Kamis, 23 Januari 2025

Cerita Seks Ngentot di Dapur

Sampai saat ini sebenarnya saya sedikit bingung bagaimana memulai ceritanya. Tetapi perlu anda ketahui bahwa yang saya ceritakan ini benar-benar terjadi pada diri saya. Saat ini saya berusia 20 tahun dan sudah menikah. Saya sampai saat ini masih kuliah di sebuah perguruan tinggi di Depok Semester lima. Saya menikah dengan suami saya Bang Hamzah yang lebih tua 8 tahun dari saya karena dijodohkan oleh orangtua saya pada saat saya masih berusia 18 tahun dan baru saja masuk kuliah. Namun saya sangat mencintai suami saya. Begitu pula suami saya terhadap saya (saya yakin itu benar).
Karena saya dilahirkan dari keluarga yang taat agama, maka saya pun seorang yang taat agama.Setelah pernikahan menginjak usia 1 tahun, suami saya oleh perusahaan ditugasi untuk bekerja di pabrik di daerah bogor. Sebagai fasilitas, kami diberikan sebuah rumah sederhana di komplek perusahaan. Sebagai seorang istri yang taat, saya menurutinya pindah ke tempat itu. Komplek tempat tinggal saya ternyata masih kosong, bahkan di blok tempat saya tinggal, baru ada rumah kami dan sebuah rumah lagi yang dihuni, itu pun cukup jauh letaknya dari rumah kami.

Karena rumah kami masih sangat asli kami belum memiliki dapur, sehingga jika kami mau memasak saya harus memasak di halaman belakang yang terbuka, ciri khas rumah sederhana. Akhirnya suami memutuskan untuk membangun dapur dan ruang makan di sisa tanah yang tersisa, kebetulan ada seorang tukang bangunan yang menawarkan jasanya. Karena kami tidak merasa memiliki barang berharga, kami mempercayai mereka mengerjakan dapur tersebut tanpa harus kami tunggui, suami tetap berangkat ke kantor sedangkan saya tetap kuliah.

Sampai suatu hari, saya sedang libur dan suami saya tetap ke kantor. Pagi itu setelah mengantar Bang Hamzah sampai ke depan gerbang, saya pun masuk ke rumah. Sebenarnya perasaan saya sedikit tidak enak di rumah sendirian karena lingkungan kami yang sepi. Sampai ketika beberapa saat kemudian Pak Sastro dan dua orang temannya datang untuk meneruskan kerjanya. Dia tampak cukup terkejut melihat saya ada di rumah, karena saya tidak bilang sebelumnya bahwa saya libur.

“Eh, kok Neng Anggie nggak berangkat kuliah..?”
“Iya nih Pak Sastro, lagi libur..” jawab saya sambil membukakan pintu rumah.
“Kalo gitu saya mau nerusin kerja di belakang Neng..” katanya.
“Oh, silahkan..!” kata saya.

Tidak lama kemudian mereka masuk ke belakang, dan saya mengambil sebuah majalah untuk membaca di kamar tidur saya. Namun ketika baru saja saya mau menuju tempat tidur, saya lihat melalui jendela kamar Pak Satro sedang mengganti pakaiannya dengan pakaian kotor yang biasa dikenakan saat bekerja. Dan alangkah terkejutnya saya menyaksikan bagaimana Pak Sastro tidak menggunakan pakaian dalam. Sehingga saya dapat melihat dengan jelas otot tubuhnya yang bagus dan yang paling penting penisnya yang sangat besar jika dibandingkan milik suami saya.

Saya seketika terkesima sampai tidak sadar kalau Pak Satro juga memandang saya.
“Eh, ada apa Neng..?” katanya sambil menatap ke arah saya yang masih dalam keadaan telanjang dan saya lihat penis itu mengacung ke atas sehing terlihat lebih besar lagi.
Saya terkejut dan malu sehingga cepat-cepat menutup jendela sambil nafas jadi terengah-engah. Seketika diri saya diliputi perasaan aneh, belum pernah saya melihat laki-laki telanjang sebelumnya selain suami, bahkan jika sedang berhubungan sex dengan suami saya, suami masih menutupi tubuh kami dengan selimut, sehingga tidak terlihat seluruhnya tubuh kami.

Saya mencoba mengalihkan persaan saya dengan membaca, tetapi tetap saja tidak dapat hilang. Akhirnya saya putuskan untuk mandi dengan air dingin. Cepat-cepat saya masuk ke kamar mandi dan mandi. Setelah selesai, saya baru sadar saya tidak membawa handuk karena tadi terburu-buru, sedangkan pakaian yang saya kenakan sudah saya basahi dan penuh sabun karena saya rendam. Saya bingung, namun akhirnya saya putuskan untuk berlari saja ke kamar tidur, toh jaraknya dekat dan para tukang bangunan ada di halaman belakang dan pintunya tertutup. Saya yakin mereka tidak akan melihat, dan saya pun mulai berlari ke arah kamar saya yang pintunya terbuka.

Namun baru saya akan masuk ke kamar, tubuh saya menabrak sesuatu hingga terjatuh. Dan alangkah terkejutnya, ternyata yang saya tabrak itu adalah Pak Sastro.
“Maaf Neng.., tadi saya cari Neng Anggie tapi Neng Anggie nggak ada di kamar. Baru saya mau keluar, eh Neng Anggi nabrak saya..” katanya dengan santai seolah tidak melihat kalau saya sedang telanjang bulat.

Perlu diketahui, saya memiliki kulit yang sangat putih mulus dan walau tidak terlalu tinggi bahkan sedikit mungil (152 cm), namun tubuh saya sangat proposional dengan dua buah payudara berukuran 34C yang sedikit kebesaran dibandingkan ukuran tubuh saya.

Saya begitu malu berusah bangkit sambil mentupi dada dan bagian bawah saya.
Namun Pak Satro segera menangkap tangan saya dan berkata, “Nggak usah malu Neng.., tadi Neng juga udah ngeliat punya saya, saya nggak malu kok..”
“Jangan Pak..!” kata saya, namun Pak satro malah mengangkat saya ke arah halaman belakang menuju dua orang temannya.

Saya berusaha memberontak dan berteriak, tapi Pak Sastro dengan santainya malah berkata, “Tenang aja Neng.., di sini sepi. Suara teriakan Neng nggak bakal ada yang denger..”
Melihat tubuh telanjang saya, kedua teman Pak Sastro segera bersorak kegirangan.
“Wah, bagus betul ni tetek..” kata yang satu sambil membetot dan meremas payudara saya sekeras-kerasnya.”Tolong jangan perkosa saya, saya nggak bakalan lapor siapa-siapa..” kata saya.
“Tenang aja deh kamu nikmati aja..” kata teman Pak Sastro yang badannya sedikit gendut sambil tangannya meraba bulu kemaluan saya, sedang Pak Satro masih memegang kedua tangan saya dengan kencang.

Tidak berapa lama kemudian saya lihat ketiganya mulai melepas pakaian mereka. Saya melihat tubuh-tubuh mereka yang mengkilat karena keringat dan penis mereka yang mengacung karena nafsunya. Dengan cepat mereka membaringkan tubuh saya di atas pasir. Kemudian Pak Sastro mulai menjilati kemaluan saya.
“Wah.., memeknya wangi loh..” katanya.

Saya segera berontak, namun kedua teman Pak Satro segera memegangi kedua tangan dan kaki saya. Yang botak memegang kaki, sedangkan yang gendut memegang kedua tangan saya sambil menghisap puting susu saya. Tidak berapa lama kemudian Pak Sastro mulai mengarahkan penisnya yang besar ke lubang kemaluan saya. Dan ternyata, yang tidak saya duga sebelumnya, rasanya ternyata sangat nikmat. Benar-benar berbeda dengan suami saya. Namun karena malu, saya terus berontak sampai Pak Sastro mulai mengoyangkan penisnya dengan gerakan yang kasar, tapi entah kenapa saya justru merasa kenikmatan yang luar biasa, sehingga tanpa sadar saya berhenti berontak dan mulai mengikuti irama goyangnya.

Melihat itu kedua teman Pak Sastro tertawa dan mengendurkan pegangannya. Mendengar tawa mereka, saya sadar namun mau memberontak lagi saya merasa tanggung, sehingga yang terjadi adalah saya terlihat seperti sedang berpura-pura mau berontak namun walau dilepaskan saya tetap tidak berusaha melepaskan diri dari Pak Sastro.

Tidak lama kemudian Pak Sastro membalikkan tubuh saya dalam posisi doggie tanpa melepaskan miliknya dari kemaluan saya. Melihat itu, tanpa dikomando si gendut langsung memasukkan penisnya ke mulut saya. Saya berusaha berontak, namun si gendut menjambak saya dengan keras, sehingga saya menurutinya. Saya benar-benar mengalami sensasi yang luar biasa, sehingga beberapa saat kemudian saya mengalami orgasme yang luar biasa yang belum pernah saya alami sebelumnya. Tubuh saya menjadi lemas dan jatuh tertelungkup. Namun tampaknya Pak Satro belum selesai, sehingga genjotannya dipercepat sampai kemudian dia mencapai kelimaks dan memuntahkan spermanya ke dalam rahim saya.

Begitu Pak Sastro mencabutnya, si botak langsung memasukkan kemaluannya ke dalam milik saya tanpa memberi waktu untuk istirahat. Tidak lama kemudian si gendut mencapai kelimaks, dia menekan kemaluannya ke dalam mulut saya dan tanpa aba- aba, langsung menembakkan spermanya ke dalam mulut saya. Banyak sekali spermanya yang saya rasakan di mulut saya, namun ketika saya hendak membuang sperma itu, Pak Sastro yang saya lihat sedang duduk beristirahat berkata.
“Jangan dibuang dulu, cepet kamu kumur-kumur mani itu yang lama.. pasti nikmat.. ha.. ha.. ha..”
Dan seperti seekor kerbau yang bodoh, saya menurutinya berkumur dengan seperma itu.

Sementara si botak terus mengocok penisnya di dalam kemaluan saya, saya melihat Pak Sastro masuk ke dalam rumah saya dan keluar kembali dengan membawa sebuah terong besar yang saya beli tadi pagi untuk saya masak serta sebuah kalung mutiara imitasi milik saya. Tidak berapa lama kemudian si botak mencapai kelimaks dan saya pun terjatuh lemas di atas pasir tersebut. Melihat temannya sudah selesai, Pak Satro menghampiri saya sambil memaksa saya kembali ke posisi merangkak.

“Sambil menunggu tenaga kita kembali pulih, mari kita lihat hiburan ini..” katanya sambil memasukkan terong ungu yang sangat besar itu ke dalam vagina saya.
Tentu saja saya terkejut dan berusaha memberontak, tetapi kedua temannya segera memegangi saya.
Dan tidak lama kemudian, “Bless..!” terong itu masuk 3/4-nya ke dalam vagina saya.
Rasa sakitnya benar-benar luar biasa, sehingga saya menggoyang-goyangkan pantat saya ke kiri dan kanan.

“Lihat anjing ini.. ekornya aneh.. ha.. ha.. ha..” kata si botak.
“Sekarang kamu merangkak keliling halaman belakang ini, ayo cepat..!” kata si gendut.
Dengan perlahan saya merangkak, dan ternyata rasanya benar-benar nikmat.

Karena rasa geli-geli nikmat itu, sedikit-sedikit saya berhenti, tetapi setiap saya berhenti dengan segera mereka mencambuk pantat saya. Tidak berapa lama saya mencapai kelimaks, melihat itu mereka tertawa. Pak Sastro kemudian menghampiri saya, lalu mulai memasukkan kalung mutiara imitasi yang sebesar kelereng tadi satu persatu ke dalam lubang anus saya.
Saya kembali menjerit, tetapi dengan tenang dia berkata, “Tahan dikit ya.., nanti enak kok..!”

Sampai akhirnya, kemudian kalung itu tinggal seperempatnya yang terlihat, lalu sambil menggenggam sisa kalung tersebut dia berkata.
“Sekarang kamu maju pelan-pelan..”
Dan ketika saya bergerak, kembali kalung itu tercabut pelan-pelan dari anus saya sampai habis. Begitulah mereka mempermainkan saya sampai kemudian mereka siap memperkosa saya lagi berulang-ulang sampai sore hari, dan anehnya setiap mereka kelimaks saya pun turut orgasme dengan arti saya menikmati diperkosa.

Dan anehnya lagi, malam harinya ketika suami saya pulang, saya sama sekali tidak melaporkan kejadian tersebut kepadanya, sehingga pemerkosaan tersebut terus terjadi berulang-ulang setiap saya sedang tidak kuliah. Dan setiap memperkosa, mereka selalu menyelingi dengan mengerjai saya dengan cara yang aneh-aneh, dan itu berlangsung sampai dapur saya selesai dibangun.

Cerita Seks Aku dan Mama

Aku ingin menceritakan sebuah pengalamanku yang tergolong tabu. Sekitar 1 bulan yang lalu, pada hari Sabtu, aku dan mama menghadiri pesta pernikahan dari anak temannya mama. Papa dan kakakku tidak ikut karena mereka berada di luar kota. Menjelang berakhirnya acara, tiba - tiba hujan turun dengan lebat. Aku dan mama jadi bingung, karena kami berencana untuk langsung pulang ketika acara selesai. Kalau hujan seperti ini, jelas tidak bisa, mengingat aku kesulitan melihat jalan ketika hujan lebat turun di malam hari.

"Gimana ini Ma?" tanyaku.

"Coba kita tunggu," jawab mama.

30 menit berlalu, hujan masih turun dengan deras. 

"Gimana?" tanyaku kepada mama.

"Kalo begini, kita tidak punya pilihan lain selain menginap satu malam di sini," jawab mama.

Kebetulan acara pesta pernikahan diadakan di sebuah hotel bintang 5, jadi kami tidak perlu cari hotel. Mama berjalan menuju ke lobby hotel untuk memesan satu kamar. Setelahnya, kami menuju ke lantai 8, di mana kamar kami berada. Hal yang pertama aku lakukan adalah duduk di atas kasur, menonton TV yang ada di depanku.

"Mama mandi dulu yaa," kata mama.

Aku sangat terkejut ketika melihat mama melepas gaun pestanya dengan posisi membelakangiku. Kemudian, tanpa rasa malu, mama melepas BH hitam tanpa talinya, lalu diikuti dengan CD hitamnya.

"Mama kenapa gak lepas baju di dalam kamar mandi?" protesku sambil menghalangi pandanganku kepada mama.

Mama melirik ke belakang. "Emang kenapa? Mama lebih nyaman buka baju di luar kamar mandi."

"Masak gak malu telanjang di depanku?" ujarku, masih menutupi mataku.

Mama lalu membalikkan badannya menghadap ke diriku. Kedua tangannya disilangkan di depan dada. 

"Kan kamu anakku, kenapa harus malu?"

Secara sekilas, aku bisa melihat tubuh telanjang mamaku. Meski sudah berumur 39 tahun, mama memiliki body yang tidak kalah dari gadis - gadis yang seumuran denganku.

"Mama mau mandi dulu," ucapnya, santai berjalan menuju ke kamar mandi.

Aku tidak percaya melihat mamaku yang dengan tenangnya telanjang di depanku. Hal tersebut membuat penisku jadi mengeras. 

"Hey! Kamu gila yaa! Ereksi melihat mama kandungmu sendiri telanjang!" seruku dalam hati kepada kejantananku.

Beberapa menit kemudian, mama keluar dari kamar mandi dengan berbalut handuk. Aku bisa melihat payudara besarnya yang tidak seutuhnya tertutup handuk, hanya setengahnya saja. Paha mulusnya juga terekspos dengan jelas di depan mataku.

"Kamu gak mandi?" tanya mama, membangunkanku dari lamunan jorokku.

"I-iyaa ...." Aku bergegas masuk ke kamar mandi.

Aku melepas jas dan celana kain yang kukenakan. Ketika boxer-ku terlepas dari tubuhku, penisku langsung mengacung dengan tegak.

"Astaga!! Kok masih tegak!" gerutuku. "Semoga dengan guyuran air dari shower, bisa membuatnya 'tertidur' lagi."

Selesai mandi, ternyata penisku masih ereksi. 

"Sial! Pasti gara - gara tadi aku bayangin mamaku sedang mandi," ucapku dalam hati.

Kalau aku keluar dengan berbalut handuk, sudah pasti ketahuan kalo aku sedang ngaceng. Aku akhirnya mengenakan kembali pakaian pestaku--hanya kemeja putih dan celana kain hitam, tanpa jas. Ketika aku keluar, aku melihat mama rebahan di atas kasur, masih mengenakan handuk mandi.

"Kok dipake lagi?" tanya mama, menatap pakaian pestaku. "Kamu mau tidur pake pakaian kayak gitu?"

"Masak tidur telanjang," kataku.

"Yaa iyalah," balas mama, "emang kamu bawa baju tidur?"

"Kan aku bisa tidur cuma pake boxer," timpalku.

"Yakin kamu bakal nyaman pake boxer yang udah dipakai seharian?" tanya mama. 

"Nyaman - nyaman aja," jawabku.

"Jangan! Bau nanti!" kata mama, "dilepas aja. Malah lebih sehat lhoo tidur tanpa pakaian."

Aku terdiam seraya memegangi area selangkanganku. 

"Kenapa penisku masih ngaceng?" kataku dalam hati.

Aku mendengar suara selimut yang tersibak, sepertinya mama membuka selimut yang menutupi tubuhnya. Kemudian aku mendengar suara langkah kaki mendekatiku. Aku terkejut ketika melirik ke arah kanan. Mama menghampiriku yang duduk di pinggir kasur di depan TV. Aku tidak percaya mamaku sama sekali tidak malu berjalan telanjang ke arahku. Mama lalu duduk di sampingku, menatapku dengan penuh perhatian.

"Kamu malu yaa telanjang di depannya mama?" tanya mama.

"I-iyaa," jawabku gugup.

"Hahahahaha." Mama tertawa terbahak - bahak. "Ngapain malu? Kamu kan anakku. Gak perlu malu lahh. Mama aja gak malu telanjang di depanmu."

Aku tertunduk dengan perasaan malu. Kalo aku membuka pakaianku, maka mama bisa melihat penisku yang ereksi.

"Dah cepetan lepas pakaianmu!" perintah mama, "apa mama yang bukain bajumu?"

"Ehhh!? Jangan!" ucapku seraya menutupi dadaku. "Aku lepas sendiri aja."

"Nah, gitu dong," ujar mamaku dengan wajah senang.

Dengan perasaan malu, aku membuka kemejaku secara perlahan, lalu diikuti dengan menurunkan celana kainku. Mama sedikit terkejut ketika melihat ada sesuatu yang mencoba menyembul keluar dari boxer-ku. Aku tidak berani menurunkan boxer-ku, malu dilihat mama.

"Kok diam aja? Cepet turunin boxer-mu!" perintah mama.

Aku melorotkan boxer-ku dengan bertenaga, lalu mengacunglah penisku dengan gagah perkasa. Dengan reflek, aku menutupi penisku.

"Ndak usah kamu tutupin," ucap mama yang terlihat santai," sini, duduk di samping mama."

Dengan rasa malu, aku kembali duduk di sampingnya mama, masih dengan menutupi penisku yang tegang. Mama memegang tanganku, lalu mengangkatnya dengan lemah lembut.

"Kamu ereksi karena melihat mama telanjang yaa?" tanya mama, menatapku dengan penuh perhatian.

Aku mengangguk pelan. Mama kemudian menyentuh pipi kananku.

"Kamu gak perlu malu. Itu adalah hal yang normal," kata mama.

"Normal gimana?? Ereksi liat mamanya sendiri telanjang," kataku.

"Tapi kan mama juga seorang wanita," ucap mama, "berarti kamu masih normal, tertarik dengan tubuh wanita."

"Rasanya aneh terangsang sama mamaku sendiri," ucapku, tidak berani menatap mama.

"Mama justru senang kalo kamu terangsang sama tubuhnya mama," ujar mama sambil membelai pahaku, "tandanya mama masih memiliki wajah cantik dan body yang seksi, sampai - sampai membuat anakku terangsang hihihi."

Bukannya jadi loyo, penisku malah semakin keras. Mama kemudian memegang telapak tanganku, sepertinya dia tau kalau penisku semakin tegang. 

"Lepasin sayang," pinta mama.

Mama menarik perlahan kedua tanganku, membuat penisku bebas mengacung ke depan.

"Wiihhh ... besar juga," ucap mama dengan riang. "Kamu harusnya bangga punya penis besar kayak gitu."

Entah kenapa, aku jadi agak senang ukuran penisku dipuji oleh mama.

"Kalo dibiarin tegang gitu terus, gak enak lhoo. Kamu cepetan keluarin spermamu di kamar mandi," kata mama.

Ketika akan melangkah menuju ke kamar mandi, aku jadi teringat sesuatu. Kalau aku mau ngocok, maka aku perlu membayangkan hal yang ngeres. Saat ini, satu - satunya bayangan ngeres di kepalaku adalah tubuh telanjang mamaku. Ngocok sambil membayangkan mamaku jauh lebih buruk daripada sekedar membayangkan tubuh telanjangnya. Aku lalu kembali duduk di sampingnya mama. Mama menatapku bingung.

"Maaf Ma, sepertinya aku gak bisa mengeluarkan spermaku begitu saja."

"Trus, mau kamu biarin tegang gitu?" tanya mama.

Dengan berat hati, aku menjelaskan kenapa aku tidak bisa mengeluarkan spermaku di kamar mandi. Mama tertawa lepas ketika mendengarnya.

"Emang kamu beneran gak bisa bayangin cewe yang lain?" tanya mama, mencoba menahan tawanya.

Aku menggelengkan kepala. "Enggak. Bayangan tubuh telanjangnya mama sudah menyelimuti kepalaku."

"Hmph ... kalau begitu, mau mama bantuin?" tawar mama.

Aku nyaris melompat dari kasur. "Ehhh!? Mama bercanda??"

"Enggak, mama serius," ujar mama. "Sini, mama bantuin kamu."

Badanku terasa seperti disetrum dengan listrik ketika mama menggenggam penisku. Mama kemudian mengocok penisku secara perlahan.

"Ouhhh," lenguhku.

"Kalo mau keluar, bilang yaa," kata mama, "jangan dikeluarin di sini, nanti bikin kotor lantai kamar."

Aku mengangguk seraya menikmati kocokannya mama. Tidak pakai lama, aku merasa mau muncrat.

"Aku mau keluar," ucapku.

"Ayo segera ke kamar mandi," kata mama sembari melepaskan genggamannya dari penisku.

Aku dan mama berjalan menuju ke kamar mandi. Saat menuju ke kamar mandi, aku malah sempat - sempatnya menatap pantatnya mama yang montok. Ketika sudah berada di kamar mandi, mama berdiri di depanku, lalu lanjut mengocok penisku. Hanya dalam hitungan detik, sperma menyembur dengan deras dari penisku. Tangannya mama belepotan cairan putih dari penisku.

"Kamu keluarnya banyak juga, hihihi," ucap mama.

Aku lalu membersihkan penisku dengan shower, sementara mama membersihkan tangannya di wastafel. Kami lalu kembali ke kamar untuk mengistirahatkan badan. Ketika sedang rebahan, mama memiringkan badannya ke arahku.

"Gimana? Udah puas?" tanya mama.

"I-iya, hehehe," jawabku.

"Kalau semisal kamu ereksi lagi, langsung saja bilang sama mama," ujar mama, "gak usah malu."

Mendengar apa yang diucapkan oleh mama, membuat penisku seketika ngacceng kembali. Mama tersenyum menatap ke arah selangkanganku. Saat kulihat, ternyata penisku yang mengacung tercetak dengan jelas dari balik selimut.

"Ternyata kamu kuat juga yaa," ucap mama, "sini, mama bantuin."

Mama menyibak selimut yang menutupi tubuh seksinya, kemudian merangkak mendekatiku.

"Buka selimutmu," kata mama.

Dengan sedikit gugup, aku membuka selimutku. Penis tegakku langsung terpampang di hadapan mama.

"Kamu duduk di pinggir ranjang," perintah mama.

Aku menurutinya dan duduk di pinggir ranjang yang berhadapan dengan TV. Mama kemudian berjongkok di depanku, lalu menempatkan penisku di belahan dadanya.

"Sekarang mama pakai payudara buat ngocokin penismu," ucap mama dengan senyuman genit.

Mama menjepit penisku dengan kedua payudaranya yang besar, lalu mama mulai melakukan gerekan naik-turun. Aku memejamkan mata menikmati perbuatan mesum yang tabu ini.

"Kalo mau keluar, bilang yaa," kata mama.

"I-iyaa," sahutku.

Baru sekitar 2 menit di-titsfuck sama mama, aku meminta pindah ke kamar mandi, takut muncrat tiba - tiba. Mama menyetujuinya, dan kita beranjak bersama menuju ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi, mama berlutut di depan diriku yang berdiri. Titsfuck kembali dilanjutkan. Tidak kusangka ternyata nikmat sekali penis yang dijepit dengan payudara. Saking keenakan, aku sampai tidak sadar menyemburkan spermaku ke wajahnya mama.

"Ehh!? Maaf Ma," ucapku dengan rasa bersalah.

Mama lalu berdiri dan menatapku dengan penuh perhatian. Area dagu dan mulutnya belepotan spermaku. "Gapapa Sayang."

Mama lalu membersihkan wajah dan payudaranya, sementara aku kembali ke kasur. Suasana jadi canggung saat mama kembali dari kamar mandi dan kembali ke kasur.

"Sudah ngantuk belum? Mama udah ngantuk ini," kata mama.

"Iya. Yuk tidur," ucapku.

Mama kemudian mendekatiku kembali. "Kalo misal kamu ereksi lagi, cukup gesekkan penismu ke belahan pantatku. Tapi jangan dimasukin lhoo yaa!"

Aku menelan ludah menanggapi apa yang diucapkan oleh mama. Setelahnya, mama mematikan lampu kamar, lalu tidur membelakangiku. Sekitar tengah malam, aku terbangun karena kesulitan untuk tidur. Bagaimana aku bisa tidur kalau di sebelahku adalah mama yang tidur tanpa busana. Pikiran aneh menguasai kepalaku. Aku lalu melirik ke arah kananku, tidak terlihat apa - apa karena gelap. Meski begitu, aku tahu kalau mama sedang tidur di samping kananku. Entah ide dari mana, aku perlahan bergeser ke kanan. Tangan kananku perlahan maju ke arah kanan, lalu kurasakan rambut panjangnya mama. Aku mendekatkan diriku lagi, sampai ujung penisku menyentuh tubuhnya mama. Aku lalu meraba punggungnya mama, terasa begitu halus. Tangan kiriku lalu turun ke bawah dan kurasakan bongkahan pantatnya yang kenyal. Betapa gilanya diriku, bukannya menarik tanganku, aku justru meremas pantatnya mama secara perlahan. Puas meremas pantatnya, tanganku beralih ke depan. Aku meraba perut mamaku.

"Mulusnya ... dan masih kencang," kataku dalam hati.

Selain perut, aku juga meraba pinggul, paha dan lengannya. Meski sudah mau kepala 4, mama memiliki body yang mulus dan kencang. Aku kemudian beralih menuju dadanya. Aku sentuh perlahan, terasa kenyal dan lembut. Dengan hati - hati, aku menyingkirkan tangannya mama yang menutupi area dadanya, kemudian aku genggam payudara kirinya.

"Woww ... besar dan empuk," ucapku dalam.

Dengan perlahan, aku meremas perlahan payudara kirinya. Mama memiliki payudara besar yang masih kencang. Aku segera menyudahi permainanku di dadanya mama, takut membangunkannya. Aku tempelkan penisku ke belahan pantatnya, lalu aku gesek dengan tempo pelan.

"Ouhhh ... lembutnya," ucapku dalam hati.

Sambil gesek - gesek, aku juga meraba pinggul dan perutnya mama. Karena semakin bernafsu, aku mempercepat gesekanku, bahkan aku mulai iseng - iseng meraba bagian bawah perutnya. Tangan kiriku semakin turun ke bawah, hingga mencapai area selangkangannya. Terasa hangat ketika aku menyentuhnya. Tiba - tiba, mama menggerakkan badannya, membuatku menghentikan gerakan naik-turunku. Aku terdiam dengan rasa was - was, tetapi tangan kiriku masih berada di selangkangannya mama. Setelah kupastikan mama masih tidur, aku lanjut menggesekkan penisku di belahan pantatnya, sembari meraba - raba area sensitifnya.

"Gimana? Enak gak?"

Aku sangat terkejut ketika mendengar suara halus dari mamaku. Aku langsung mundur, menjauh dari tubuhnya mama. Kemudian aku merasakan pipi kiriku disentuh oleh tangan yang halus.

"Kenapa gak dilanjutin?" tanya mama.

Aku tidak bisa melihat ekspresinya mama karena tidak ada penerangan di kamar. 

"Maaf Ma," ujarku lirih.

"Kenapa minta maaf?" tanya mama, masih menyentuh pipiku, "mama kan udah mengijinkanmu buat gesekin penis kamu di belahan pantatnya mama."

"Iya, tapi ...." Aku terhenti sejenak, berat untuk mengatakannya. "Aku tadi ... meraba - raba ... tubuhnya mama."

"Hahahahaha." Mama tertawa lepas. "Mama tahu kamu penasaran dengan tubuh lawan jenismu, dan itu adalah sesuatu yang normal. Kenapa mama harus marah?"

"Bukannya itu ... termasuk pelecehan yaa?" kataku dengan suara lirih.

"Itu kalau mama tidak mengijinkan," timpal mama, "mama kan sudah mengijinkanmu tadi, masak lupa?"

Aku terdiam sejenak. Pikiran kotor kembali menguasai diriku. Mama telah memberikan lampu hijau, jadi mungkin ini adalah satu - satunya kesempatan bagiku untuk mengeksplorasi lebih dalam tubuh seorang wanita. Tapi ... kenapa wanita tersebut adalah mamaku?

"Ummm ... boleh aku lanjut meraba tubuhnya mama?" tanyaku, malu - malu.

"Boleh aja," jawab mama. "Perlu nyalain lampu gak? Biar kamu bisa melihat bagian mana yang ingin kamu raba."

"Gak usah, malu aku," jawabku.

"Oke deh," sahut mama, "kalau aku pikir - pikir lagi, gelap - gelapan lebih seru sih, hihihihi."

Aku lalu mendengar suara selimut yang tersibak. Sepertinya mama membuka selimutnya, agar aku bisa meraba tubuhnya dengan mudah. Aku lalu kembali mendekat, kuarahkan tanganku ke depan. Aku merasakan sebuah benda kenyal di tangan kiriku. 

"Remas Sayang," kata mama.

Ternyata aku menggenggam payudaranya mama. Aku meremas payudaranya mama dengan lemah lembut. Aku lalu beranjak, memposisikan diriku duduk di atas kasur. Tangan kiriku berpindah meraba perutnya mama, tangan kananku meremas payudaranya bergantian kiri dan kanan. Mama mendesah pelan menikmati rabaanku. Beberapa saat kemudian, aku terkejut ketika mama menggenggam tangan kiriku. Mama kemudian menarik tangan kiriku, dan mendaratkannya di atas vaginanya yang gundul.

"Diraba Sayang," pinta mama.

Aku menurut dan mulai meraba kemaluannya. Mama melebarkan pahanya agar memudahkanku meraba - raba kelaminnya.

"Terusin Say," kata mama.

Kemudian, aku merasakan vaginanya mama mulai basah. Sepertinya mama mulai terangsang.

"Sayang ... gantian yuk," ucap mama.

"Gantian apa?" tanyaku, bingung.

Mama tidak menjawab pertanyaanku, sebaliknya, dia mendorongku agar telentang di kasur. Kemudian, aku merasakan kedua tangannya mama memegang pinggulku. Aku dibuat tersentak ketika area selangkanganku diduduki oleh mama.

"Mama mau ngapain?" tanyaku, sedikit panik.

"Mau gesek - gesek penismu dengan cara yang seksi," jawab mama.

Penisku semakin keras saat aku sadari kalau bibir vaginanya mama tepat berada di atas batang kejantananku. Kedua tangannya mama bertumpu di atas dadaku.

"Mama mulai yaa," ucap mama.

Tubuhku seketika seperti tersengat listrik ketika mama menggesekkan vaginanya di atas penisku. Aku bisa mendengar desahan halus yang keluar dari mulutnya mama. Tanpa kusadari, kedua tanganku mendarat di pinggulnya mama. Nafsu telah menguasaiku, tanganku bergerak menuju ke bongkahan pantatnya mama, yang kemudian aku remas -remas. Mama mulai mempercepat gesekannya. Sepertinya mamaku juga sudah mulai dikuasai oleh nafsu. Aku tidak tahu sudah berapa lama kita melakukan hal tabu ini, tapi ... saat ini, entah bagaimana penisku sudah berada di dalam vaginanya mama. Bukannya berhenti, mama justru menaik-turunkan pinggulnya dengan tempo cepat. Aku memejamkan mata, merasakan kenikmatan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Vaginanya mama terasa sempit dan hangat. Aku tidak tahu berapa lama kita melakukan tindakan cabul ini. Badanku sudah penuh dengan keringat, begitupun juga dengan mama ketika aku meraba badannya. Tidak lama kemudian, mamaku mendesah panjang. Setelahnya, aku merasakan cairan hangat menyelimuti penisku. Sepertinya mama mendapatkan orgasmenya. Mama kemudian ambruk di atas badanku. Kedua payudaranya yang besar dan empuk bersentuhan secara langsung dengan dadaku, membuat penisku bergetar hebat, dan pada akhirnya, aku muncrat di dalam rahim mama kandungku sendiri. 

"Mam?" ucapku, menepuk lengan kanannya mama.

Mama tidak merespons sama sekali, sepertinya dia kelelahan dan tertidur di atas badanku. Dengan perlahan, aku geser tubuhnya mama ke samping kananku, lalu aku tutup tubuh telanjangnya dengan selimut. 

"Apa yang telah kulakukan?" ucapku dalam hati.

Rasa bersalah menyelimutiku diriku. Aku baru saja bersetubuh dengan mamaku sendiri, bahkan muncrat di dalam vaginanya. Tak berselang lama, aku akhirnya tertidur karena kelelahan juga. Esok paginya, aku terbangun dengan tubuh yang segar. Aku menatap ke arah mama, dan kulihat dia mulai membuka matanya. Aku langsung terbangun, lalu berlutut membungkuk sampai dahiku menyentuh kasur.

"Maafkan aku Ma," ujarku.

Aku mendengar suara selimut tersibak. Mama kemudian menyuruhku untuk mendongak.

"Mama yang seharusnya minta maaf, karena telah memperkosamu kemarin," kata mama dengan wajah sedih.

Aku terkejut ketika mendengar apa yang diucapkan oleh mama.

"Mama kemarin telah dikuasai oleh nafsu, dan secara sengaja memasukkan penismu ke dalam vaginaku," lanjut mama.

"Aku juga bersalah Ma," ucapku, "seharusnya aku menghentikan mama. Tetapi aku justru malah membiarkannya."

Kami berdua terdiam tanpa berani menatap satu sama lain. Suasana menjadi sangat canggung. Mama kemudian memecah kecanggungan dengan meletakkan tangannya di atas tangan kananku.

"Mama mau jujur kepadamu Sayang," kata mama dengan lembut.

Mama kemudian bercerita kalau dirinya sudah tidak dijamah oleh papa selama 5 bulan, dan hal tersebut membuat mama menjadi frustrasi.

"Aku bisa memahami apa yang Mama rasakan," ujarku dengan penuh rasa simpati.

Mama tersenyum kecil menatapku. "Terima kasih yaa. Kamu memang anak yang pengertian."

"Kalau Mama tidak keberatan, aku bersedia membantu Mama," kataku.

Senyumannya mama berubah menjadi senyuman genit. "Emang kamu mau bantuin apa?"

"Itu ... ummm ... gimana yaa ngomongnya." Aku malah jadi malu - malu.

"Yang jelas dong," ucap mama, pura - pura kesal.

"Aku ma-mau ban-bantu Mama ... me-mengatasi ... frustrasinya Mama," kataku dengan canggung.

"Bantunya gimana?" tanya mama, sepertinya sengaja menggodaku.

"Dengan cara ... seks," kataku lirih.

"Ohhh ... kamu pengen ngentot sama mama?" kata mama dengan frontal.

Aku melongo mendengar mamaku berkata vulgar. Mama malah tertawa ketika melihat ekspresiku. Kemudian, mama mendekatkan wajahnya ke wajahku. Secara tidak terduga, mama mencium bibirku. Tanpa pikir panjang, aku langsung membalas ciumannya mama. Selain berciuman, kami juga saling beradu lidah. Penisku kembali mengeras dengan gagahnya. Mama menggenggam penisku, lalu dia mengocoknya dengan tempo cepat. Tidak mau kalah, aku remas payudaranya mama yang besar dan empuk.

"Berbaring Sayang," kata mama.

Aku menurut saja dan berbaring di atas kasur. Mama kemudian duduk di sampingku, menghadap ke selangkanganku. Badanku dibuat bergetar ketika mama memasukkan penisku ke dalam mulutnya.

"Ohhh ... Ma ...," desahku.

Aku tidak percaya mamaku ternyata sangat jago dalam oral sex. Kulihat mama menaik-turunkan kepalanya, membuat penisku seolah sedang keluar-masuk di dalam mulutnya. Aku semakin tersentak ketika mama memasukkan semua penisku ke dalam mulutnya. Tidak kusangka penisku yang kuperkirakan memiliki panjang 17 cm, bisa masuk semua ke dalam mulutnya mama. 2 menit kemudian, mama menyudahi servis oralnya.

"Sekarang kamu entot mama yaa," kata mama, mengambil posisi berbaring.

Aku segera memposisikan diriku di depannya mama yang mengangkang. Aku bisa melihat dengan jelas vaginanya yang tidak berambut dan menggairahkan. Karena penasaran, aku mendekatkan mukaku ke selangkangannya mama untuk melihatnya lebih dekat.

"Jangan cuma diliatin dong. Mama malu," ucap mama, menutupi vaginanya dengan kedua tangannya.

"Aku penasaran aja sama lubang vaginanya mama," kataku.

Mama tersenyum nakal. "Ohhh ... kamu penasaran sama memeknya mama yaa?"

Mama lalu menyingkirkan tangannya dari selangkangannya. "Nih, kamu liat sepuasmu."

Aku kembali mengamati lubang tempat di mana dulu aku dilahirkan. Mama benar - benar merawat vaginanya. Entah ide dari mana, aku menjulurkan lidahku ke bibir vaginanya mama, lalu aku mulai menjilatinya.

"Ahhh ... Sayang ...," desah mama, "jilatin Say."

Selain menjilati vaginanya mama, aku juga memainkan klitorisnya.

"Ohh, yeahh ... kamu pinter Say," desah mama.

Puas menjilati vaginanya mama, aku kemudian mengarahkan penisku ke lubang vaginanya mama. Agak sulit untuk memasukkan penisku ke vaginanya mama yang sempit. Kulihat mama meringis seraya memejamkan mata. Dengan sedikit dorongan, aku berhasil memasukkan seluruh penisku ke dalam liang senggamanya mama.

"Setubuhi mamamu Sayang," kata mama, dengan tatapan genit.

Aku mengedipkan satu mataku, lalu aku tarik penisku secara perlahan, setelah itu aku masukkan lagi. Tempo keluar-masuk penisku mulai kupercepat. Sembari menyodok mama, aku juga meremas - remas payudaranya. Sekitar 5 menit kemudian, aku menghentikan genjotanku.

"Ganti gaya yuk Ma," ucapku.

"Boleh," sahut mama, "kamu mau gaya apa?"

"Mama nungging yaa," pintaku.

Mama tersenyum kepadaku, kemudian dia memposisikan dirinya menungging membelakangiku. Aku bisa melihat lubang vagina dan lubang anusnya. Rasa penasaran lalu menghampiri diriku. Aku buka belahan pantatnya, lalu aku sentuh lubang anusnya mama. Tiba - tiba, mama menurunkan pantatnya, lalu berbalik menatapku.

"Kamu tertarik dengan lubang pantatnya mama?" tanya mama dengan lembut.

"I-iya," jawabku dengan gugup.

"Kamu pasti tahu tentang anal sex, iya kan?" tanya mama.

Aku mengangguk sekali. "Iya."

"Sayang ... anal sex memang sangat nikmat bagi pria, tapi itu sangat menyakitkan bagi wanita," ujar mama dengan lembut, "kamu mau membuat mamamu kesakitan?"

Aku menggelengkan kepala dengan perasaan canggung. Padahal aku hanya penasaran saja. Tapi mama mengira kalau aku ingin mencoba anal.

"Sipp! Sekarang kamu lanjut entot mama dari belakang yaa." Mama kembali mengambil posisi menungging.

Aku arahkan penisku ke vaginanya mama, kemudian dengan sekali dorongan, penisku masuk seluruhnya. Aku pegang pinggulnya mama, kemudian aku genjot vaginanya.

"Ohh yeahh ... sodok terus Sayang," desah mama.

Dalam posisi ini, vaginanya mama terasa lebih sempit. Selain sempit, liang senggamanya terasa hangat dan penisku terasa seperti disedot - sedot. Tidak berselang lama kemudian, mama mendesah panjang.

"Aku keluaaaarrr Sayaaaannnngggg!"

Mama menyemburkan cairan cintanya, membasahi penisku yang berada di dalam vaginanya. Aku hentikan genjotanku agar mama bisa menikmati orgasmenya.

"Ayo Sayang, lanjut entotin mamamu ini," kata mama, melirikku dengan tatapan binal.

"Baik!" sahutku.

Aku kembali menggenjot vaginanya mama. Aku arahkan tanganku ke depan, lalu aku remas - remas payudaranya yang gondal - gandul. Baru sebentar kugenjot, mama minta ganti gaya. Aku diminta berbaring, kemudian mama berada di atasku dengan posisi membelakangi diriku. Penisku bergetar hebat ketika mama mulai menaik-turunkan pantatnya seperti yang ada di film porno.

"Mama ternyata hebat juga dalam urusan ranjang," pujiku.

"Jangan remehkan mamamu ini," kata mama dengan nada angkuh, "mama udah pengalaman bertahun - tahun dalam urusan seks."

Sambil menikmati goyangannya mama, aku meremas - remas pantatnya yang seksi. Tak berselang lama kemudian, mama kembali orgasme. Cairan cintanya meluber ke paha dan pinggangku. Mama ambruk ke belakang, menimpa dada dan perutku.

"Kamu kuat banget Say, belum keluar sama sekali," ucap mama.

"Habis ini mau keluar sebenarnya. Tapi Mama malah berhenti bergoyang," kataku.

"Yaa sekarang kamu yang goyangin, mama capek nih," ucap mama.

Aku melingkarkan tanganku ke area perutnya mama, lalu aku genjot vaginanya mama. Aku remas kedua payudaranya mama yang berguncang karena sodokanku. Tidak pakai lama, aku merasa mau keluar.

"Keluarin di mana Ma?" tanyaku.

"Dalem aja Say," jawab mama.

Aku tekan penisku dalam - dalam, lalu aku semburkan spermaku ke dalam tempat di mana aku dulu pernah tinggal selama 9 bulan.

"Rahimnya mama jadi anget," kata mama, berguling ke sampingku.

Kita berbaring sejenak untuk mengistirahatkan badan. Rasanya sungguh nikmat bisa merasakan seks. Hanya saja, kenapa lawan mainku adalah mamaku sendiri.

"Mandi yuk Say," ajak mama.

"Okee," sahutku dengan penuh semangat.

Tiba di kamar mandi, mama menyalakan shower yang langsung mengguyur tubuh seksinya.

"Habis ini kita sarapan sekalian check out yaa," kata mama.

"Yaa," sahutku.

"Sabunin punggungnya mama dong," pinta mama.

Aku tuangkan sabun cair di bahu belakangnya mama, kemudian aku basuhkan di seluruh punggungnya. Kemudian, mama membelakangiku dan menyabuni punggungku. Sebenarnya aku ingin menyetubuhi mama lagi, tapi aku memilih menahan diri.

"Nanti di rumah, kita lanjut yaa," ucap mama dengan senyum genit.

"Wokee!" sahutku sembari mencium pipi kanannya mama.

Selesai mandi, kami kembali mengenakan pakaian pesta yang kemarin. Aku membantu mama mengenakan kembali gaunnya. Setelahnya, kami turun ke lobby untuk menikmati sarapan. Selama sarapan, aku selalu terbayang - bayang body seksinya mama setiap kali menatap wajah cantiknya.

"Sudah kenyang?" tanya mama dengan penuh perhatian.

"Sudah." Aku mengangguk.

"Yuk ke resepsionis buat check out," ajak mama.

Setelah mama menyelesaikan proses check out, kami menuju ke parkiran mobil. Aku nyalakan mesin mobil, kemudian aku pacu keluar dari area parkir bawah tanah. Selama perjalanan, kami lebih banyak diam. Mendekati gerbang tol, aku bersyukur karena jalanan tidak ramai, jadi aku bisa sedikit ngebut. Hanya dalam waktu 20 menit, kami tiba di kota domisili kami.

"Aku jadi gak sabar nih," kataku.

"Gak sabar apa?" tanya mama, tersenyum genit menatapku.

"Itu ... ngeseks sama mama," jawabku senyum - senyum.

"Sesekali pakai bahasa yang agak kasar lahh," ujar mama, "misal 'ngentot sama mama', hihihihi."

"Astaga! kok Mama ngomongnya kasar?" kataku dengan nada bercanda. "Dibalik penampilan yang anggun, tutur kata yang sopan, ternyata Mama bisa ngomong jorok juga."

"Kalo pas bahas seks, mama memang sering pake kalimat jorok. Biar makin hot hihihi," ucap mama.

Penisku seketika jadi mengeras gara - gara ucapannya mama.

"Kontolmu kayaknya ngaceng lagi tuh," kata mama.

"Kok tahu??" ujarku tersentak.

"Celanamu aja menggembung gitu hihihi," ucap mama dengan tawa genit.

Seketika aku menjadi malu. Mama ternyata memperhatikan area selangkanganku.

"Mama jangan ngeliatin selangkanganku trus lahh!" kataku, agak kesal.

"Masak Mamanya sendiri gak boleh liat selangkangan anaknya. Padahal kita udah ngentot lhooo," protes mama.

"Masalahnya bikin aku canggung," timpalku.

"Pas di hotel, kamu juga bikin mama malu--ngeliatin memeknya mama dari jarak dekat," ucap mama, menatapku dengan tatapan genit.

"Beda itu," timpalku, "itu kan pas kita ngeseks- "

"Ngentot." Mama memotong ucapanku.

Aku sedikit melirik mamaku, kemudian aku menggeleng - gelengkan kepalaku. Beberapa menit kemudian, kami akhirnya tiba di rumah. Mama turun dari mobil untuk membukakan pintu gerbang. Aku parkirkan mobil mamaku di depan garasi, setelah itu aku turun menyusul mama masuk ke dalam rumah.

"Kamu kok ngikutin mama?" tanya mama, menatapku dengan ekspresi mesum.

"Pengen ngeseks– ehh ... ngentot sama mama," jawabku senyum - senyum.

Mama memegang pipi kiriku dengan tangannya yang lembut. "Kamu gak capek?"

"Hehehe ... enggak," jawabku.

"Anak muda memang kuat - kuat," ujar mama.

Aku mengikuti mama menuju ke kamarnya. Ketika kami sudah masuk, aku memeluk mama dari belakang.

"Lepasin gaunnya mama Say," pinta mama.

Dengan hati - hati, aku menurunkan retsleting yang ada di punggungnya mama, kemudian aku tarik perlahan gaunnya hingga melorot ke lantai. Setelah itu, aku lanjut melepas BH dan CD nya mama.

Mama kemudian berbalik dan menatap diriku. "Baru kali ini ada anak yang menelanjangi mamanya sendiri, hihihihi."

Ucapannya mama membuat diriku seketika dikuasai oleh nafsu. Aku langsung memeluk mama dan mencium bibirnya. Mama membalas ciumanku dengan ganas. Sambil berciuman, mama mencoba melepas pakaianku. Aku menghentikan aksi ciuman kita agar mempermudah mama menanggalkan pakaianku. Kita berdua sekarang sama - sama telanjang.

"Dulu waktu kamu kecil, kita pernah lhoo sama - sama telanjang. Dan sekarang kita kembali telanjang bareng," ucap mama.

"Tapi kalo dulu kita telanjang karena mandi bareng," imbuhku.

"Sekarang kita telanjang bareng karena mau ngentot," ucap mama dengan ekspresi mesum.

"Padahal di hotel kita udah telanjang bareng. Bahkan udah sampe ngentot," kataku.

"Beda Sayang," timpal mama, "ini khusus untuk momen di rumah ini."

"Jadi ... ini sebuah momen bersejarah di rumah kita?" tanyaku.

"Benar sekali Sayang," jawab mama.

Mama kemudian berlutut di depanku, lalu dia mengocok penisku sembari menjilat testisku. Setelahnya, penisku dimasukkan setengahnya ke dalam mulutnya mama. kupegang kepalanya mama, kemudian aku maju-mundurkan dengan kecepatan sedang. Sekitar 3 menit kemudian, aku mencabut penisku dari mulutnya mama.

"Kok dicabut?" tanya mama dengan ekspresi kecewa.

"Aku gak mau muncrat duluan hehe," jawabku.

Aku lalu duduk di pinggir kasurnya mama, dan kuminta mama untuk duduk di pangkuanku.

"Ohh, kamu mau ngentotin mama saling berhadap - hadapan, yaa?" kata mama dengan tatapan mesum.

"Hehehe ... ayo sini Ma, kontolku gatel pengen nyodok memeknya mama," kataku dengan nada vulgar.

Mama tersenyum kemudian memposisikan dirinya di atas pangkuanku. Setelah pas, mama memasukkan penisku ke dalam vaginanya yang sudah basah. Dengan sedikit dorongan, penisku masuk seluruhnya ke dalam liang senggamanya mama. 

"Ohhhhh ...," desah mama dengan kepala mendongak ke atas.

Mama mendiamkan sejenak penisku di dalam vaginanya, kemudian mama mulai menggoyangnya secara perlahan sambil kedua tangannya bertumpu di bahuku.

"Sayang," panggil mama.

"Iyaa Mamaku tercinta?" responsku.

"Meski kita menjalin hubungan badan, kamu jangan lupa cari pacar lhoo yaa," ucap mama.

"Kan aku udah punya pacar," kataku.

"Serius? Sapa? Kok gak kamu kenalin ke mama," kata mama penasaran.

"Ini ... yang sedang aku entot sekarang hehehe," jawabku cengengesan.

Mama menghentikan goyangannya, dia menatapku dengan ekspresi sebal.

"Nakal yaa kamu! Masak mama sendiri kamu jadiin pacar!" kata mama seraya mencubit hidungku.

"Maaf Ma, aku cuma bercanda," ucapku sembari menepuk - nepuk pinggangnya mama.

Mama mendengus sambil melepaskan cubitannya di hidungku. "Mama kan udah jadi miliknya papa."

"Tapi Mama tetap bolehin aku ngentot sama Mama, kan?" tanyaku, tersenyum menatap mama.

Mama meletakkan kedua tangannya di pipiku. "Tentu saja."

"Tapi ingat, kamu boleh melakukan hal mesum kepada mama selama papa gak ada. Kalo papa ada di rumah, kita harus bersikap biasa," lanjutnya.

"Okee!" sahutku.

Mama lanjut menggoyang pinggulnya. Mama juga mulai menaik-turunkan pantatnya, yang menghasilkan bunyi plok plok plok ketika berbenturan dengan pahaku.

"Mama mau keluar Sayang," kata mama dengan wajah dan leher yang penuh keringat.

Aku peluk mamaku dengan erat, kuhentakkan penisku dengan kuat agar mama mencapai puncak orgasmenya. Mama mendesah keras diikuti dengan semburan cairan kewanitaannya yang meluber sampai ke pahaku. Mama memelukku dengan erat. Aku bisa merasakan tubuhnya yang basah karena keringat. Aku dan mama lalu berbaring di ranjang sambil berpelukan.

"Sudah siap ronde dua?" tanyaku.

"Tentu saja," jawab mama. "Sekarang giliranmu mainin tubuhnya mama."

Tanpa banyak bicara, aku posisikan mama menjadi telentang, kemudian aku memainkan kedua payudara besarnya. Aku remas - remas seraya mengulum putingnya yang berwarna pink.

"Ohh yeah, terusin Say," desah mama.

Sambil memainkan payudaranya mama, tangan kananku mengorek - orek vaginanya mama. Puas bermain dengan buah dadanya mama, aku lanjut menjilati perutnya mama yang rata dan mulus.

"Entot mama Say. Udah gak tahan aku," ujar mama.

"Sebentar ... aku masih ingin menjilati tubuh seksinya mama," kataku.

2 menit kemudian, aku menyuruh mama untuk berdiri di pinggir ranjang, lalu menungging dengan tangan bertumpu di kasur. Mama melebarkan pahanya, memamerkan vaginanya kepadaku. Aku arahkan penisku ke bibir vaginanya dan slebbbz, masuk semua.

"Genjot yang keras Say," pinta mama.

"Dengan senang hati," kataku.

Dalam ronde ini, aku 3 kali berganti gaya. Diawali dengan nungging berdiri, kemudian aku dorong mama hingga mendempet ke dinding kamar, vaginanya kusodok dari belakang, dan yang terakhir adalah posisi menyamping. Dalam ronde ini, mama keluar 2 kali, sementara diriku 1 kali. Setelahnya, aku kembali ke kamarku untuk membilas tubuh yang penuh dengan peluh. Sepanjang siang dan sore, aku dan mama bersikap biasa saja seolah tidak terjadi apa - apa. Menjelang malam, aku dan mama menonton TV di ruang keluarga. Sambil menonton TV, mama sesekali sibuk mengetik di HP-nya.

"Chatting sama sapa Ma?" tanyaku.

"Sama managernya mama," jawab mama, kedua matanya fokus menatap layar HP.

Setelah selesai chatting, mama kembali fokus menonton TV.

"Emang ada apa?" tanyaku kembali.

"Cuma masalah kerjaan," jawab mama.

"Ohh yaa, dari dulu aku penasaran sama kerjaannya Mama," kataku, "sebenarnya Mama kerja apa sih?"

Mama menatapku dengan senyum tipis. "Kamu beneran ingin tahu pekerjaannya mama?"

Aku seketika membeku mendengar ucapannya mama yang bernada agak dingin. Apa jangan - jangan mama bekerja di tempat yang agak - agak gimana gitu. Mama membuka HP-nya, lalu menunjukkan galeri HP-nya yang berisi foto - foto yang membuatku tersentak.

Bersambung....

Sabtu, 04 Januari 2025

Cerita Seks Aku dan Tante Feny (Lanjutan dari Mamaku dientot oleh tukang parkir)

Sudah 4 hari berlalu sejak acara pembukaan kafe milik kenalannya mama. Aku dan tante Feny menjalin komunikasi yang intens untuk menentukan jadwal pertemuan kita. Di waktu yang bersamaan, aku masih mencari tahu kenapa mama bisa - bisanya membiarkan pemuda random menyetubuhinya. Pada malam hari, aku dan tante Feny akhirnya berhasil mencapai kesepakatan untuk bertemu pada hari Sabtu depan di mall *****. Aku jadi tidak sabar menantikan hari itu tiba.

***

Pada hari Jumat, ketika sedang asik di depan komputer, aku mendengar pintu kamarku diketuk. Ketika kubuka pintu kamarku, ternyata mama yang mengetuk pintuku.

"Kamu besok di rumah atau ada acara?" tanya mama.

"Besok aku ada acara jalan - jalan sama temen," jawabku.

"Ke mana?" tanya mama penasaran.

"Ke mall *****," jawabku singkat, "emang ada apa?" tanyaku balik.

"Mama besok mau pergi ketemuan sama temen - temen," jawab mama. "Karena ternyata kamu juga mau pergi, jadi harus ditentuin siapa yang bawa mobil."

"Mama aja deh," kataku, "aku naik ojol aja."

"Baiklah," ucap mama, "besok mama pergi sekitar jam 4 sore."

"Okee deh," sahut mama.

Aku sebenarnya penasaran dengan siapa mama akan jalan - jalan. Semoga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Malamnya, aku asik chatting dengan tante Feny. Kita membahas mau melakukan apa saja besok. Saking asiknya, aku sampai tidak sadar chatting dengan tante Feny sampai jam 10 malam. Aku jadi tidak sabar bertemu dengan tante Feny.

***

Sabtu sore, mama berpamitan untuk pergi jalan - jalan dengan temannya. Mama mengatakan kalau dia akan pulang malam. 

"Aku kayaknya pulang besok," kataku.

"Kamu pake acara nginep?" tanya mama terkejut, "nginep di mana?"

"Di rumah teman," jawabku.

"Temenmu cewe apa cowo?" tanya mama penuh selidik.

"Ummm ... cowo," jawabku, agak salah tingkah.

"Jangan melakukan hal yang tidak - tidak lhoo yaa!" kata mama, mewanti - wanti diriku.

Mama memeperingatkan diriku untuk tidak melakukan tindakan yang gak bener, padahal waktu di acara pembukaan kafe milik temannya, mama malah asik bermesum ria dengan tukang parkir. Kok agak bikin kesel yaa. Mama berpamitan kepadaku dan memacu mobilnya keluar dari halaman depan rumah.

"Habis ini aku yang pergi," gumamku.

Mendekati jam 5, aku memesan ojol dan hanya dalam waktu 3 menit, ojol yang kupesan telah tiba. Karena naik ojol, aku bisa tiba di mall ***** dalam waktu singkat. Tante Feny memintaku untuk menunggu di depan sebuah restoran seafood di lantai 3. Aku mengikuti arahannya dan menunggu tepat di depan resto seafood yang terlihat mewah. Tidak pakai lama, tante Feny tiba di lokasi pertemuan kita.

"Halo Tom," sapa tante Feny dengan senyum ceria.

"Halo Tante," sapaku balik.

Tante Feny terlihat begitu cantik. Dengan t-shirt merah yang ketat dan celana jeans biru tua yang juga ketat, membuat lekuk tubuhnya tercetak dengan jelas.

"Kamu suka seafood gak?" tanya tante Feny.

"Suka - suka aja," jawabku.

"Kita makan di resto ini yaa," usul tante Feny, menunjuk ke restoran seafood di samping kita. "Tante yang traktir."

"Waduh, jangan dong," tolakku secara halus.

"Sudah, gapapa," ucap tante Feny seraya menggandengku masuk ke resto seafood ini.

Tante Feny memesan beberapa menu untuk kita berdua. Aku sedikit terkejut ketika melihat harga menu makanan di restoran ini.

"Tante serius mau nraktir ini? Harganya lumayan mahal lhoo," kataku.

Tante Feny tersenyum kepadaku. "Iyaa ... tante serius."

"Makasih banyak lhoo yaa," ujarku.

"Santai," ucap tante Feny.

Tidak lama kemudian, menu yang dipesan tante Feny tiba. Kami berdua menikmati makan malam sambil mengobrolkan hal receh.

"Kamu gak tau mamamu pergi ke mana?" tanya tante Feny.

"Enggak," jawabku.

"Hmph ... jangan - jangan dia sebenarnya mau ketemuan sama si tukang parkir itu hihihihi," kata tante Feny.

"Jangan mikir yang aneh - aneh lah!" kataku.

"Hahahahaha." Tante Feny tertawa lepas. "Bercanda hihihi."

Gara - gara tante Feny, aku sekarang malah jadi kepikiran. Apa jangan - jangan mama berbohong kepadaku? Kemudian aku jadi teringat kalau mama memang sering jalan - jalan setiap Sabtu bersama dengan teman - temannya. Selesai makan, kami berdua lanjut jalan - jalan di mall.

"Setelah ini, kita ke motel yang ada di dekat sini yaa," bisik tante Feny.

Aku mengangguk salah tingkah. Jam telah menunjukkan pukul 8 malam. Tante Feny mengajakku ke parkiran, untuk menuju ke motel.

"Kamu beneran belum pernah ngeseks yaa?" tanya tante Feny.

"Belum," jawabku, menggelengkan kepala.

Tante Feny mengangguk sambil senyum - senyum. Perjalanan menuju ke motel hanya memerlukan waktu 5 menit. Tante Feny memesan kamar, lalu kita menuju ke lantai 5, tempat di mana kamar yang kita pesan berada. Aku sedikit terpana melihat kamar motel ini bagus dan sangat nyaman.

"Nah, sekarang tante mau tanya," kata tante Feny yang berjalan mendekatiku, "kamu beneran masih perjaka?"

"I-iya," jawabku, agak gugup saat ditatap oleh tante Feny.

Tante Feny tersenyum penuh arti menatapku. "Kamu gak masalah keperjakaanmu diambil sama tante - tante kayak aku?"

"Iyaa, aku gak masalah," jawabku dengan mantap.

Tante Feny tersenyum mendengar jawabanku. Dia kemudian melepas t-shirt dan celana jeans-nya, menyisakan BH dan CD ungu yang masih menempel di tubuh seksinya.

"Gimana? Tante masih seksi, kan?" tanya tante Feny.

"Seksi banget Tante," pujiku, "body-nya Tante gak kalah sama gadis - gadis muda."

Tanpa berucap, tante Feny melepas pakaianku hingga tidak ada yang tersisa di badanku. Tante Feny kemudian melepas pakaian dalamnya. Kita berdua sekarang saling berhadapan tanpa busana.

"Sini, tante ajarin bagaimana caranya berciuman," kata tante Feny

Tante Feny kemudian merangkulku, lalu dia mencium bibirku dengan lembut. Aku membalas ciumannya seraya meraba pinggangnya yang mulus. Setelah berciuman cukup lama, tante Feny memintaku untuk duduk di pinggir kasur. Dia lalu berlutut di depanku, kemudian penisku digenggam olehnya. Aku merasa seperti disetrum oleh listrik ketika tante Feny menjilati kepala penisku, dan sengatan kenikmatannya semakin kuat ketika tante Feny memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Tante Feny kemudian memaju-mundurkan mulutnya, membuat diriku merasa melayang di angkasa yang tinggi. Tanpa sadar, aku meremas rambutnya tante Feny.

"Kalo mau lebih nikmat, kamu dorong - dorong kepalaku yaa," ucap tante Feny, yang kemudian lanjut mengulum penisku.

Dengan rasa sungkan, aku mendorong - dorong kepalanya tante Feny dengan pelan. Tante Feny menaikkan tangannya ke atas tanganku yang berada di kepalanya, lalu dia mendorongnya dengan keras. Sepertinya tante Feny memintaku untuk mendorong kepalanya lebih keras. Aku menurutinya dan mendorong kepalanya tante Feny lebih keras, membuat penisku masuk lebih dalam ke mulutnya.

"Ohhhhhh," lenguhku, menikmati kehangatan mulutnya tante Feny.

Beberapa menit kemudian, tante Feny menyudahi mengulum penisku, lalu dia berbaring di atas ranjang dan memintaku untuk mengeksplor tubuhnya. Aku memulainya dengan meremas kedua payudara montoknya. Tante Feny terlihat menikmati remasanku di payudaranya yang masih terasa kencang.

"Diemut Say," pinta tante Feny.

Aku menurutinya dan langsung aku lahap payudara kanannya. Aku jilat - jilat putingnya yang berwarna pink, lalu aku juga menghisapnya dengan kuat.

"Ouhhh ... terusin Say," lenguh tante Feny.

Saat kuhisap payudara kanannya tante Feny, aku meremas payudara kirinya. Aku lalu beralih memainkan payudara kirinya, tentunya sambil kuremas - remas payudara kanannya. Setelah puas dengan gunung kembarnya, aku beralih menjilati perutnya yang mulus dan rata. Tangan kananku meraba - raba area selangkangannya yang bersih dari rambut kemaluan.

"Habis ini jilatin vaginaku yaa," ucap tante Feny.

"Siapp!" sahutku.

Aku lalu beralih menuju ke area selangkangannya. Aku mengamati lubang vaginanya yang berwarna merah muda.

"Jangan cuma diliatin dong," protes tante Feny, "dimainin lahh."

Seperti kerbau yang dicucuk, aku mengarahkan tangan kananku ke bibir vaginanya tante Feny, kemudian aku merabanya secara perlahan.

"Masukin jarimu Say," pinta tante Feny.

Dengan sedikit gemetar, aku masukkan jari telunjuk ke dalam liang kemaluannya tante Feny. Rasanya hangat dan sempit. Aku lalu mencoba memasukkan dua jari, rasanya semakin sempit. Dengan penuh nafsu, aku mengocok vaginanya tante Feny dengan dua jariku, lalu aku tambah menjadi tiga jari. Tante Feny mendesah keenakan menikmati servisku. Tubuh seksinya bergetar karena sodokan jariku yang kian cepat.

"Ber-berhenti say," perintah tante Feny.

Aku menghentikan gerakan mengocokku dan membiarkan tiga jariku di dalam vaginanya. 

"Cabut jarimu dari vaginaku," ucap tante Feny dengan wajah cemberut.

"Ohh, iya hehehe." Aku segera mencabut jariku dari vaginanya.

Tante Feny kemudian mendorong tubuhku hingga telentang di atas kasur.

"Sekarang, kita akan masuk ke menu utama," kata tante Feny dengan senyum mesum. "Sekarang giliran tante yang akan men-servismu."

Tante Feny memposisikan dirinya di atas penisku yang mengacung. Dia lalu arahkan batang kejantananku ke bibir vaginanya, kemudian dia turunkan pinggulnya secara perlahan.

"Ouhhhhh," lenguh tante Feny ketika kepala penisku mulai menyeruak masuk ke dalam liang senggamanya. Aku meringis menahan nikmat ketika penisku perlahan masuk ke dalam vaginanya tante Feny.

"Ahhhkkk!" pekik tante Feny ketika seluruh penisku terbenam di dalam liang senggamanya. 

Tante Feny mendiamkan sejenak penisku di dalam vaginanya. "Gimana? Enak gak lubangku?"

Aku memberikan acungan jempol. "Enak banget Tante. Sempit dan hangat."

"Hihihi ... kalo gitu, tante goyang yaa." Tante Feny mulai menggoyangkan pinggulnya secara perlahan.

Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa meski goyangannya tante Feny baru perlahan. Tante Feny kemudian mulai mempercepat goyangannya, bahkan mulai melakukan gerakan naik-turun. Aku semakin terangsang ketika melihat tubuhnya tante Feny mulai diselimuti keringat. Desahan lembutnya juga sangat merdu untuk didengar. 6 menit berlalu, tante Feny mendesah keras dan panjang, kemudian aku merasakan cairan hangat membasahi penisku.

"Tante dapet orgasme pertama," ucapnya dengan senyum mengembang.

"Aku belum keluar sama sekali," kataku.

"Bagus dong. Tandanya kamu kuat," puji tante Feny. "Yuk kita ganti gaya."

Tante Feny merebahkan badannya di atas kasur, sementara aku berada di antara pahanya. Tante Feny membantuku mengarahkan penisku ke liang senggamanya. Dengan sekali dorongan, penisku masuk ke dalam vaginanya.

"Genjot Say ... yang keras," pinta tante Feny dengan senyum nakal.

Aku tarik penisku perlahan, lalu aku hentakkan pinggulku dengan keras. Kemudian aku percepat penetrasiku ke vaginanya tante Feny.

"Ouhhh ... yahhh ... terusin Say," desah tante Feny.

Tidak pakai lama, tante Feny kembali orgasme. Badannya melengkung ke atas, diikuti dengan jeritan binal yang keluar dari mulutnya.

"Kamu luar biasa Say, bisa bikin aku dua kali orgasme," puji tante Feny.

"Hehehehe." Aku malah jadi salah tingkah.

"Kamu mau gaya apa lagi? Berdiri, doggy, menyamping atau 69?" tanya tante Feny.

"Ummm ... doggy aja deh," kataku.

Tante Feny mengangguk tersenyum, kemudian dia memposisikan dirinya menungging membelakangiku, memamerkan vaginanya yang sudah sangat becek. Aku arahkan penisku ke liang kenikmatannya tante Feny, dan penisku kembali masuk dengan mudahnya. Aku menyodok tante Feny dengan keras, menimbulkan suara plok plok plok akibat benturan dari pahaku dengan pantatnya yang montok. Kedua tanganku menuju ke depan untuk meremas kedua payudara besarnya yang gondal gandul. 5 menit kemudian, aku merasa mau keluar.

"Aku keluarin di mana yaa?" tanyaku.

"Di dalam aja Say," jawab tante Feny, "tante lagi dalam masa tidak subur."

"Oke deh," sahutku.

Aku tancapkan penisku dalam - dalam dan aku semburkan semua mani yang ada di dalam kantung spermaku. Aku cabut penisku, kemudian tante Feny berlari kecil menuju ke kamar mandi sembari memegangi selangkangannya. Tante Feny keluar dari kamar mandi, lalu dia berbaring di sampingku.

"Enak gak vaginaku?" tanya tante Feny seraya memelukku dengan mesra.

"Enak banget Tante," kataku sambil membelai rambutnya.

"Udah siap lanjut ronde 2?" tanya tante Feny sambil membelai penisku yang masih loyo.

"Bentar," ucapku, "sekitar 2 menit lagi."

Sambil menunggu, tante Feny mengajakku berciuman. Kami saling beradu lidah layaknya sepasang kekasih yang baru pertama kali ngeseks. Tidak pakai lama, penisku kembali ereksi. Tante Feny mengajakku untuk mencoba posisi 69. Tante Feny berada di atasku, menyodorkan vaginanya ke mulutku. Perasaan nikmat kembali menjalar ke tubuhku saat penisku masuk ke dalam mulutnya tante Feny. Tidak mau kalah, aku memainkan lidah dan jariku di klitoris dan bibir vaginanya tante Feny. Tubuhnya tante Feny menggeliat saat aku tusuk - tusukkan lidahku ke liang senggamanya.

"Mmmppphhh ... mmmppphhh." Tante Feny mendesah dengan mulut tersumpal penisku.

Beberapa menit kemudian, aku kembali menyetubuhi tante Feny dengan posisi reverse WOT. Tante Feny menaik-turunkan pantatnya dengan penuh semangat, membuat penisku berkedut - kedut. Aku meremas dan menampar pelan pantat montoknya tante Feny.

"Mulai nakal yaa," ucap tante Feny, melirik ke arahku.

"Aku gemes sama pantatnya Tante," kataku.

"Kalo gitu, tante nungging aja yaa, biar kamu bisa mainin pantatku," ujar tante Feny dengan senyum binal.

Tante Feny mengubah posisinya menjadi menungging. Aku kembali menyodok vaginanya tante Feny seraya meremas - remas pantatnya. Suara desahannya tante Feny memenuhi kamar ini. Pada ronde kedua ini, aku berhasil membuat tante Feny orgasme dua kali dalam waktu 12 menit. Persetubuhan kuakhiri dengan semprotan spermaku ke punggung mulusnya tante Feny.

"Yuk kita mandi bareng," ajak tante Feny.

Aku mengangguk dan mengikuti ajakannya tante Feny. Tante Feny menyalakan shower, lalu air hangat mengucur membasahi tubuh kami yang penuh dengan peluh dan lendir. 

"Sabunin badanku dong," pinta tante Feny.

Aku menuangkan sabun cair ke bahunya tante Feny, lalu aku usapkan ke seluruh punggungnya. Aku lalu membalik badannya tante Feny, sehingga dia berhadapan denganku. Aku tuangkan sabun ke dadanya tante Feny, lalu aku usapkan ke seluruh payudaranya yang menggemaskan.

"Kamu nyabunin atau mainin dadaku?" tanya tante Feny dengan wajah menggoda.

"Nyabunin dong," jawabku, "kalo mainin, yaa gini," lanjutku seraya memelintir putingnya.

"Akhhh! Nakal yaa," ucap tante Feny, mencubit hidungku.

Kali ini gilirannya tante Feny yang menyabuni badanku. Dimulai dari dada dan perutku, lalu beralih ke punggung. Setelah itu, aku menyabuni selangkangannya tante Feny. Aku juga iseng meremas pantatnya tante Feny yang mulus dan licin akibat sabun. Tante Feny kemudian berinisiatif menyabuni penisku dan pantatku.

"Ternyata kamu tangguh juga yaa," kata tante Feny kepada penisku. "Tante jadi ketagihan lhoo."

Aku kemudian meraba selangkangannya tante Feny. "Ternyata kamu sempit dan legit yaa hehehehe."

Tante Feny tertawa lepas seraya menepuk bahuku. Selesai mandi, kita menuju ke kasur dan berbaring saling berdempetan. Tante Feny memelukku dengan penuh keintiman.

"Makasih yaa sudah membuat tante merasa muda lagi," kata tante Feny seraya mencium pipi kananku.

"Apa pun untuk Tante Feny," ucapku.

Tante Feny kemudian bercerita kalau dia sudah lama tidak disentuh oleh suaminya, yang selalu sibuk dengan pekerjaan dan hobinya. Ditambah dengan anak - anaknya yang saat ini berada di luar kota, membuat tante Feny merasa sangat kesepian.

"Mungkin mamamu juga senasib dengan tante," kata tante Feny.

"Mungkin sih," ucapku, menyetujui perkataannya tante Feny. "Papaku juga jarang di rumah."

"Jangan - jangan mamamu mungkin juga main dengan cowo lain hihihi," kelakar tante Feny.

"Waduh, jangan sampe lahh," kataku.

Tante Feny tertawa lepas melihat ekspresiku.

"Bentar ... jangan bilang Tante pernah main sama cowo lain sebelumnya," ucapku.

Tante Feny tersenyum menatapku. "Kamu adalah laki - laki kedua yang menyetubuhiku setelah suamiku."

Entah kenapa, aku malah merasa lega.

"Kalo misal tante nambah cowo baru, gapapa kan?" tanya tante Feny dengan senyum nakal.

"Hmph ... gimana yaaa." Aku bingung mau menjawab apa.

"Hahahahaha." Tante Feny kembali tertawa lepas. "Kamu kayaknya posesif yaa."

Perkataannya tante Feny membuatku wajahku jadi agak memerah.

"Masak posesif kepada wanita yang udah punya suami," ucap tante Feny menggodaku.

"Ahh! Tante jangan bikin aku tambah malu dong!" ujarku.

"Hahahaha ... maaf, maaf. Tante cuma bercanda," kata tante Feny.

Ekspresiku berubah menjadi cemberut. Tante Feny menekan dadanya ke lengan kananku, dia menatap wajahku dengan senyum keibuan.

"Keberadaanmu sudah cukup banget buat tante," bisik tante Feny.

Seketika aku menjadi salah tingkah saat mendengar bisikan lembut dari tante Feny. Kedua mataku melirik kepada tante Feny, dan aku agak terkejut saat kudapati dia sudah tertidur seraya memelukku. Aku membalas memeluknya, lalu aku cium keningnya. Kami tertidur dalam kondisi telanjang bulat. Esok paginya, aku terbangun dengan tubuh segar. Aku melihat tante Feny masih tertidur pulas. Ketika melihat payudaranya, timbul keinginanku untuk meremasnya. Aku arahkan tangan kananku ke payudaranya yang menggoda, lalu aku remas secara perlahan. 

"Empuk banget," kataku dalam hati.

Aku meremas - remas payudara cuma sebentar saja, takut membangunkan tante Feny. Aku beranjak ke kamar mandi untuk kencing dan cuci muka. Kembali dari kamar mandi, kulihat tante Feny sudah bangun.

"Kapan kamu bangun?" tanya tante Feny.

"Sekitar 5 menit yang lalu," jawabku.

Aku kembali berbaring di kasur, lalu aku ambil remot TV untuk menonton TV. Tante Feny kemudian memelukku dari samping.

"Mau morning sex?" tanya tante Feny.

Tanpa menjawab ajakannya, aku langsung menyambar mulutnya. Tante Feny membalas ciumanku dengan buas. Sambil berciuman, aku meraba - raba punggungnya yang mulus. 1 menit kemudian, tante Feny membungkuk mendekati selangkanganku, lalu dia melahap penisku, memasukkan seluruhnya ke dalam mulutnya. Aku memegangi kepalanya, menahannya agar tidak melakukan gerakan maju-mundur. Tante Feny kemudian menepuk - nepuk pahaku, seraya mencoba menarik tanganku. Aku mengerti apa yang dimintanya, lalu aku lepaskan peganganku di kepalanya. Tante Feny mencabut penisku dari mulutnya, dia terbatuk - batuk setelahnya.

"Kamu kok kasar banget sama tante!" ucap tante Feny, agak cemberut.

"Maaf Tante, habisnya mulutnya Tante nikmat banget," kataku sambil senyum - senyum.

Raut mukanya tante Feny berubah menjadi tersenyum, kemudian dia tertawa lepas. "Hahahahahaha."

Tante Feny kemudian mendekatkan wajahnya ke wajahku. "Tante sebenarnya suka dikasarin kayak tadi."

Aku tersenyum dengan tawa kecil. "Wahh ... Tante suka kasar - kasar yaa?"

"Agak, hihihihi," jawab tante Feny.

Aku lalu meminta tante Feny beranjak dari kasur. Dia menurutinya dan mengikutiku berdiri di samping ranjang. Aku lalu membalik tubuhnya membelakangiku, kemudian aku dorong badannya, sehingga dia membungkuk ke depan, dengan kedua tangannya bertumpu di atas kasur.

"Kamu mau nyodok tante dari belakang yaa?" tanya tante Feny.

"Hehehe, iya," jawabku.

Aku lebarkan paha mulusnya tante Feny, lalu aku arahkan penisku ke vaginanya yang sudah agak becek. Dengan dorongan yang kuat, penisku masuk seluruhnya ke dalam liang senggamanya tante Feny. Aku lalu menggenjotnya dengan tempo sedang, seraya menampar - nampar pantatnya. Tante Feny mendesah manja menikmati sodokanku. Baru 5 menit dalam posisi ini, aku mencabut penisku, kemudian aku mendorong tante Feny ke jendela kamar hotel yang menghadap ke luar. Aku pepetkan badannya ke kaca, lalu aku sodok vaginanya dari belakang.

"Nakal banget sih kamu!" kata tante Feny senyum - senyum, "kalo keliatan orang dari luar gimana?"

"Hehehe, biarin," ucapku.

Setelah tante Feny mendapatkan orgasme pertamanya, aku kembali mengubah posisi. Aku duduk di atas kasur, lalu menarik tante Feny untuk duduk di atas pangkuanku. Tante Feny menaik-turunkan pantatnya seraya beradu lidah denganku. Posisi ini membuatku dapat merasakan kehangatan dari tubuhnya tante Feny. Morning sex kami akhiri dengan orgasme keduanya tante Feny dan semburan spermaku ke dalam rahimnya. Sebelum pulang, kami mandi dulu untuk membersihkan badan dari bau keringat dan lendir.

"Minggu depan, kita ngeseks lagi yuk," usul tante Feny.

"Aku sih maunya tiap hari hehehe," kataku.

"Kalo kita bertetangga, mungkin bisa," ucap tante Feny.

Sayang sekali rumahku dan rumahnya tante Feny sangatlah jauh. Jujur, aku ingin menggarap dia lagi, tapi waktu melarang kami untuk melakukannya lagi.

"Tante anter kamu pulang yaa," kata tante Feny.

"Gak merepotkan Tante nih?" tanyaku, agak sungkan jika diantar sama tante - tante.

"Santai aja," ucap tante Feny seraya meraba pipiku.

Kami menuju ke lobby motel untuk mengembalikan kunci kamar, lalu menuju ke tempat parkir. 

"Minggu depan kita nge-gym yuk," ajak tante Feny.

"Boleh," sahutku.

"Setelah itu ... hihihihi." Tante Feny tertawa renyah dengan lirikan mesumnya.

Aku melirik tante Feny dengan senyum mesum, kemudian kita tertawa bersama. Sesampainya di depan rumah, aku mencium tante Feny di bibirnya.

"Aku jadi gak sabar menunggu minggu depan," ucap tante Feny.

"Sama hehehe," ujarku.

Aku menuju ke dalam rumah, dan kudapati mama sedang asik menonton TV.

"Dolan ke mana aja kamu?" tanya mama.

"Ke mall dan rumah temen," jawabku.

"Gak melakukan yang aneh - aneh, kan?" tanya mama, penuh selidik.

"Enggaklah," jawabku.

Aku lalu pergi ke kamarku untuk mengistirahatkan badanku yang letih karena melakukan seks dengan durasi yang panjang. Malamnya, tante Feny mengirimkan fotonya berbalut bikini merah yang minim. Aku menelan ludah ketika melihat foto vulgarnya. Celanaku terasa sesak akibat penisku yang mendesak ingin dikocok.

"Tante Feny sengaja bikin aku sange ini, dasar!" kataku dalam hati.

Aku mengomentarinya dan mengancam akan menggenjot tante Feny sampe kelelahan. Tante Feny membalasnya dengan menuliskan kalau dia bakal bahagia jika digenjot sampai kelelahan. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Aku mematikan HP-ku, lalu merebahkan badanku di atas kasur untuk tidur.

Bersambung....

Jumat, 03 Januari 2025

Cerita Seks Ngentot Mama Mertua

Namaku Roni, usia 30 tahun. Aku menikahi Niken, istriku dua tahun lalu dan kini Niken sedang hamil tua.

Niken adalah anak tertua dari dua bersudara, usianya kini 25 tahun. Karena kehamilan ini adalah yang pertama, maka Niken sengaja pindah ke rumah ibunya untuk mendapatkan bimbingan dan bantuan pada saat persalinannya kelak.
Ibunya Niken alias ibu mertuaku bernama Sulastri, usianya baru 46 tahun. Mama Lastri, begitu aku memanggilnya adalah korban poligami. Bapak mertuaku menikahi sekretarisnya yang berusia jauh lebih muda sekitar lima tahun yang lalu. Padahal menurutku Mama Lastri masih sangat cantik dan menarik. Terutama body montoknya yang masih kencang, tak kalah dengan Niken, istriku.
Sejak aku pacaran dengan Niken, aku sudah sering memperhatikan Mama Lastri yang menurutku lebih montok dibandingkan Niken. Salah satu keunggulan Mama Lastri adalah pantatnya yang bulat dan besar. Sementara buah dadanya mungkin sama dengan Niken istriku yang berukuran 36B.
Satu kebiasaan Mama Lastri di dalam rumah yang membuatku sering berdebar-debar adalah kebiasaannya yang hanya mengenakan handuk seusai mandi. Dia tidak pernah membawa pakaian ke dalam kamar mandi. Pakaian kotornya ditanggalkan di kamar tidur, pergi ke kamar mandi dengan lilitan handuk, kemudian setelah mandi kembali ke kamar dengan badan yang dililit handuk juga.
Aku sudah sering mendapati Mama Lastri dengan lilitan handuk dan selalu saja mencuri pandang ke arah dadanya yang tidak tertutup sempurna dan sebagian pahanya yang mulus dan montok. Selain itu ibu mertuaku juga tidak pelit dalam berbagi pemandangan indah selangkangannya. Kalau sedang duduk nonton TV, beliau cuek saja kalau kedua pahanya terbuka dan memperlihatkan kemulusan paha serta sebagian celana dalamnya.
Pada intinya, aku sangat senang menginap di rumah mertuaku, termasuk pada saat istriku menanti saat kelahirannya.
Tidak sampai menginap seminggu, istriku sudah siap untuk melahirkan. Aku dan Mama Lastri segera membawa Niken ke RS, menunggu beberapa jam sebelum Niken diputuskan untuk operasi Cesar.
Usai operasi, Niken diputuskan harus rawat inap tiga malam, Mama Lastri tentu saja minta diantar pulang. Aku mempunyai kesempatan mengantar ibu mertuaku saat banyak kerabat berkunjung ke kamar rawat inap Niken. Sepanjang perjalanan, Mama Lastri asyik menelpon seseorang dan suaranya terdengar begitu manja, aku menduga dia menelpon suaminya. Salah satu percakapannya dia meminta orang itu datang ke rumah.
Sampai di rumah sudah pukul 7 malam, mertuaku langsung mandi, maklum hampir 12 jam berada di RS. Aku mendapatkan kesempatan lagi memandang tubuh montoknya dibalut handuk. Entah mengapa malam itu wajah Mama Lastri begitu riang, mungkin karena menunggu orang yang ditelponnya itu. Saking riang suasana hatinya, dia tak menutup pintu kamar saat kembali dari kamar mandi. Aku yang berada di dalam kamar seberangnya tentu saja dengan mudah melihat ke dalam kamarnya.
Aku meneguk ludah dan langsung terangsang melihat ibu mertuaku menjatuhkan handuk yang membalut tubuh bugilnya yang montok. Posisinya membalakangiku, sehingga yang tampak adalah bongkahan pantatnya yang besar, namun masih kencang.
Mama Lastri meneruskan ritual mengenakan baju tanpa menyadari bahwa aku memandanginya dari belakang. Mulai dari mengenakan celana dalam, beha sampai dengan berpakaian lengkap. Peristiwa itu membuat kepalaku langsung pening, birahiku yang memuncak seperti berkumpul di kepala. Namun karena aku harus kembali ke RS, maka aku berusaha melupakannya.
Saat aku hendak masuk ke mobil, seorang lelaki seusiaku masuk ke pagar rumah dan berkata padaku ingin bertemu dengan Mama Lastri. Aku baru pertama kali bertemu dengan pria itu dan kemudian masuk ke dalam rumah untuk memberi tahu Mama Lastri. Ibu mertuaku itu tampak sangat senang, dia berhambur keluar dan mempersilahkan tamunya masuk, sementara aku pamit untuk pergi ke RS.
Sampai di RS, masih banyak kerabat yang datang berkunjung dan mengucapkan selamat pada isteriku. Entah mengapa, aku lupa membawa perlengkapan kosmetik istriku, sehingga ia menyuruhku kembali ke rumah untuk mengambilnya. Dengan berat hati terpaksa aku meluncurkan mobil kembali ke rumah.
Karena berniat hanya sebentar, aku memarkir mobil di luar pagar rumah. Sepatu pria yang menjadi tamu ibu mertuaku masih di depan pintu rumah. Suara TV yang menyala membuat suaraku membuka pintu mungkin tidak terdengar oleh Mama Lastri.
Aku mulai curiga ketika tidak mendapatkan Mama Lastri maupun tamunya di ruang tamu maupun di ruang TV. Dengan penuh penasaran dan suara pelan, aku mendekati kamar Mama Lastri.
Pintu kamar Mama Lastri tidak tertutup rapat, dan seperti dugaanku, aku mendengar lenguhan dan jeritan Mama Lastri.
“Engh…. entot terus Tante ya…. Okh… ya… begitu”, terdengar jelas erangan erotis Mama Lastri. Aku sudah 100% yakin bahwa Mama Lastri sedang digarap oleh pria muda tadi.
Tiba-tiba muncul ide gilaku. Kalau aku menangkap basah Mama Lastri mesum dengan pria tak dikenal, maka aku akan memiliki kartu As ibu mertuaku yang bisa kugunakan untuk meminta jatah juga darinya.
Maka tanpa keraguan lagi, aku membuka pintu kamar dengan tiba-tiba.
“Mama… mama sedang apa?” teriakku. Kehadiranku yang tiba-tiba membuat dua insan telanjang yang sedang ML itu terhenyak kaget. Sang pria terlompat dari posisinya yang sedang mengocok vagina Mama Lastri. Sementara Mama Lastri yang sedang mengangkang dengan refleks menutup selangkangannya yang baru saja digarap oleh sang pria muda.
“Oh… Roni… kenapa kamu balik lagi?” tanya Mama Lastri gugup. Sang pria yang juga gugup itu langsung menyambar pakaiannya dan lari keluar kamar, sehingga tinggal aku dan Mama Lastri di dalam kamar.
Menyadari tinggal berdua, dengan nakal aku menatap tubuh telanjang ibu mertuaku yang belum sejam yang lalu aku intip itu.
“Mama… Mama montok sekali..”, pujiku jujur ketika memandang buah dadanya yang besar dan masih kencang. Puting susunya yang besar dan berwarna coklat mengacung di tengahnya.
“Roni… kamu…” Mama Lastri tampak kaget menyadari kalau aku terpesona oleh tubuh telanjangnya.
Menyadari situasi tidak seburuk yang dia duga, Mama Lastri tersenyum manis. Kedua paha yang tadinya dia himpit untuk menutupi selangkangannya, dengan perlahan dia buka.
“wow…”, seruku penuh nafsu melihat bukit selangkangan Mama Lastri yang montok dengan jembut yang hanya disisakan di bagian atas, sementara bagian lainnya dicukur habis. Vaginanya yang basah dan berkilat sudah agak menganga, maklum barusan habis digarap.
“Hmmm…. Kamu nakal juga ya Ron…”, seru ibu mertuaku senang melihat tingkahku.
“He3x… mama lebih nakal pastinya…” balasku.
“Eh… Mama kan masih muda, masih butuh dong…”, Mama Lastri memberi alasan,”Kalau kamu mau, boleh juga kok, hi3x…, tapi jangan sampai Niken tahu”.
“Benar nih Mama? Emang Memek Mama masih legit?”, candaku.
“Kurang ajar kamu, kalau kamu sudah ngerasin pasti ketagihan, he3x…”, seru Mama Lastri manja.
“Kamu tunggu sebentar di sini, buka tuh celana kamu, Mama pingin lihat kontolmu”, serunya jorok sambil bangkit dari tempat tidur dan hendak berjalan keluar kamar. Aku menyempatkan meremas pantat besarnya.
“Ih… nakal!”, jerit Mama Lastri ketika pantatnya kuremas. Dia berjalan ke luar kamar dengan telanjang bulat dan memanggil-manggil pria tadi yang ternyata bernama Farhan. Sementara aku menuruti perintahnya membuka celanaku sehingga penisku yang sudah mengeras mengacung penuh birahi.
Sekitar 5 menit tak ada lagi suara memanggil dari Mama Lastri, tapi wanita itu tidak segera muncul di kamar, justru kemudian terdengar Mama Lastri memanggilku.
“Roni…. Sini kamu…”, panggil Mama Lastri dari ruang tengah.
Sial, aku yang masih canggung memakai kembali celanaku meskipun tidak aku kancingkan. Aku berjalan menuju ruang tengah dan mendapatkan ibu mertuaku dalam posisi duduk mengangkang di sofa tengah digarap oleh si Farhan itu. Aku terpaku sejenak, bingung bercampur kecewa.
“Eh, kenapa bengong?, kan Mama suruh kamu buka celana, okh…” seru Mama Lastri sambil menikmati kocokan Farhan di vaginanya,”Sini… mana kontolmu, biar Mama emut…”
“Tapi Mama…”, kataku canggung dengan kehadiran Farhan yang sedang asyik menikmati vagina Mama Lastri.
“Sudah… sini… biarin Farhan menyelesaikan PR-nya, gara-gara kamu tadi bikin kaget, dia belum selesai,” katanya enteng sambil menarik celanaku. Aku yang sudah terlanjur birahi tak berdaya menolak ajakan Mama Lastri yang memeloroti celanaku dan menggenggam penisku bagai seorang penyanyi yang sedang menggenggam mikrofon. Sejenak kemudian ibu mertuaku dengan sangat bernafsu mengoral penisku sambil terus menikmati kocokan farhan di vaginanya.
Edan, tak pernah terlintas sedikitpun dalam pikiranku mengenai perilaku seks ibu mertuaku ini. Meskipun aku sadar ada kebinalan dalam dirinya, namun aku tak sampai berpikir bahwa dia akan melakukan gang bang seperti ini. Aku yang tadinya agak sungkan, lama-kelamaan akhirnya larut dalam birahi yang diciptakan oleh perilaku seks Mama Lastri yang agak menyimpang itu.
“Kamu jangan bengong dong Ron, remas nih tetek Mama, pilin-pilin putingnya”, mama Lastri memerintahku. Bagaikan budak seksnya, aku menuruti perintah itu, tentu dengan suka cita.
“Kamu juga Farhan, pake tanganmu untuk pijat-pijat itilku”, kini giliran Farhan yang kena perintah.
Kami berdua menjadi budak seks sorang perempuan setengah baya. Aku asyik meremas-remas buah dada montok Mama Lastri dan memilin-milin putting susunya yang besar, sementara itu Farhan asyik mengocok vagina sambil mengusap dan memijat klitoris Mama Lastri.
Mama Lastri, sang “nyonya besar” begitu menikmati permainan gang bang itu, wajahnya sangat mesum dan melenguh keenakan, sampai akhirnya sang nyonya besar tak mampu menahan desakan orgasmenya.
“Okhh…. Yess…. Yess…. Kocok yang keras Farhan…. Ayooo…” Mama Lastri menjerit sambil melejat-lejat keenakan,”Kamu juga Ron… tarik putingku”
Farhan mengocok vagina Mama Lastri dengan irama cepat, sementara aku menarik putting susunya yang sudah mengeras, semuanya dilakukan demi memberikan sensasi orgasme yang dahsyat buat sang nyonya besar yang begitu senang mendapatkannya.
Aku sangat beruntung, Farhan tak sempat orgasme ketika Mama Lastri sudah selesai dengan orgasme spektakulernya. Vagina ibu mertuaku, meskipun mungkin sudah agak longgar akibat serangan Farhan, namun setidaknya belum dibasahi oleh spermanya. Masih ada peluang untukku menikmati liang kenikmatan Mama Lastri yang pernah melahirkan istriku itu.
Mama Lastri hanya istirahat sebentar sebelum menyuruhku tiduran di atas sofa.
“Ayo, giliran kamu Ron, menikmati memek Mama”, ajaknya,”Pasti kamu sudah ngiler kan sama memek Mama?, ditanggung kamu kecanduan, he3x….”.
“Tapi saya maunya doggy style Ma, biar sambil meremas pantat Mama”, pintaku.
“Heh… kamu suka pantat Mama ya?, he3x….”, Mama Lastri tertawa bangga,”kalau kamu suka, boleh kok doggy style, tapi ada syaratnya”
“Iya Ma… saya suka pantat Mama yang besar, apa syaratnya?”, tanyaku.
“Jilatin dulu memek Mama, nih…”, dengan santainya Mama Lastri menyodorkan selangkangannya padaku yang terlentang di atas sofa. Vagina ibu mertuaku terpampang dihadapanku. Vagina merah itu sudah merekah dan basah, maklum habis dihajar penis Farhan dan barusan sudah meraih orgasmenya. Namun dengan semangat membara, aku menjilati vagina itu, tak peduli kalau vagina itu sudah bekas pakai. Mama Lastri sangat senang dengan kepatuhan dan gairahku itu.
“Nah… gitu…. Enak…. Hmmm… kan sekarang Mama jadi terangsang lagi”, ujarnya sambil melenguh keenakan,”jangan cuma dijilat, hisap tuh itil Mama… okhh…. Yaa… ”.
“Eh… kamu jangan bengong farhan, sini kontolmu, saya hisap, supaya keluar tuh peju kamu yang sudah di ujung…, he3x…”, sambil menikmati oralku, Mama Lastri juga mengoral penis Farhan.
Edan… ibu mertuaku itu begitu lihai mempermainkan kami berdua. Tak lama kemudian aku lihat Farhan berteriak mau keluar dan kemudian spermanya meleleh dari mulut Mama Lastri, mengalir sampai buah dadanya. Mama Lastri menelan sebagian sperma yang masuk ke mulutnya dan mengusap sebagian lain yang masih tersisa di bibir, leher dan buah dadanya. Jorok sekali.
“Nah… sekarang giliran kamu Roni, ayo entot Mama seperti anjing, he3x…”, ajak Mama Lastri sambil mengubah posisinya menjadi nungging sambil berpegangan di sofa. Aku bangun dari sofa dan menghadap pantat besar nan montok yang kuimpikan itu.
“Plok…plok…”, aku menampar bongkahan pantat besar itu dengan gemas dan nafsu, kemudian meremasnya.
“Ehh… nakal kamu yaa … ayo masukin kontolmu… ,” pinta Mama Lastri,”Ada dua lubang di situ… silahkan kamu pilih yang mana, he3x….”.
“Saya pilih yang ini dong Ma…, blesss…..”, penisku menghujam vaginanya dari belakang.
“Okhhh… “, Mama Lastri menjerit merasakan penuhnya liang vagina oleh batang penisku.
Sejenak kemudian aku sudah asyik masyuk dengan vagina nikmat ibu mertuaku, mengocoknya sambil meremas panta besarnya. Entah bisikan dari mana, tiba-tiba liang anus yang terpampang diantara pantat besarnya begitu menantangku. Sumpah, dua tahun aku menikah, tidak pernah aku terangsang oleh anus isteriku. Tapi kini, anus ibu mertuaku tampak sangat seksi di mataku. Mungkin akibat kata-kata Mama Lastri sebelumnya yang menawarkan lubang itu, atau karena bentuknya yang jadi menarik karena diapit oleh bongkahan pantatnya yang besar dan montok, entahlah…
Dengan sedikit malu-malu aku menyentuh lubang anus itu dengan jariku sambil terus mengocok vagina.
“Woww…. Ya… itu juga enak Roni… kamu harus coba,” Mama Lastri sangat girang dengan sentuhanku pada anusnya. Edan… pikiranku langsung terbayang kalau ibu mertuaku ini juga suka melakukan anal sex. Benar-benar wanita jalang, pikirku.
“Saya belum pernah Ma, memang Mama pernah?” tanyaku investigatif.
“He3x… kuno sekali kamu…,” ejek Mama Lastri,”Sudah dua kontol yang pernah menjajal lubang itu dan semuanya langsung keenakan… he3x…”.
Edan… ternyata memang benar, ibu mertuaku ternyata hypersex dan penggemar fantasi seks yang aneh-aneh.
“Coba kamu ludahin anus Mama biar basah, terus kamu usap-usap… ayo…”, perintah Mama Lastri. Seperti perintah yang lain, aku menurutinya. Kuludahi anusnya yang berlubang sempit itu sehingga basah dan kemudian aku usap dengan jari.
“Nah… begitu… sekarang masukin jari kamu pelan-pelan…” pintanya lagi. Dengan canggung aku memasukkan jari telunjukku ke dalam liang itu, agak mudah karena sudah basah oleh air liurku. Lubang anus itu terasa sempit, namun elastis. Tiba-tiba Mama Lastri melakukan kontraksi liang anusnya dan… astaga… terasa olehku dinding-dinding liang anusnya menjepit jariku.
“He3x… gimana rasanya? Itu baru jari telunjuk sudah begitu rasanya, gimana kalu kontolmu? Mama berani taruhan kalau kamu langsung nyemprot, he3x…”
Eksperimen anal dan semua ucapan joroknya membuatku semakin bernafsu menghajar vaginanya. Sampai akhirnya aku tak kuasa menahan luapan birahiku. Spermaku tumpah di dalam rahimnya, rahim wanita yang pernah mengandung istriku.
“Okh… saya puas Ma….”, jeritku keenakan.
“He3x…. enak mana memek Mama sama memek Niken?” tanyanya bangga.
“Eh… enakan punya Mama..”, jawabku jujur.
“Kalau gitu, kapan Mama butuh, kamu siap ya…”, Mama Lastri meminta atau memerintahku, tidak ada bedanya. Tapi aku mengangguk setuju. Siapa yang tidak mau mengulanginya fantasi seks binal yang nikmat dengan ibu mertuaku yang seksi nan montok.
Setelah orgasme, aku pamit mau kembali ke RS, takut isteriku marah menungguku. Sementara Mama Lastri tampaknya masih lanjut dengan ronde berikutnya dengan Farhan. Sial… enak benar si Farhan.