante Feny dengan senyum ceria.

"Halo Tante," sapaku balik.

Tante Feny terlihat begitu cantik. Dengan t-shirt merah yang ketat dan celana jeans biru tua yang juga ketat, membuat lekuk tubuhnya tercetak dengan jelas.

"Kamu suka seafood gak?" tanya tante Feny.

"Suka - suka aja," jawabku.

"Kita makan di resto ini yaa," usul tante Feny, menunjuk ke restoran seafood di samping kita. "Tante yang traktir."

"Waduh, jangan dong," tolakku secara halus.

"Sudah, gapapa," ucap tante Feny seraya menggandengku masuk ke resto seafood ini.

Tante Feny memesan beberapa menu untuk kita berdua. Aku sedikit terkejut ketika melihat harga menu makanan di restoran ini.

"Tante serius mau nraktir ini? Harganya lumayan mahal lhoo," kataku.

Tante Feny tersenyum kepadaku. "Iyaa ... tante serius."

"Makasih banyak lhoo yaa," ujarku.

"Santai," ucap tante Feny.

Tidak lama kemudian, menu yang dipesan tante Feny tiba. Kami berdua menikmati makan malam sambil mengobrolkan hal receh.

"Kamu gak tau mamamu pergi ke mana?" tanya tante Feny.

"Enggak," jawabku.

"Hmph ... jangan - jangan dia sebenarnya mau ketemuan sama si tukang parkir itu hihihihi," kata tante Feny.

"Jangan mikir yang aneh - aneh lah!" kataku.

"Hahahahaha." Tante Feny tertawa lepas. "Bercanda hihihi."

Gara - gara tante Feny, aku sekarang malah jadi kepikiran. Apa jangan - jangan mama berbohong kepadaku? Kemudian aku jadi teringat kalau mama memang sering jalan - jalan setiap Sabtu bersama dengan teman - temannya. Selesai makan, kami berdua lanjut jalan - jalan di mall.

"Setelah ini, kita ke motel yang ada di dekat sini yaa," bisik tante Feny.

Aku mengangguk salah tingkah. Jam telah menunjukkan pukul 8 malam. Tante Feny mengajakku ke parkiran, untuk menuju ke motel.

"Kamu beneran belum pernah ngeseks yaa?" tanya tante Feny.

"Belum," jawabku, menggelengkan kepala.

Tante Feny mengangguk sambil senyum - senyum. Perjalanan menuju ke motel hanya memerlukan waktu 5 menit. Tante Feny memesan kamar, lalu kita menuju ke lantai 5, tempat di mana kamar yang kita pesan berada. Aku sedikit terpana melihat kamar motel ini bagus dan sangat nyaman.

"Nah, sekarang tante mau tanya," kata tante Feny yang berjalan mendekatiku, "kamu beneran masih perjaka?"

"I-iya," jawabku, agak gugup saat ditatap oleh tante Feny.

Tante Feny tersenyum penuh arti menatapku. "Kamu gak masalah keperjakaanmu diambil sama tante - tante kayak aku?"

"Iyaa, aku gak masalah," jawabku dengan mantap.

Tante Feny tersenyum mendengar jawabanku. Dia kemudian melepas t-shirt dan celana jeans-nya, menyisakan BH dan CD ungu yang masih menempel di tubuh seksinya.

"Gimana? Tante masih seksi, kan?" tanya tante Feny.

"Seksi banget Tante," pujiku, "body-nya Tante gak kalah sama gadis - gadis muda."

Tanpa berucap, tante Feny melepas pakaianku hingga tidak ada yang tersisa di badanku. Tante Feny kemudian melepas pakaian dalamnya. Kita berdua sekarang saling berhadapan tanpa busana.

"Sini, tante ajarin bagaimana caranya berciuman," kata tante Feny

Tante Feny kemudian merangkulku, lalu dia mencium bibirku dengan lembut. Aku membalas ciumannya seraya meraba pinggangnya yang mulus. Setelah berciuman cukup lama, tante Feny memintaku untuk duduk di pinggir kasur. Dia lalu berlutut di depanku, kemudian penisku digenggam olehnya. Aku merasa seperti disetrum oleh listrik ketika tante Feny menjilati kepala penisku, dan sengatan kenikmatannya semakin kuat ketika tante Feny memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Tante Feny kemudian memaju-mundurkan mulutnya, membuat diriku merasa melayang di angkasa yang tinggi. Tanpa sadar, aku meremas rambutnya tante Feny.

"Kalo mau lebih nikmat, kamu dorong - dorong kepalaku yaa," ucap tante Feny, yang kemudian lanjut mengulum penisku.

Dengan rasa sungkan, aku mendorong - dorong kepalanya tante Feny dengan pelan. Tante Feny menaikkan tangannya ke atas tanganku yang berada di kepalanya, lalu dia mendorongnya dengan keras. Sepertinya tante Feny memintaku untuk mendorong kepalanya lebih keras. Aku menurutinya dan mendorong kepalanya tante Feny lebih keras, membuat penisku masuk lebih dalam ke mulutnya.

"Ohhhhhh," lenguhku, menikmati kehangatan mulutnya tante Feny.

Beberapa menit kemudian, tante Feny menyudahi mengulum penisku, lalu dia berbaring di atas ranjang dan memintaku untuk mengeksplor tubuhnya. Aku memulainya dengan meremas kedua payudara montoknya. Tante Feny terlihat menikmati remasanku di payudaranya yang masih terasa kencang.

"Diemut Say," pinta tante Feny.

Aku menurutinya dan langsung aku lahap payudara kanannya. Aku jilat - jilat putingnya yang berwarna pink, lalu aku juga menghisapnya dengan kuat.

"Ouhhh ... terusin Say," lenguh tante Feny.

Saat kuhisap payudara kanannya tante Feny, aku meremas payudara kirinya. Aku lalu beralih memainkan payudara kirinya, tentunya sambil kuremas - remas payudara kanannya. Setelah puas dengan gunung kembarnya, aku beralih menjilati perutnya yang mulus dan rata. Tangan kananku meraba - raba area selangkangannya yang bersih dari rambut kemaluan.

"Habis ini jilatin vaginaku yaa," ucap tante Feny.

"Siapp!" sahutku.

Aku lalu beralih menuju ke area selangkangannya. Aku mengamati lubang vaginanya yang berwarna merah muda.

"Jangan cuma diliatin dong," protes tante Feny, "dimainin lahh."

Seperti kerbau yang dicucuk, aku mengarahkan tangan kananku ke bibir vaginanya tante Feny, kemudian aku merabanya secara perlahan.

"Masukin jarimu Say," pinta tante Feny.

Dengan sedikit gemetar, aku masukkan jari telunjuk ke dalam liang kemaluannya tante Feny. Rasanya hangat dan sempit. Aku lalu mencoba memasukkan dua jari, rasanya semakin sempit. Dengan penuh nafsu, aku mengocok vaginanya tante Feny dengan dua jariku, lalu aku tambah menjadi tiga jari. Tante Feny mendesah keenakan menikmati servisku. Tubuh seksinya bergetar karena sodokan jariku yang kian cepat.

"Ber-berhenti say," perintah tante Feny.

Aku menghentikan gerakan mengocokku dan membiarkan tiga jariku di dalam vaginanya. 

"Cabut jarimu dari vaginaku," ucap tante Feny dengan wajah cemberut.

"Ohh, iya hehehe." Aku segera mencabut jariku dari vaginanya.

Tante Feny kemudian mendorong tubuhku hingga telentang di atas kasur.

"Sekarang, kita akan masuk ke menu utama," kata tante Feny dengan senyum mesum. "Sekarang giliran tante yang akan men-servismu."

Tante Feny memposisikan dirinya di atas penisku yang mengacung. Dia lalu arahkan batang kejantananku ke bibir vaginanya, kemudian dia turunkan pinggulnya secara perlahan.

"Ouhhhhh," lenguh tante Feny ketika kepala penisku mulai menyeruak masuk ke dalam liang senggamanya. Aku meringis menahan nikmat ketika penisku perlahan masuk ke dalam vaginanya tante Feny.

"Ahhhkkk!" pekik tante Feny ketika seluruh penisku terbenam di dalam liang senggamanya. 

Tante Feny mendiamkan sejenak penisku di dalam vaginanya. "Gimana? Enak gak lubangku?"

Aku memberikan acungan jempol. "Enak banget Tante. Sempit dan hangat."

"Hihihi ... kalo gitu, tante goyang yaa." Tante Feny mulai menggoyangkan pinggulnya secara perlahan.

Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa meski goyangannya tante Feny baru perlahan. Tante Feny kemudian mulai mempercepat goyangannya, bahkan mulai melakukan gerakan naik-turun. Aku semakin terangsang ketika melihat tubuhnya tante Feny mulai diselimuti keringat. Desahan lembutnya juga sangat merdu untuk didengar. 6 menit berlalu, tante Feny mendesah keras dan panjang, kemudian aku merasakan cairan hangat membasahi penisku.

"Tante dapet orgasme pertama," ucapnya dengan senyum mengembang.

"Aku belum keluar sama sekali," kataku.

"Bagus dong. Tandanya kamu kuat," puji tante Feny. "Yuk kita ganti gaya."

Tante Feny merebahkan badannya di atas kasur, sementara aku berada di antara pahanya. Tante Feny membantuku mengarahkan penisku ke liang senggamanya. Dengan sekali dorongan, penisku masuk ke dalam vaginanya.

"Genjot Say ... yang keras," pinta tante Feny dengan senyum nakal.

Aku tarik penisku perlahan, lalu aku hentakkan pinggulku dengan keras. Kemudian aku percepat penetrasiku ke vaginanya tante Feny.

"Ouhhh ... yahhh ... terusin Say," desah tante Feny.

Tidak pakai lama, tante Feny kembali orgasme. Badannya melengkung ke atas, diikuti dengan jeritan binal yang keluar dari mulutnya.

"Kamu luar biasa Say, bisa bikin aku dua kali orgasme," puji tante Feny.

"Hehehehe." Aku malah jadi salah tingkah.

"Kamu mau gaya apa lagi? Berdiri, doggy, menyamping atau 69?" tanya tante Feny.

"Ummm ... doggy aja deh," kataku.

Tante Feny mengangguk tersenyum, kemudian dia memposisikan dirinya menungging membelakangiku, memamerkan vaginanya yang sudah sangat becek. Aku arahkan penisku ke liang kenikmatannya tante Feny, dan penisku kembali masuk dengan mudahnya. Aku menyodok tante Feny dengan keras, menimbulkan suara plok plok plok akibat benturan dari pahaku dengan pantatnya yang montok. Kedua tanganku menuju ke depan untuk meremas kedua payudara besarnya yang gondal gandul. 5 menit kemudian, aku merasa mau keluar.

"Aku keluarin di mana yaa?" tanyaku.

"Di dalam aja Say," jawab tante Feny, "tante lagi dalam masa tidak subur."

"Oke deh," sahutku.

Aku tancapkan penisku dalam - dalam dan aku semburkan semua mani yang ada di dalam kantung spermaku. Aku cabut penisku, kemudian tante Feny berlari kecil menuju ke kamar mandi sembari memegangi selangkangannya. Tante Feny keluar dari kamar mandi, lalu dia berbaring di sampingku.

"Enak gak vaginaku?" tanya tante Feny seraya memelukku dengan mesra.

"Enak banget Tante," kataku sambil membelai rambutnya.

"Udah siap lanjut ronde 2?" tanya tante Feny sambil membelai penisku yang masih loyo.

"Bentar," ucapku, "sekitar 2 menit lagi."

Sambil menunggu, tante Feny mengajakku berciuman. Kami saling beradu lidah layaknya sepasang kekasih yang baru pertama kali ngeseks. Tidak pakai lama, penisku kembali ereksi. Tante Feny mengajakku untuk mencoba posisi 69. Tante Feny berada di atasku, menyodorkan vaginanya ke mulutku. Perasaan nikmat kembali menjalar ke tubuhku saat penisku masuk ke dalam mulutnya tante Feny. Tidak mau kalah, aku memainkan lidah dan jariku di klitoris dan bibir vaginanya tante Feny. Tubuhnya tante Feny menggeliat saat aku tusuk - tusukkan lidahku ke liang senggamanya.

"Mmmppphhh ... mmmppphhh." Tante Feny mendesah dengan mulut tersumpal penisku.

Beberapa menit kemudian, aku kembali menyetubuhi tante Feny dengan posisi reverse WOT. Tante Feny menaik-turunkan pantatnya dengan penuh semangat, membuat penisku berkedut - kedut. Aku meremas dan menampar pelan pantat montoknya tante Feny.

"Mulai nakal yaa," ucap tante Feny, melirik ke arahku.

"Aku gemes sama pantatnya Tante," kataku.

"Kalo gitu, tante nungging aja yaa, biar kamu bisa mainin pantatku," ujar tante Feny dengan senyum binal.

Tante Feny mengubah posisinya menjadi menungging. Aku kembali menyodok vaginanya tante Feny seraya meremas - remas pantatnya. Suara desahannya tante Feny memenuhi kamar ini. Pada ronde kedua ini, aku berhasil membuat tante Feny orgasme dua kali dalam waktu 12 menit. Persetubuhan kuakhiri dengan semprotan spermaku ke punggung mulusnya tante Feny.

"Yuk kita mandi bareng," ajak tante Feny.

Aku mengangguk dan mengikuti ajakannya tante Feny. Tante Feny menyalakan shower, lalu air hangat mengucur membasahi tubuh kami yang penuh dengan peluh dan lendir. 

"Sabunin badanku dong," pinta tante Feny.

Aku menuangkan sabun cair ke bahunya tante Feny, lalu aku usapkan ke seluruh punggungnya. Aku lalu membalik badannya tante Feny, sehingga dia berhadapan denganku. Aku tuangkan sabun ke dadanya tante Feny, lalu aku usapkan ke seluruh payudaranya yang menggemaskan.

"Kamu nyabunin atau mainin dadaku?" tanya tante Feny dengan wajah menggoda.

"Nyabunin dong," jawabku, "kalo mainin, yaa gini," lanjutku seraya memelintir putingnya.

"Akhhh! Nakal yaa," ucap tante Feny, mencubit hidungku.

Kali ini gilirannya tante Feny yang menyabuni badanku. Dimulai dari dada dan perutku, lalu beralih ke punggung. Setelah itu, aku menyabuni selangkangannya tante Feny. Aku juga iseng meremas pantatnya tante Feny yang mulus dan licin akibat sabun. Tante Feny kemudian berinisiatif menyabuni penisku dan pantatku.

"Ternyata kamu tangguh juga yaa," kata tante Feny kepada penisku. "Tante jadi ketagihan lhoo."

Aku kemudian meraba selangkangannya tante Feny. "Ternyata kamu sempit dan legit yaa hehehehe."

Tante Feny tertawa lepas seraya menepuk bahuku. Selesai mandi, kita menuju ke kasur dan berbaring saling berdempetan. Tante Feny memelukku dengan penuh keintiman.

"Makasih yaa sudah membuat tante merasa muda lagi," kata tante Feny seraya mencium pipi kananku.

"Apa pun untuk Tante Feny," ucapku.

Tante Feny kemudian bercerita kalau dia sudah lama tidak disentuh oleh suaminya, yang selalu sibuk dengan pekerjaan dan hobinya. Ditambah dengan anak - anaknya yang saat ini berada di luar kota, membuat tante Feny merasa sangat kesepian.

"Mungkin mamamu juga senasib dengan tante," kata tante Feny.

"Mungkin sih," ucapku, menyetujui perkataannya tante Feny. "Papaku juga jarang di rumah."

"Jangan - jangan mamamu mungkin juga main dengan cowo lain hihihi," kelakar tante Feny.

"Waduh, jangan sampe lahh," kataku.

Tante Feny tertawa lepas melihat ekspresiku.

"Bentar ... jangan bilang Tante pernah main sama cowo lain sebelumnya," ucapku.

Tante Feny tersenyum menatapku. "Kamu adalah laki - laki kedua yang menyetubuhiku setelah suamiku."

Entah kenapa, aku malah merasa lega.

"Kalo misal tante nambah cowo baru, gapapa kan?" tanya tante Feny dengan senyum nakal.

"Hmph ... gimana yaaa." Aku bingung mau menjawab apa.

"Hahahahaha." Tante Feny kembali tertawa lepas. "Kamu kayaknya posesif yaa."

Perkataannya tante Feny membuatku wajahku jadi agak memerah.

"Masak posesif kepada wanita yang udah punya suami," ucap tante Feny menggodaku.

"Ahh! Tante jangan bikin aku tambah malu dong!" ujarku.

"Hahahaha ... maaf, maaf. Tante cuma bercanda," kata tante Feny.

Ekspresiku berubah menjadi cemberut. Tante Feny menekan dadanya ke lengan kananku, dia menatap wajahku dengan senyum keibuan.

"Keberadaanmu sudah cukup banget buat tante," bisik tante Feny.

Seketika aku menjadi salah tingkah saat mendengar bisikan lembut dari tante Feny. Kedua mataku melirik kepada tante Feny, dan aku agak terkejut saat kudapati dia sudah tertidur seraya memelukku. Aku membalas memeluknya, lalu aku cium keningnya. Kami tertidur dalam kondisi telanjang bulat. Esok paginya, aku terbangun dengan tubuh segar. Aku melihat tante Feny masih tertidur pulas. Ketika melihat payudaranya, timbul keinginanku untuk meremasnya. Aku arahkan tangan kananku ke payudaranya yang menggoda, lalu aku remas secara perlahan. 

"Empuk banget," kataku dalam hati.

Aku meremas - remas payudara cuma sebentar saja, takut membangunkan tante Feny. Aku beranjak ke kamar mandi untuk kencing dan cuci muka. Kembali dari kamar mandi, kulihat tante Feny sudah bangun.

"Kapan kamu bangun?" tanya tante Feny.

"Sekitar 5 menit yang lalu," jawabku.

Aku kembali berbaring di kasur, lalu aku ambil remot TV untuk menonton TV. Tante Feny kemudian memelukku dari samping.

"Mau morning sex?" tanya tante Feny.

Tanpa menjawab ajakannya, aku langsung menyambar mulutnya. Tante Feny membalas ciumanku dengan buas. Sambil berciuman, aku meraba - raba punggungnya yang mulus. 1 menit kemudian, tante Feny membungkuk mendekati selangkanganku, lalu dia melahap penisku, memasukkan seluruhnya ke dalam mulutnya. Aku memegangi kepalanya, menahannya agar tidak melakukan gerakan maju-mundur. Tante Feny kemudian menepuk - nepuk pahaku, seraya mencoba menarik tanganku. Aku mengerti apa yang dimintanya, lalu aku lepaskan peganganku di kepalanya. Tante Feny mencabut penisku dari mulutnya, dia terbatuk - batuk setelahnya.

"Kamu kok kasar banget sama tante!" ucap tante Feny, agak cemberut.

"Maaf Tante, habisnya mulutnya Tante nikmat banget," kataku sambil senyum - senyum.

Raut mukanya tante Feny berubah menjadi tersenyum, kemudian dia tertawa lepas. "Hahahahahaha."

Tante Feny kemudian mendekatkan wajahnya ke wajahku. "Tante sebenarnya suka dikasarin kayak tadi."

Aku tersenyum dengan tawa kecil. "Wahh ... Tante suka kasar - kasar yaa?"

"Agak, hihihihi," jawab tante Feny.

Aku lalu meminta tante Feny beranjak dari kasur. Dia menurutinya dan mengikutiku berdiri di samping ranjang. Aku lalu membalik tubuhnya membelakangiku, kemudian aku dorong badannya, sehingga dia membungkuk ke depan, dengan kedua tangannya bertumpu di atas kasur.

"Kamu mau nyodok tante dari belakang yaa?" tanya tante Feny.

"Hehehe, iya," jawabku.

Aku lebarkan paha mulusnya tante Feny, lalu aku arahkan penisku ke vaginanya yang sudah agak becek. Dengan dorongan yang kuat, penisku masuk seluruhnya ke dalam liang senggamanya tante Feny. Aku lalu menggenjotnya dengan tempo sedang, seraya menampar - nampar pantatnya. Tante Feny mendesah manja menikmati sodokanku. Baru 5 menit dalam posisi ini, aku mencabut penisku, kemudian aku mendorong tante Feny ke jendela kamar hotel yang menghadap ke luar. Aku pepetkan badannya ke kaca, lalu aku sodok vaginanya dari belakang.

"Nakal banget sih kamu!" kata tante Feny senyum - senyum, "kalo keliatan orang dari luar gimana?"

"Hehehe, biarin," ucapku.

Setelah tante Feny mendapatkan orgasme pertamanya, aku kembali mengubah posisi. Aku duduk di atas kasur, lalu menarik tante Feny untuk duduk di atas pangkuanku. Tante Feny menaik-turunkan pantatnya seraya beradu lidah denganku. Posisi ini membuatku dapat merasakan kehangatan dari tubuhnya tante Feny. Morning sex kami akhiri dengan orgasme keduanya tante Feny dan semburan spermaku ke dalam rahimnya. Sebelum pulang, kami mandi dulu untuk membersihkan badan dari bau keringat dan lendir.

"Minggu depan, kita ngeseks lagi yuk," usul tante Feny.

"Aku sih maunya tiap hari hehehe," kataku.

"Kalo kita bertetangga, mungkin bisa," ucap tante Feny.

Sayang sekali rumahku dan rumahnya tante Feny sangatlah jauh. Jujur, aku ingin menggarap dia lagi, tapi waktu melarang kami untuk melakukannya lagi.

"Tante anter kamu pulang yaa," kata tante Feny.

"Gak merepotkan Tante nih?" tanyaku, agak sungkan jika diantar sama tante - tante.

"Santai aja," ucap tante Feny seraya meraba pipiku.

Kami menuju ke lobby motel untuk mengembalikan kunci kamar, lalu menuju ke tempat parkir. 

"Minggu depan kita nge-gym yuk," ajak tante Feny.

"Boleh," sahutku.

"Setelah itu ... hihihihi." Tante Feny tertawa renyah dengan lirikan mesumnya.

Aku melirik tante Feny dengan senyum mesum, kemudian kita tertawa bersama. Sesampainya di depan rumah, aku mencium tante Feny di bibirnya.

"Aku jadi gak sabar menunggu minggu depan," ucap tante Feny.

"Sama hehehe," ujarku.

Aku menuju ke dalam rumah, dan kudapati mama sedang asik menonton TV.

"Dolan ke mana aja kamu?" tanya mama.

"Ke mall dan rumah temen," jawabku.

"Gak melakukan yang aneh - aneh, kan?" tanya mama, penuh selidik.

"Enggaklah," jawabku.

Aku lalu pergi ke kamarku untuk mengistirahatkan badanku yang letih karena melakukan seks dengan durasi yang panjang. Malamnya, tante Feny mengirimkan fotonya berbalut bikini merah yang minim. Aku menelan ludah ketika melihat foto vulgarnya. Celanaku terasa sesak akibat penisku yang mendesak ingin dikocok.

"Tante Feny sengaja bikin aku sange ini, dasar!" kataku dalam hati.

Aku mengomentarinya dan mengancam akan menggenjot tante Feny sampe kelelahan. Tante Feny membalasnya dengan menuliskan kalau dia bakal bahagia jika digenjot sampai kelelahan. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Aku mematikan HP-ku, lalu merebahkan badanku di atas kasur untuk tidur.

Bersambung....

Jumat, 03 Januari 2025

Cerita Seks Ngentot Mama Mertua

Namaku Roni, usia 30 tahun. Aku menikahi Niken, istriku dua tahun lalu dan kini Niken sedang hamil tua.

Niken adalah anak tertua dari dua bersudara, usianya kini 25 tahun. Karena kehamilan ini adalah yang pertama, maka Niken sengaja pindah ke rumah ibunya untuk mendapatkan bimbingan dan bantuan pada saat persalinannya kelak.
Ibunya Niken alias ibu mertuaku bernama Sulastri, usianya baru 46 tahun. Mama Lastri, begitu aku memanggilnya adalah korban poligami. Bapak mertuaku menikahi sekretarisnya yang berusia jauh lebih muda sekitar lima tahun yang lalu. Padahal menurutku Mama Lastri masih sangat cantik dan menarik. Terutama body montoknya yang masih kencang, tak kalah dengan Niken, istriku.
Sejak aku pacaran dengan Niken, aku sudah sering memperhatikan Mama Lastri yang menurutku lebih montok dibandingkan Niken. Salah satu keunggulan Mama Lastri adalah pantatnya yang bulat dan besar. Sementara buah dadanya mungkin sama dengan Niken istriku yang berukuran 36B.
Satu kebiasaan Mama Lastri di dalam rumah yang membuatku sering berdebar-debar adalah kebiasaannya yang hanya mengenakan handuk seusai mandi. Dia tidak pernah membawa pakaian ke dalam kamar mandi. Pakaian kotornya ditanggalkan di kamar tidur, pergi ke kamar mandi dengan lilitan handuk, kemudian setelah mandi kembali ke kamar dengan badan yang dililit handuk juga.
Aku sudah sering mendapati Mama Lastri dengan lilitan handuk dan selalu saja mencuri pandang ke arah dadanya yang tidak tertutup sempurna dan sebagian pahanya yang mulus dan montok. Selain itu ibu mertuaku juga tidak pelit dalam berbagi pemandangan indah selangkangannya. Kalau sedang duduk nonton TV, beliau cuek saja kalau kedua pahanya terbuka dan memperlihatkan kemulusan paha serta sebagian celana dalamnya.
Pada intinya, aku sangat senang menginap di rumah mertuaku, termasuk pada saat istriku menanti saat kelahirannya.
Tidak sampai menginap seminggu, istriku sudah siap untuk melahirkan. Aku dan Mama Lastri segera membawa Niken ke RS, menunggu beberapa jam sebelum Niken diputuskan untuk operasi Cesar.
Usai operasi, Niken diputuskan harus rawat inap tiga malam, Mama Lastri tentu saja minta diantar pulang. Aku mempunyai kesempatan mengantar ibu mertuaku saat banyak kerabat berkunjung ke kamar rawat inap Niken. Sepanjang perjalanan, Mama Lastri asyik menelpon seseorang dan suaranya terdengar begitu manja, aku menduga dia menelpon suaminya. Salah satu percakapannya dia meminta orang itu datang ke rumah.
Sampai di rumah sudah pukul 7 malam, mertuaku langsung mandi, maklum hampir 12 jam berada di RS. Aku mendapatkan kesempatan lagi memandang tubuh montoknya dibalut handuk. Entah mengapa malam itu wajah Mama Lastri begitu riang, mungkin karena menunggu orang yang ditelponnya itu. Saking riang suasana hatinya, dia tak menutup pintu kamar saat kembali dari kamar mandi. Aku yang berada di dalam kamar seberangnya tentu saja dengan mudah melihat ke dalam kamarnya.
Aku meneguk ludah dan langsung terangsang melihat ibu mertuaku menjatuhkan handuk yang membalut tubuh bugilnya yang montok. Posisinya membalakangiku, sehingga yang tampak adalah bongkahan pantatnya yang besar, namun masih kencang.
Mama Lastri meneruskan ritual mengenakan baju tanpa menyadari bahwa aku memandanginya dari belakang. Mulai dari mengenakan celana dalam, beha sampai dengan berpakaian lengkap. Peristiwa itu membuat kepalaku langsung pening, birahiku yang memuncak seperti berkumpul di kepala. Namun karena aku harus kembali ke RS, maka aku berusaha melupakannya.
Saat aku hendak masuk ke mobil, seorang lelaki seusiaku masuk ke pagar rumah dan berkata padaku ingin bertemu dengan Mama Lastri. Aku baru pertama kali bertemu dengan pria itu dan kemudian masuk ke dalam rumah untuk memberi tahu Mama Lastri. Ibu mertuaku itu tampak sangat senang, dia berhambur keluar dan mempersilahkan tamunya masuk, sementara aku pamit untuk pergi ke RS.
Sampai di RS, masih banyak kerabat yang datang berkunjung dan mengucapkan selamat pada isteriku. Entah mengapa, aku lupa membawa perlengkapan kosmetik istriku, sehingga ia menyuruhku kembali ke rumah untuk mengambilnya. Dengan berat hati terpaksa aku meluncurkan mobil kembali ke rumah.
Karena berniat hanya sebentar, aku memarkir mobil di luar pagar rumah. Sepatu pria yang menjadi tamu ibu mertuaku masih di depan pintu rumah. Suara TV yang menyala membuat suaraku membuka pintu mungkin tidak terdengar oleh Mama Lastri.
Aku mulai curiga ketika tidak mendapatkan Mama Lastri maupun tamunya di ruang tamu maupun di ruang TV. Dengan penuh penasaran dan suara pelan, aku mendekati kamar Mama Lastri.
Pintu kamar Mama Lastri tidak tertutup rapat, dan seperti dugaanku, aku mendengar lenguhan dan jeritan Mama Lastri.
“Engh…. entot terus Tante ya…. Okh… ya… begitu”, terdengar jelas erangan erotis Mama Lastri. Aku sudah 100% yakin bahwa Mama Lastri sedang digarap oleh pria muda tadi.
Tiba-tiba muncul ide gilaku. Kalau aku menangkap basah Mama Lastri mesum dengan pria tak dikenal, maka aku akan memiliki kartu As ibu mertuaku yang bisa kugunakan untuk meminta jatah juga darinya.
Maka tanpa keraguan lagi, aku membuka pintu kamar dengan tiba-tiba.
“Mama… mama sedang apa?” teriakku. Kehadiranku yang tiba-tiba membuat dua insan telanjang yang sedang ML itu terhenyak kaget. Sang pria terlompat dari posisinya yang sedang mengocok vagina Mama Lastri. Sementara Mama Lastri yang sedang mengangkang dengan refleks menutup selangkangannya yang baru saja digarap oleh sang pria muda.
“Oh… Roni… kenapa kamu balik lagi?” tanya Mama Lastri gugup. Sang pria yang juga gugup itu langsung menyambar pakaiannya dan lari keluar kamar, sehingga tinggal aku dan Mama Lastri di dalam kamar.
Menyadari tinggal berdua, dengan nakal aku menatap tubuh telanjang ibu mertuaku yang belum sejam yang lalu aku intip itu.
“Mama… Mama montok sekali..”, pujiku jujur ketika memandang buah dadanya yang besar dan masih kencang. Puting susunya yang besar dan berwarna coklat mengacung di tengahnya.
“Roni… kamu…” Mama Lastri tampak kaget menyadari kalau aku terpesona oleh tubuh telanjangnya.
Menyadari situasi tidak seburuk yang dia duga, Mama Lastri tersenyum manis. Kedua paha yang tadinya dia himpit untuk menutupi selangkangannya, dengan perlahan dia buka.
“wow…”, seruku penuh nafsu melihat bukit selangkangan Mama Lastri yang montok dengan jembut yang hanya disisakan di bagian atas, sementara bagian lainnya dicukur habis. Vaginanya yang basah dan berkilat sudah agak menganga, maklum barusan habis digarap.
“Hmmm…. Kamu nakal juga ya Ron…”, seru ibu mertuaku senang melihat tingkahku.
“He3x… mama lebih nakal pastinya…” balasku.
“Eh… Mama kan masih muda, masih butuh dong…”, Mama Lastri memberi alasan,”Kalau kamu mau, boleh juga kok, hi3x…, tapi jangan sampai Niken tahu”.
“Benar nih Mama? Emang Memek Mama masih legit?”, candaku.
“Kurang ajar kamu, kalau kamu sudah ngerasin pasti ketagihan, he3x…”, seru Mama Lastri manja.
“Kamu tunggu sebentar di sini, buka tuh celana kamu, Mama pingin lihat kontolmu”, serunya jorok sambil bangkit dari tempat tidur dan hendak berjalan keluar kamar. Aku menyempatkan meremas pantat besarnya.
“Ih… nakal!”, jerit Mama Lastri ketika pantatnya kuremas. Dia berjalan ke luar kamar dengan telanjang bulat dan memanggil-manggil pria tadi yang ternyata bernama Farhan. Sementara aku menuruti perintahnya membuka celanaku sehingga penisku yang sudah mengeras mengacung penuh birahi.
Sekitar 5 menit tak ada lagi suara memanggil dari Mama Lastri, tapi wanita itu tidak segera muncul di kamar, justru kemudian terdengar Mama Lastri memanggilku.
“Roni…. Sini kamu…”, panggil Mama Lastri dari ruang tengah.
Sial, aku yang masih canggung memakai kembali celanaku meskipun tidak aku kancingkan. Aku berjalan menuju ruang tengah dan mendapatkan ibu mertuaku dalam posisi duduk mengangkang di sofa tengah digarap oleh si Farhan itu. Aku terpaku sejenak, bingung bercampur kecewa.
“Eh, kenapa bengong?, kan Mama suruh kamu buka celana, okh…” seru Mama Lastri sambil menikmati kocokan Farhan di vaginanya,”Sini… mana kontolmu, biar Mama emut…”
“Tapi Mama…”, kataku canggung dengan kehadiran Farhan yang sedang asyik menikmati vagina Mama Lastri.
“Sudah… sini… biarin Farhan menyelesaikan PR-nya, gara-gara kamu tadi bikin kaget, dia belum selesai,” katanya enteng sambil menarik celanaku. Aku yang sudah terlanjur birahi tak berdaya menolak ajakan Mama Lastri yang memeloroti celanaku dan menggenggam penisku bagai seorang penyanyi yang sedang menggenggam mikrofon. Sejenak kemudian ibu mertuaku dengan sangat bernafsu mengoral penisku sambil terus menikmati kocokan farhan di vaginanya.
Edan, tak pernah terlintas sedikitpun dalam pikiranku mengenai perilaku seks ibu mertuaku ini. Meskipun aku sadar ada kebinalan dalam dirinya, namun aku tak sampai berpikir bahwa dia akan melakukan gang bang seperti ini. Aku yang tadinya agak sungkan, lama-kelamaan akhirnya larut dalam birahi yang diciptakan oleh perilaku seks Mama Lastri yang agak menyimpang itu.
“Kamu jangan bengong dong Ron, remas nih tetek Mama, pilin-pilin putingnya”, mama Lastri memerintahku. Bagaikan budak seksnya, aku menuruti perintah itu, tentu dengan suka cita.
“Kamu juga Farhan, pake tanganmu untuk pijat-pijat itilku”, kini giliran Farhan yang kena perintah.
Kami berdua menjadi budak seks sorang perempuan setengah baya. Aku asyik meremas-remas buah dada montok Mama Lastri dan memilin-milin putting susunya yang besar, sementara itu Farhan asyik mengocok vagina sambil mengusap dan memijat klitoris Mama Lastri.
Mama Lastri, sang “nyonya besar” begitu menikmati permainan gang bang itu, wajahnya sangat mesum dan melenguh keenakan, sampai akhirnya sang nyonya besar tak mampu menahan desakan orgasmenya.
“Okhh…. Yess…. Yess…. Kocok yang keras Farhan…. Ayooo…” Mama Lastri menjerit sambil melejat-lejat keenakan,”Kamu juga Ron… tarik putingku”
Farhan mengocok vagina Mama Lastri dengan irama cepat, sementara aku menarik putting susunya yang sudah mengeras, semuanya dilakukan demi memberikan sensasi orgasme yang dahsyat buat sang nyonya besar yang begitu senang mendapatkannya.
Aku sangat beruntung, Farhan tak sempat orgasme ketika Mama Lastri sudah selesai dengan orgasme spektakulernya. Vagina ibu mertuaku, meskipun mungkin sudah agak longgar akibat serangan Farhan, namun setidaknya belum dibasahi oleh spermanya. Masih ada peluang untukku menikmati liang kenikmatan Mama Lastri yang pernah melahirkan istriku itu.
Mama Lastri hanya istirahat sebentar sebelum menyuruhku tiduran di atas sofa.
“Ayo, giliran kamu Ron, menikmati memek Mama”, ajaknya,”Pasti kamu sudah ngiler kan sama memek Mama?, ditanggung kamu kecanduan, he3x….”.
“Tapi saya maunya doggy style Ma, biar sambil meremas pantat Mama”, pintaku.
“Heh… kamu suka pantat Mama ya?, he3x….”, Mama Lastri tertawa bangga,”kalau kamu suka, boleh kok doggy style, tapi ada syaratnya”
“Iya Ma… saya suka pantat Mama yang besar, apa syaratnya?”, tanyaku.
“Jilatin dulu memek Mama, nih…”, dengan santainya Mama Lastri menyodorkan selangkangannya padaku yang terlentang di atas sofa. Vagina ibu mertuaku terpampang dihadapanku. Vagina merah itu sudah merekah dan basah, maklum habis dihajar penis Farhan dan barusan sudah meraih orgasmenya. Namun dengan semangat membara, aku menjilati vagina itu, tak peduli kalau vagina itu sudah bekas pakai. Mama Lastri sangat senang dengan kepatuhan dan gairahku itu.
“Nah… gitu…. Enak…. Hmmm… kan sekarang Mama jadi terangsang lagi”, ujarnya sambil melenguh keenakan,”jangan cuma dijilat, hisap tuh itil Mama… okhh…. Yaa… ”.
“Eh… kamu jangan bengong farhan, sini kontolmu, saya hisap, supaya keluar tuh peju kamu yang sudah di ujung…, he3x…”, sambil menikmati oralku, Mama Lastri juga mengoral penis Farhan.
Edan… ibu mertuaku itu begitu lihai mempermainkan kami berdua. Tak lama kemudian aku lihat Farhan berteriak mau keluar dan kemudian spermanya meleleh dari mulut Mama Lastri, mengalir sampai buah dadanya. Mama Lastri menelan sebagian sperma yang masuk ke mulutnya dan mengusap sebagian lain yang masih tersisa di bibir, leher dan buah dadanya. Jorok sekali.
“Nah… sekarang giliran kamu Roni, ayo entot Mama seperti anjing, he3x…”, ajak Mama Lastri sambil mengubah posisinya menjadi nungging sambil berpegangan di sofa. Aku bangun dari sofa dan menghadap pantat besar nan montok yang kuimpikan itu.
“Plok…plok…”, aku menampar bongkahan pantat besar itu dengan gemas dan nafsu, kemudian meremasnya.
“Ehh… nakal kamu yaa … ayo masukin kontolmu… ,” pinta Mama Lastri,”Ada dua lubang di situ… silahkan kamu pilih yang mana, he3x….”.
“Saya pilih yang ini dong Ma…, blesss…..”, penisku menghujam vaginanya dari belakang.
“Okhhh… “, Mama Lastri menjerit merasakan penuhnya liang vagina oleh batang penisku.
Sejenak kemudian aku sudah asyik masyuk dengan vagina nikmat ibu mertuaku, mengocoknya sambil meremas panta besarnya. Entah bisikan dari mana, tiba-tiba liang anus yang terpampang diantara pantat besarnya begitu menantangku. Sumpah, dua tahun aku menikah, tidak pernah aku terangsang oleh anus isteriku. Tapi kini, anus ibu mertuaku tampak sangat seksi di mataku. Mungkin akibat kata-kata Mama Lastri sebelumnya yang menawarkan lubang itu, atau karena bentuknya yang jadi menarik karena diapit oleh bongkahan pantatnya yang besar dan montok, entahlah…
Dengan sedikit malu-malu aku menyentuh lubang anus itu dengan jariku sambil terus mengocok vagina.
“Woww…. Ya… itu juga enak Roni… kamu harus coba,” Mama Lastri sangat girang dengan sentuhanku pada anusnya. Edan… pikiranku langsung terbayang kalau ibu mertuaku ini juga suka melakukan anal sex. Benar-benar wanita jalang, pikirku.
“Saya belum pernah Ma, memang Mama pernah?” tanyaku investigatif.
“He3x… kuno sekali kamu…,” ejek Mama Lastri,”Sudah dua kontol yang pernah menjajal lubang itu dan semuanya langsung keenakan… he3x…”.
Edan… ternyata memang benar, ibu mertuaku ternyata hypersex dan penggemar fantasi seks yang aneh-aneh.
“Coba kamu ludahin anus Mama biar basah, terus kamu usap-usap… ayo…”, perintah Mama Lastri. Seperti perintah yang lain, aku menurutinya. Kuludahi anusnya yang berlubang sempit itu sehingga basah dan kemudian aku usap dengan jari.
“Nah… begitu… sekarang masukin jari kamu pelan-pelan…” pintanya lagi. Dengan canggung aku memasukkan jari telunjukku ke dalam liang itu, agak mudah karena sudah basah oleh air liurku. Lubang anus itu terasa sempit, namun elastis. Tiba-tiba Mama Lastri melakukan kontraksi liang anusnya dan… astaga… terasa olehku dinding-dinding liang anusnya menjepit jariku.
“He3x… gimana rasanya? Itu baru jari telunjuk sudah begitu rasanya, gimana kalu kontolmu? Mama berani taruhan kalau kamu langsung nyemprot, he3x…”
Eksperimen anal dan semua ucapan joroknya membuatku semakin bernafsu menghajar vaginanya. Sampai akhirnya aku tak kuasa menahan luapan birahiku. Spermaku tumpah di dalam rahimnya, rahim wanita yang pernah mengandung istriku.
“Okh… saya puas Ma….”, jeritku keenakan.
“He3x…. enak mana memek Mama sama memek Niken?” tanyanya bangga.
“Eh… enakan punya Mama..”, jawabku jujur.
“Kalau gitu, kapan Mama butuh, kamu siap ya…”, Mama Lastri meminta atau memerintahku, tidak ada bedanya. Tapi aku mengangguk setuju. Siapa yang tidak mau mengulanginya fantasi seks binal yang nikmat dengan ibu mertuaku yang seksi nan montok.
Setelah orgasme, aku pamit mau kembali ke RS, takut isteriku marah menungguku. Sementara Mama Lastri tampaknya masih lanjut dengan ronde berikutnya dengan Farhan. Sial… enak benar si Farhan.