Kamis, 26 Desember 2024

Cerita Seks Mama dan 4 Cewe Nakal Tetangga Kita

Aku dan mama pindah ke lingkungan baru karena keperluan kerja papaku. Rumah kami yang sebelumnya sangat jauh dari tempat kerjanya papa. Lingkungan baru ini sedikit lebih ramai penduduknya dibandingkan dengan lingkungan di rumah lama kami. Ada cukup banyak anak muda di sini, dan mereka rata - rata masih SMA. Menjelang sore, aku melihat ada 4 anak cewe SMA yang berjalan bersama menuju ke rumah yang ada di samping kanan rumahku. Kalau kuperhatikan, 4 cewe SMA tersebut seperti sekumpulan anak nakal atau berandalan. Seragam atas mereka tidak dimasukkan ke dalam rok, tidak mengenakan kaus kaki, rambut agak acak - acakan, dan ekspresi wajah mereka yang tengil. Semoga mereka gak bikin ulah di sini. Hari berikutnya, aku melihat 4 anak cewe berandalan itu berangkat ke sekolah. Aku geleng - geleng saat melihat seragam mereka yang acak - acakan.

"Mereka mau sekolah atau mau nongkrong di pinggir jalan," kataku dalam hati.

Aku lalu kembali ke rumah untuk lanjut menyiapkan segala hal yang kuperlukan untuk masuk universitas. 2 bulan lagi, aku akan resmi menjadi seorang mahasiswa. Kakakku mengatakan kalau kehidupan kampus penuh dengan tantangan, dan aku menjadi tidak sabar untuk segera merasakannya sendiri. 

"Kamu sibuk gak?" Mama tiba - tiba berdiri di depan pintu kamarku yang terbuka.

"Kenapa?" tanyaku.

"Temenin mama ke supermarket yaa," ucap mama.

"Yaa," sahutku, sedikit ogah - ogahan.

Aku paling malas kalo suruh menemani mama belanja, karena mamaku selalu suka berlama - lama di supermarket. Kita berangkat ke supermarket sekitar jam 10, dan selesai belanja sekitar jam 1 siang. Rasanya lelah menemani mamaku belanja. Saat kita mendekati rumah, aku melihat 4 anak cewe berandalan sedang duduk - duduk di depan rumah mereka. Mama sepertinya juga melihat 4 anak cewe tersebut.

"Mereka tetangga kita yaa?" tanya mama.

Aku melirik mamaku yang ada di samping kiriku. "Iya."

"Kamu udah kenalan sama mereka?" tanya mama.

Aku memberhentikan mobil di depan pintu pagar rumah, lalu aku tarik tuas rem tangan. "Belum."

Mama melirik ke arah belakang, menatap ke arah 4 anak cewe yang memakai seragam secara asal - asalan.

"Ndak usah diliatin anak - anak nakal kayak mereka," ucapku.

"Kok kamu tau mereka anak nakal?" tanya mama.

"Liat aja cara mereka berpakaian," jawabku.

Aku lalu turun dari mobil, kemudian aku bawa masuk barang belanjaannya mama. Di dalam rumah, mama melanjutkan obrolan kami di dalam mobil tadi.

"Kamu gak bisa menilai mereka nakal dengan hanya melihat gaya berpakaian mereka," kata mama.

"Kalo anak baik - baik, gak mungkin pake seragam acak - acakan gitu," ucapku, menyanggah pernyataannya mama.

"Kalo gitu, mama coba buktiin yaa," kata mama, "ini mama temui mereka sekarang yaa."

"Ngapain nemui mereka?" ujarku, tidak setuju dengan idenya.

"Gak apa - apa lahh ... itung - itung kenalan sama tetangga kita," kata mama.

Aku geleng - geleng kepala ketika melihat mama berjalan menuju ke luar rumah. Mamaku memang suka bergaul dengan orang baru, berbeda dengan diriku yang tidak terlalu suka bersosialisasi. Aku lalu kembali ke kamar untuk mengistirahatkan badanku sejenak. 30 menit kemudian, aku beranjak dari kasur dan menuju ke dapur untuk mengisi ulang botol minumku. Aku lalu menyadari kalau mama masih belum ada di rumah.

"Jangan bilang dia masih ngobrol dengan 4 cewe itu," kataku dalam hati.

Beberapa detik kemudian, aku mendengar suara pintu pagar dibuka. Aku lihat mama datang dengan wajah ceria.

"Mereka gak nakal lhoo, malah seru banget ngobrol sama anak - anak itu," ujar mama.

"Masak? Gak yakin aku," kataku, "paling cuma gimmick."

"Enggak lah! Keliatan banget mereka gak pura - pura pas mama ajak ngobrol," balas mama.

"Kalo mama cocok, yaa bagus lahh," ujarku, "tapi aku tetap gak mau gaul sama mereka."

Mama tersenyum sambil geleng - geleng. Hari berikutnya, aku melihat mama kembali menemui ke-4 cewe berpakaian asal - asalan yang sedang ngerumpi di samping rumah kami. Kulihat mereka menyambut mama dengan ceria. Setelahnya, salah satu dari grup 4 cewe itu mengajak mama untuk masuk ke dalam rumah yang ada di samping kiri rumah kita. Mama mengangguk dan ikut masuk ke dalam bersama dengan 4 cewe itu.

"Ngapain coba mama mau - maunya diajak masuk ke rumah mereka," kataku geleng - geleng kepala, "aku yakin rumah mereka pasti kayak kapal pecah."

Aku kembali masuk ke dalam rumah untuk lanjut mengerjakan hal yang lain. 2 jam berlalu, aku baru menyadari kalau mamaku belum balik dari rumah mereka.

"Kok lama amat mama dolan di tempat mereka!" kataku dengan sebal.

Beberapa menit kemudian, mama datang dengan wajah senang.

"Mama kok lama amat dolan ke rumah mereka!" kataku dengan nada kesal.

"Seru banget ngobrol sama mereka," ucap mama, "asik lhoo anak - anak itu."

"Jangan sering ketemu sama mereka, nanti ketularan sikap jelek mereka," ujarku tegas.

"Sapa bilang sikap mereka jelek," kata mama menepuk pelan lenganku, "meski mereka pake seragam asal - asalan gitu, tapi mereka tau lhoo cara meladeni mama."

Aku sekali lagi hanya bisa geleng - geleng kepala. Hari - hari berikutnya, mama selalu berkunjung ke rumah mereka untuk sekedar ngobrol dan bersenda gurau. Pernah suatu saat aku iseng mengintip apa yang mama dan 4 anak cewe berandalan itu lakukan di dalam rumah mereka, dan kulihat mama dan 4 anak cewe itu sedang asik mengobrol sambil tertawa. Aku tidak mendengar dengan jelas apa yang mereka obrolkan, tapi sepertinya obrolan mereka sangatlah seru. Aku juga merasa agak gimana gitu ketika melihat mamaku diapit oleh 4 cewe berandalan itu, dimana mama berada di tengah, dan di sisi kiri dan kanannya masing - masing 2 cewe. Terlihat kontras sekali melihat mamaku yang putih (Chinese) berada di antara cewe - cewe berkulit sawo matang. Hari Sabtu, mama memintaku untuk jaga rumah sore nanti.

"Mau ke mana?" tanyaku.

"Mau jalan - jalan sama Amy, Mita, Siska dan Nita," jawab mama.

"Siapa lagi mereka!" kataku dengan agak kesal.

"Yaa itu, 4 anak cewe yang kamu sebut berandalan itu," ujar mama.

"Haaahhhh!?" Aku bangkit dari rebahanku. "Mama mau jalan - jalan sama mereka??? Mama serius??"

"Serius lah," ucap mama santai.

"Mau ke mana? Mau ngapain aja? Dan sampe jam berapa?" tanyaku penuh selidik

"Kita cuma mau jalan - jalan ke mall sama makan malam di kafe yang lagi grand opening," jawab mama.

Aku tidak terlalu senang saat mendengar mama mau jalan - jalan dengan cewe - cewe gak jelas itu. Ngapain coba malming sama berandalan kayak gitu.

"Santai aja, HP-nya mama nyala terus kok, jadi kamu bisa nelpon mama," kata mama, mencoba menurunkan ketegangan yang ada di dalam diriku. Menjelang jam 5 sore, kulihat mama keluar dari kamar mengenakan kaos merah yang agak ketat dan celana jeans hotpants.

"Gimana? Mama kayak cewe SMA, kan?" tanya mama dengan senyum centil.

"Iya," jawabku, menoleh ke arah lain.

Meski mamaku telah berumur 41 tahun, tapi dia memiliki tubuh yang bagus, dengan wajahnya yang cantik awet muda. Semua itu berkat olahraga yang teratur dan perawatan tubuh maksimal. Mama kemudian pamit keluar untuk menemui 4 anak cewe itu. Aku iseng - iseng mengikuti dari belakang, dan kulihat sebuah mobil MPV hitam sudah berada di depan rumah kita. Mama segera masuk ke dalamnya dan mobil itu melaju pergi menjauh dari padaku.

"Entah kenapa ... perasaanku tidak enak," ucapku lirih.

Mendekati jam 9 malam, mama juga belum pulang. Aku lalu mencoba untuk menelponnya. 

"Kok gak diangkat!" gerutuku.

Dua kali aku menelpon mama, dan dia sama sekali tidak menjawab panggilanku.

"Bilangnya bisa ditelpon!" seruku dengan nada tinggi, "kenyataannya gak diangkat!"

Aku malah jadi agak khawatir, apa jangan - jangan terjadi sesuatu? Atau mungkin karena sedang asik ngobrol, sampe gak denger HP-nya bunyi? 

"Dasar mama! Bikin anaknya khawatir aja!" gerutuku.

Mendekati jam 10 malam, HP-ku berdering. Saat aku cek, ternyata mama yang menelpon.

"Mama ngapain aja! Kok ditelpon 2x gak diangkat!" seruku.

"Maaf, tadi mama keasikan main sama temen - temen barunya mama," kata mama dengan santai.

Aku bisa mendengar suara cekikikan samar dari HP-ku, sepertinya itu suara dari 4 anak cewe berandalan itu.

"Main apaan?" tanyaku penasaran.

"Maiiinn ...." Mama terdiam sesaat, membuatku jadi curiga. "Itu, namanya apa sih ... ohh yaa, dance yang ada di mall - mall itu," kata mama dengan nada ceria.

"Masak gitu aja gak tau," kataku.

"Mama lupa hihihihi," ucap mama. "Ohh yaa, mama pulangnya besok pagi yaa."

"Hahhhh!?" Aku sangat terkejut ketika mendengarnya. "Mau ngapain????"

"Mau ngerumpi sampe larut malem lah, hihihihi," jawab mama dengan tawa kecil. "Udah dulu yaa, mama mau lanjut main, ehh ... ngerumpi hihihi."

Mama menutup panggilan, meninggalkanku dalam kondisi bingung. Pikiranku campur aduk, bingung, dan resah. Kenapa coba mamaku bisa - bisanya menghabiskan waktu malam bersama dengan anak - anak gak jelas itu? Semalaman aku hampir gak bisa tidur gara - gara memikirkan apa yang dilakukan mama dengan 4 anak cewe berandalan itu. Esok paginya, aku terbangun dengan bagian bawah mata yang agak menghitam, karena gak bisa tidur sama sekali. Aku menuju ke dapur dengan terhuyung - huyung. Dari arah luar, aku mendengar suara pintu pagar dibuka. Mama masuk ke dalam rumah dengan wajah ceria.

"Aku pulang," ucapnya.

Aku menatap mama dengan wajah seram. "Mama ini ngapain aja! Katanya pulang malam! Kok malah pulang besoknya!"

"Hehehe, maaf yaa," ucap mama, "habisnya mereka ngajakin main dan ngobrol sampe larut malam."

"Trus Mama nginep mana?" cecarku.

"Di hotel," jawab mama singkat.

"Hotel biasa atau yang berbintang?" cecarku lagi.

"Hotel bintang 3, hihihi," jawab mama. Dari gesturnya, sepertinya dia tidak berbohong. "Udah yaa, mama mau mandi dulu."

Mama pergi meninggalkanku begitu saja. Aku kembali geleng - geleng menatapnya. Siangnya, aku pamit kepada mama untuk pergi ketemuan sama teman. Sejujurnya aku merasa gelisah meninggalkan mama sendiri di rumah, karena aku yakin mama pasti akan mengunjungi 4 anak cewe nakal itu. Selama kumpul bersama teman - temanku, pikiranku terbang ke mana - mana. Aku jadi sulit untuk fokus mengobrol dengan teman - temanku. 1 jam berlalu, aku tancap gas kembali ke rumah untuk mengecek mamaku. Sesampainya di rumah, aku tidak mendapati keberadaannya mama.

"Pasti berkunjung ke tetangga," gumamku dengan ekspresi kesal.

Aku lalu keluar dari rumah dan menengok ke rumah tetangga. Aku tidak mendengar suara apa pun ketika mencoba menguping dari balik pagar rumah tetangga.

"Masak mereka pergi lagi!" Aku menatap rumah tetanggaku dengan kesal.

Aku lalu masuk kembali ke rumah dan membanting tubuhku ke atas kasur. Ke mana coba dia sekarang? Di satu sisi aku kesal karena mama bergaul dengan 4 remaja cewe yang gak jelas. Di sisi lain, aku khawatir kalau mama sampai terbawa arus ikut - ikutan perilaku yang aneh - aneh. Tidak berselang lama kemudian, aku mendengar suara pintu pagar dibuka. Aku segera beranjak dan turun ke bawah untuk menyambut mamaku yang sepertinya mulai nakal.

"Mama ke mana aja tadi??" tanyaku, berkacak pinggang.

"Ke rumah tetangga hihihi," jawab mama cengengesan.

"Hah!? Serius?" cecarku. "Kok pas aku lewat situ, gak ada suara sama sekali?"

"Kita ngobrol dan seru - seruan di kamar," jawab mama.

"Seru - seruan?" Aku menatap mama dengan bingung.

"Maksudnya kita main dan tebak - tebakan cowo ganteng di sosmed hihihi," jelas mama.

"Astaga! Permainan macam apa itu!" Aku menepuk dahiku cukup keras. "Ohh yaa, aku baru sadar. Kenapa mama berkunjung ke rumah tetangga pake tanktop dan hotpants?" Aku baru sadar kalau mama mengenakan pakaian yang tergolong minim.

"Habisnya hari ini rasanya gerah banget," kata mama dengan santai.

"Tapi jangan pakai yang terlalu minim gitu lah!" ketusku.

"Kan gak masalah kalo sama cewe," kata mama, membenarkan cara berpakaiannya.

Kalo kupikir - pikir, ada benarnya juga. Mama ngumpulnya sama cewe - cewe gak jelas itu, dan aku yakin mereka pake pakaian minim juga. Kalo sama cowo, mungkin aku berhak marah.

"Yaa udah deh," kataku, berlalu dengan lesu.

Mama hanya tertawa kecil, lalu dia naik ke lantai 2 menuju ke kamarnya. Aku kembali merebahkan diri dengan perasaan campur aduk. Sebenarnya aku senang - senang aja mama punya teman ngobrol, tetapi aku gak mau kalau teman ngobrolnya remaja cewe yang penampilannya kayak berandalan. Hari berikutnya, mama kembali berkunjung ke tetangga. Aku iseng mengintip, dan kulihat 4 cewe tersebut baru pulang sekolah. Para remaja cewe itu menggandeng mama dan membawanya masuk ke dalam rumah mereka. Setelah mereka benar - benar sudah masuk, aku iseng mencoba mengintip dari jendela depan rumah mereka. Aku sempat melihat mama dan 4 cewe itu masuk ke dalam kamar.

"Aduh, kalau ini agak riskan misal aku intip," kataku dalam hati.

Aku bingung apakah harus aku intip atau tidak. Aku takut kalau dipergoki oleh orang, bisa - bisa aku bakal digebukin disangka ngintip cewe tetangga. Setelah berpikir 4 kali, kuputuskan untuk mencoba mengintip dengan sangat hati - hati. Sayangnya, jendela kamar mereka dalam kondisi tertutup. Aku coba dekatkan telingaku, dan beruntungnya aku bisa mendengar suara cekikikan dari mama dan 4 cewe itu.

"Kalian berbalik sana, aku mau ganti baju!"

"Halah, ngapain malu. Kan kita cewe semua di sini."

"Nah bener itu." Kali ini aku mendengar suaranya mama.

Kemudian, aku mendengar suara cekikikan diikuti dengan suara jeritan kecil.

"Ayo lepas seragamnya!"

"Ehhh!! Nakal yaa kalian, hihihi."

"Astaga! Kamu pake BH kayak gini di sekolah?"

"Yaa ampun, bukankah itu lingerie?" Suaranya mama kembali terdengar.

"Nakal banget yaa temen kita ini."

Aku seketika agak ngaceng saat mendengarnya. Ternyata mereka memang anak - anak nakal. Masak ke sekolah pake lingerie.

"Yuk kita lepas rok-nya sekalian. Pasti dia pake CD seksi."

"Yukk!!"

"Kyaaaa!"

"Nah, bener kan ... dia juga pake CD lingerie."

"Gila ... ke sekolah pake CD model thong. Binal banget sih kamu."

"Hayoo, kamu mau godain siapa nih?" tanya mama.

"Aku cuma penasaran gimana rasanya pake daleman seksi."

"Yakali nyobanya di sekolah!"

"Jangan - jangan kalian diam - diam pake pakaian dalam seksi juga?" kata mama.

"Ehh .. enggak yaa Ci."

"Nih aku buktiin."

"Ehh!? Kok kamu malah lepas seragam??"

"Nih, aku cuma pake daleman biasa."

"Yaa udah deh, aku ikutan lepas seragam."

Aku hanya bisa terdiam dengan wajah datar. Aku tidak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar. Kok bisa yaa mamaku betah sama cewe - cewe aneh dan mesum kayak mereka.

"Astaga ... kalian kok malah lepas seragam semua??" ucap mama.

"Buat buktiin kalo cuma Mita yang pake lingerie."

"Ehh Ci, mau sekalian gak?"

"Sekalian apa?" tanya mama.

"Buka baju hihihihi."

"Tiba - tiba aku jadi pengen liat dalemannya Ci Tasya."

"Ehh!?" Sepertinya mama terkejut.

"Ayo buka Ci! Atau kita yang bukain nih?"

"Dasar kalian ini!"

"Ayolah ... lagian kita udah pernah telanjang bareng lhoo."

Seketika aku terdiam membeku. "Telanjang bareng?? Yang barusan aku dengar itu beneran atau sekedar hembusan angin?"

"Kalo itu beda hihihihi," kata mama.

"Sama aja lahh--kan sama - sama bugil."

"Iya bener. Tapi itu karena kita gak bawa pakaian ganti," timpal mama.

Penisku semakin keras ketika mendengar apa yang diucapkan oleh mamaku. Imajinasi liar langsung masuk ke dalam kepalaku--membayangkan 5 cewe tidur bareng tanpa busana.

"Ayolah Ci, kita udah setengah telanjang lhoo."

"Hadehh ... kalian ini," kata mama, "oke deh."

Mataku terbelalak saat mendengarnya. Saat ini, dibalik tembok yang ada di sampingku, mama sedang membuka pakaiannya.

"Wihhh ... seksi juga dalemannya Cici."

"Aku jadi gak yakin kalo Ci Tasya udah kepala 4."

"Iya lhooo. Body-nya gak kalah sama kita para gadis."

"Kalian berlebihan deh," ucap mama.

Aku memutuskan untuk pergi setelah tidak tahan dengan pikiran - pikiran liar yang terus menyelimuti otakku. Kalo di situ terus, bisa - bisa aku coli nanti. Setibanya di kamarku, aku merebahkan diriku, kemudian aku keluarkan penisku, lalu aku kocok secara perlahan sambil mengingat - ingat obrolan dari mama dan 4 cewe berandalan itu.

"Ouhhh ... kenapa mama mau - maunya buka baju di depan bocah - bocah yang bahkan lebih muda dari aku?" racauku.

Aku mengocok batangku selama 5 menit, kemudian aku semburkan maniku ke tisu yang ada di sampingku. Setelahnya, aku sedikit menyesal kenapa coli membayangkan mama dan 4 cewe nakal itu. Sekitar 40 menit kemudian, terdengar suara pintu pagar rumah dibuka. Sudah jelas itu mamaku yang pulang dari rumah tetangga. Kemudian, aku mendengar suara pintu kamarku diketuk. Dengan rasa malas, aku beranjak dari kasur dan membuka pintu kamarku.

"Kamu sudah makan belum?" tanya mama.

"Belum," jawabku, "aku lagi gak nafsu makan."

"Yahh, jangan dong," kata mama, "kamu harus tetap makan, kalo gak nanti kamu sakit lhoo."

"Iya deh," kataku, mengalah dengan agak berat hati. "Makan rumah apa luar?"

"Makan luar yuk," ajak mama.

"Oke deh," sahutku ogah - ogahan.

Siang hari ini, aku dan mama makan siang di sebuah rumah makan chinese food. Setelahnya, kita kembali pulang. Aku lebih banyak diam, karena pikiranku dipenuhi dengan hal - hal mesum. Aku sepertinya sudah gila membayangkan apa yang ada dibalik pakaiannya mama.

***

Pada hari Jumat, mama mengatakan kalau besoknya dia akan jalan - jalan sama 4 cewe tetangga.

"Hahh!? Lagi??" ucapku kaget.

"Mereka ngajakin mama malmingan lagi," kata mama.

"Daripada sama mereka, kenapa gak sama temen - temen sebayanya mama?" tanyaku.

"Mereka kebanyakan pada sibuk," jawab mama, "yaa udah deh, mama menerima ajakan dari tetangga kita yang seru."

Aku menghela nafasku sejenak. "Yaa sudah." 

"Pake acara nginep gak?" tanyaku kemudian.

"Kayaknya sih iya," jawab mama.

"Kok pake 'kayaknya'!" ujarku agak kesal.

"Mereka juga belum pasti," kata mama dengan santainya.

Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku, dan kembali lanjut membaca cerita di komputerku. Hari Sabtu akhirnya tiba. Mama berencana pergi sekitar jam 3 siang. Mama juga mengatakan kalau bakal ada acara menginap, dan pulang di Minggu pagi. Aku sangat yakin pasti bakal terjadi sesuatu yang berbau mesum. Tanpa terasa, waktu mulai mendekati jam 3 siang. Aku lihat mama mengenakan kaos hitam ketat dan celana jeans panjang.

"Mama pergi dulu yaa," ucap mama dengan wajah ceria.

Aku jadi penasaran, acara dolan macam apa yang akan terjadi. Malamnya, aku kesulitan untuk tidur karena kepikiran tentang apa yang sedang dilakukan mama dengan 4 cewe nakal itu.

"Apa mereka saat ini sedang mengobrolkan hal mesum? Atau mungkin mereka sedang bugil bareng?" pikirku.

Karena terus dibayang - bayangi pikiran mesum, aku putuskan untuk menonton film biru kiriman dari temanku di HP-ku. Menonton film biru dari temanku juga tidak efektif menghilangkan bayang - bayang mesum mengenai tubuh setengah telanjang mama dan 4 remaja cewe itu.

"Sepertinya aku sudah jadi gila," gumamku, "bayangin mamaku sendiri cuma pake BH dan CD pas lagi ngebokep."

Entah kenapa, aku ingin kembali menguping rumah tetangga kalau misal mama berkunjung lagi ke sana. Besoknya, mama tiba di rumah pada pukul 10 pagi. Raut wajahnya terlihat bahagia.

"Dolan ke mana aja?" tanyaku.

"Sampe ke luar kota, hihihi," jawab mama.

"Hahh!? Ngapain aja?" tanyaku penasaran.

"Jalan - jalan dan nginep," jawab mama. "Udah yaa, mama mau mandi dulu."

Tiba - tiba, ide mesum muncul di dalam otakku, yaitu mengintip mamaku buka baju. Aku penasaran banget pakaian dalam apa yang dikenakan mama kemarin. Aku perlahan mengikuti mama dari belakang, lalu mama menuju ke kamarnya dan menutup pintunya. 

"Aduh, gimana yaa ngintipnya?" pikirku, "kalo aku buka ... bakal ketahuan."

Mengintip mama jelas misi mustahil. Kelihatan banget kalo pintu kamarnya tiba - tiba terbuka secara misterius. Bisa digampar aku kalo sampe ketahuan ngintip. Akhirnya aku mengurungkan niatku, dan kembali ke kamar. Sore harinya, mama kembali ijin kepadaku kalau dia mau berkunjung ke tetangga.

"Wahh, kesempatan bagus nih," kataku dalam hati.

Setelah agak jauh, aku membuntuti mama yang menuju ke rumah 4 cewe itu. Aku melihat salah satu dari cewe remaja itu menyambut mama dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Aku masuk melalui jalur yang sama, lalu aku menuju ke samping rumah mereka. Aku kembali ke tempat di mana aku menguping sebelumnya. Aku mendapati jendela sedang terbuka, jadi aku bisa menyibakkan kordennya. Saat aku sibak korden jendelanya, aku melihat 4 cewe nakal itu sudah duduk - duduk di kasur bersama dengan mama. Salah satu dari mereka membuka laptop yang ada di depan mereka.

"Aku dapet video yang direkam langsung lhoo."

"Kayaknya seru nih."

"Jelas dong. Ini seorang pembantu brondong yang ngentotin majikannya."

"Bentar ...." Aku terdiam membeku. "Jangan bilang mereka mau nonton bokep."

Dari tempat aku mengintip, aku bisa mendengar dengan jelas suara aneh dari laptop mereka. Yang membuatku melongo adalah mama terlihat menikmati tontonan mesum yang ada di layar laptop itu.

"Kontolnya besar juga yaa."

"Iyaa," sahut mama.

Aku melihat mama dan 4 anak cewe itu mulai gelisah. Remaja cewe yang berada di paling kiri mulai gigit - gigit jari. Yang ada di samping kanannya mama sedang mengelus - elus pahanya sendiri. Tiba - tiba, cewe yang ada di paling kanan melepas kaosnya.

"Ehh!? Ngapain kamu buka baju??"

"Gerah. Adegannya makin hot."

"Yaa udah deh, aku lepas baju juga."

Mataku terbelalak ketika menyaksikan 4 cewe berandalan itu melepas pakaian mereka, menyisakan BH dan CD mereka yang masih melekat di tubuh mereka.

"Ayo Ci, lepas bajunya juga."

"Ngapain?? Aku gak gerah sama sekali," ujar mama.

"Masak?? Jangan malu - malu ci."

"Hadeh, yaa udah deh," kata mama.

Penisku tegang maksimal ketika melihat mama melepas kaos dan celana pendeknya. Ini pertama kalinya aku melihat mamaku setengah telanjang. Harus kuakui mama terlihat sangat seksi dan body-nya tidak kalah dengan cewe - cewe nakal itu. Mereka lanjut nonton bokep dengan hanya mengenakan BH dan CD saja. Setelah lewat sekitar 25 menit, cewe yang ada di samping kanannya mama menutup laptop, lalu mama dan 4 remaja cewe itu merebahkan diri di atas kasur.

"Kayaknya seru kalo misal dientot sama cowo yang ada di video itu."

"Aku tadi bayangin diriku digenjot sama tuh cowo."

"Kalo kamu gimana Ci?"

"Hah? Aku??" kata mama, terkejut.

"Kita pengen tau pendapatnya Cici."

"Aku gak ada pendapat hihihi," ucap mama.

"Gak usah malu - malu Ci. Katakan saja."

Mereka berempat mendesak mama untuk memberikan pendapat, dan mama terlihat malu untuk mengatakan opininya.

"Hmmm ... gimana yaa ... kayaknya menarik aja sih menurutku," ujar mama malu - malu.

"Di mana yaa kita bisa nemu cowo kayak gitu?"

"Kalo mau menjelajah, pasti ketemu hihihi."

"Kalo mau, besok Jumat sore kita jalan - jalan menjelajah hihihi."

"Setuju!" mama termasuk yang ikut berseru juga.

Perasaanku seketika menjadi tidak enak. Kayaknya ini jenis jalan - jalan yang gak bener. Yang bikin agak panas-dingis, kenapa mama malah setuju? Aku segera berlari kembali ke rumah, mencoba mencerna lagi ajakan dolan dari salah satu cewe berandalan itu.

"Hmmm ... gimana yaa? Gak mungkin aku langsung menanyakan itu kepada mama. Bisa - bisa ketahuan kalo aku mengintip dia dan 4 cewe itu," kataku dalam hati.

"Kalo aku masukin alat perekam, ada peluang bakal ketahuan," lanjutku.

Aku malah jadi gila sendiri memikirkan semua ini. 30 menit berlalu, aku baru sadar kalau mama belum balik.

"Apa aku harus mengintip lagi?" pikirku.

Aku lalu beranjak, lalu menuju ke bawah untuk mengecek rumah tetangga. Aku melirik sedikit, tidak ada tanda - tanda kehidupan. Aku kembali mengendap - endap masuk ke dalam area rumah tetangga, dan menuju ke tempat aku menguping tadi. Aku mendapati jendela kamar mereka tertutup. Aku mencoba menguping, tidak ada suara dari dalam.

"Apa mereka pada pergi yaa?" pikirku.

Aku kembali ke rumahku dengan penuh pikiran. 

Jangan bilang mereka dolan dadakan!" ucapku dalam hati, "Bentar ... bukannya tadi pagi mereka baru saja pulang dari jalan - jalan yaa? Masak dolan lagi??"

Aku kembali ke kamar untuk rebahan lagi. Tanpa sadar, aku mulai mengelus - elus penisku dari balik celanaku.

"Semoga mama dan 4 cewe itu gak melakukan hal yang aneh - aneh," kataku dalam hati.

Penisku mulai mengeras akibat kuelus - elus. Bisa - bisanya aku membayangkan mama dan 4 remaja cewe itu saling berpelukan dengan hanya mengenakan pakaian dalam. Tiba - tiba, aku dikejutkan dnegan suara pintu pagar yang dibuka. Aku segera beranjak dan menyambut mamaku yang terlihat girang kembali.

"Habis ke mana?" tanyaku.

"Habis dari rumah tetangga," jawab mama.

"Serius? Gak ke tempat lain? Cuma di rumah tetangga?" cecarku.

"Iyaa, mama cuma di rumah tetangga," jawab mama, meyakinkanku.

Aku terdiam bingung, apa benar mama dan 4 cewe itu tidak kemana - mana? Trus mereka di mana ketika aku mencoba menguping tadi?

"Kenapa?" tanya mama, penasaran.

Aku seketika jadi salah tingkah. "Gapapa, hehe."

Mama tersenyum penuh arti kepadaku, kemudian dia melangkah menuju ke kamarnya. Entah kenapa aku menjadi kian penasaran.

***

Hari baru telah datang, aku terbangun dengan kepala yang sedikit pusing. Semalam aku bermimpi aneh. Aku melihat mamaku melakukan tindakan mesum dengan 4 cewe nakal itu. Aku melihat mereka semua hanya mengenakan pakaian dalam saja.

"Aku sepertinya sudah benar - benar gak waras," gumamku.

Aku kemudian turun ke bawah, dan kulihat mama sedang menyiapkan sarapan.

"Ayo makan dulu," ajak mama.

Aku hanya mengangguk kecil, tanpa berkata apa pun. Selama sarapan, mama yang lebih banyak memulai obrolan.

"Ohh yaa, nanti mama mau fitness," kata mama, "mau ikut gak?"

"Hmm ... yaa," jawabku.

"Sipp!" Mama terlihat senang. "Tetangga juga ikut fitness sama kita nanti."

Aku terbelalak ketika mendengarnya. "Hahh!! Mama ngajak mereka??"

"Iyaa," jawab mama.

"Astaga!" Aku menepuk dahiku.

"Emang kenapa? Bukannya makin seru kalo rame - rame?" ucap mama.

"Itu menurut Mama," balasku. "Trus ... kita bakal satu mobil sama mereka?"

"Endak, kita bawa mobil sendiri," jawab mama.

"Kalo misal satu mobil sama mereka, aku gak ikut!" kataku seraya melangkah kembali ke kamarku.

Aku menyiapkan pakaian untuk fitness, kemudian menuju ke garasi untuk memanaskan mesin mobil. Setelah cukup lama menunggu, mama datang dan siap untuk berangkat ke gym. 

"Ini langsung berangkat atau bareng - bareng sama 4 cewe itu?" tanyaku dengan agak kesal.

"Langsung aja," jawab mama, "kita ketemuan di sana."

Setibanya di gym, aku berganti pakaian olahraga, kemudian aku masuk ke ruang fitness untuk mulai berolahraga. Mama berada di luar untuk menunggu 4 cewe nakal tetangga kita. Beberapa menit kemudian, aku dibuat melongo melihat pakaian olahraga yang dikenakan mama dan 4 cewe berandalan itu. Mereka semua mengenakan atasan yang menyerupai bra sport dan bawahan celana ketat yang sangat pendek. Penampilan mereka berlima sukses menarik perhatian beberapa pria yang ada di sini, termasuk aku. Harus kuakui, mamaku terlihat sangat seksi dengan pakaian olahraga yang dia kenakan saat ini. Perutnya yang masih rata, payudaranya yang besar dan bulat sempurna, dan pahanya yang putih mulus. 4 remaja cewe itu sebenarnya juga memiliki body yang seksi, tapi aku tetap tidak suka dengan mereka. Aku terus memperhatikan mama dan 4 remaja cewe itu, memastikan tidak ada hal aneh yang terjadi. Tak berselang lama kemudian, mama mendatangiku yang masih asik angkat beban.

"Ayo gabung sama kita," ajak mama, "sekalian kenalan sama tetangga kita."

"Gak mau!" tolakku.

"Jangan gitu dong," kata mama, "mereka ramah dan seru lhoo."

Kemudian, 4 remaja cewe yang tidak aku sukai itu menghampiri kami.

"Halo, kamu anaknya ci Tasya, yaa?" Salah satu dari mereka mendekatiku. "Kenalin, aku Siska."

Aku hanya mengangguk kecil menanggapi perkenalannya. Tiga cewe lainnya juga turut memperkenalkan diri mereka. Siska adalah cewe dengan rambut yang selalu dikuncir poni kuda. Amy memiliki paras yang cantik dengan rambut sebahu. Mita memiliki rambut panjang dengan poni menyamping ke kanan. Nita juga memiliki rambut panjang, dan dia memiliki pinggul yang seksi.

"Yuk, join sama kita," ajak Mita.

"Gak usah, makasih," ucapku.

"Jangan malu - malu lahh," kata Siska.

Pada akhirnya aku mengalah dan ikut bersama dengan mereka. Kami berolahraga selama 40 menit, setelah itu aku berjalan menuju ke ruang ganti pria untuk ganti baju.

"Mama sama yang lainnya mau sauna dulu," ucap mama, menghampiriku yang mau masuk ke ruang ganti, "kamu nunggu gapapa, kan?"

"Astaga! Pake sauna segala," ucapku, agak kesal.

"Mama kasih kamu 200 ribu deh, mau kan nunggu?" tanya mama dengan ekspresi memohon.

"Iyaa deh," sahutku dengan berat hati.

Setelah selesai ganti, aku berjalan ke luar untuk mencari udara segar. Aku bingung mau ngapain. Menunggu mama dan 4 cewe itu selesai sauna pasti memakan waktu lama.

"Enaknya ke mana yaa?" pikirku.

Di dekat sini ada beberapa resto dan kafe yang cukup menarik. Aku memutuskan ke salah satu kafe terdekat untuk menghabiskan waktu di sana. 30 menit berlalu, belum ada notifikasi pesan muncul di HP-ku.

"Lama amat sih!" gerutuku.

Agak menyesal aku diminta menunggu mama bersauna ria dengan 4 cewe itu. 20 menit berlalu, ada pesan masuk di HP-ku. Saat kulihat, ternyata dari mama, yang mengatakan kalau dia sudah selesai sauna. Aku lalu menunggu di tempat parkir, dan tidak perlu menunggu lama, mama sudah tiba.

"Lama amat saunanya!" protesku.

"Maaf yaa, kita terlalu menikmati tadi," kata mama.

Aku masuk ke dalam mobil, kemudian aku tancap gas menuju ke rumah. Aku perhatikan mama senyum - senyum sendiri dari tadi. Aku yakin terjadi sesuatu di tempat sauna, dan itu pasti berhubungan dengan hal - hal berbau mesum.

Bersambung....

Epilog

Malamnya, Tasya keluar dari rumahnya, menuju ke rumah tetangganya. Di depan pintu rumah tetangganya, Mita telah menunggu kedatangannya.

"Yuk, masuk," ajak Mita.

Di dalam rumah, Nita, Amy dan Siska duduk di sofa ruang keluarga, menunggu kedatangan dari Tasya.

"Hans udah tidur?" tanya Amy.

"Kayaknya sih belum," jawab Tasya.

"Yakin kamu gak ketahuan datang ke sini malam - malam?" tanya Siska.

"Santai, aku mengendap - endap kok," jawab Tasya.

Tasya lalu bergabung bersama dengan 4 gadis remaja itu. Mereka mengobrolkan kegiatan yang mereka lakukan di tempat fitness pagi tadi.

"Tadi liat gak ada cowo kurus jelek ngeliatin kita trus?" kata Mita.

"Jijik diliatin cowo kayak gitu," kata Nita.

"Biasanya yang kayak gitu, kontolnya besar lhoo," ucap Amy.

"Kayaknya ada juga om - om yang melirik kepada kita," ujar Tasya.

"Rasanya excited juga dilirik cowo - cowo," ucap Mita. "Ohh yaa, Hans ngelirik kita gak yaa?"

"Kayaknya gak," jawab Siska, "dia kayaknya benci sama kita."

"Meski begitu, dia cool lhoo," kata Mita.

"Kalian ini bisa aja hihihihi," ucap Tasya.

"Ngobrolnya udahan deh," kata Siska, "aku mau nyobain sesuatu."

"Bentar ... jangan bilang ...." Amy menatap Siska yang berjalan menuju ke dapur.

"Yappp! Aku mau nyoba pare yang aku beli kemarin," kata Siska.

"Gila!! Kapan hari itu timun sama lobak, sekarang pare??" seru Mita, matanya terbelalak.

"Gak cuma pare, ada terong juga hahahaha," kata Siska, tertawa terbahak - bahak.

"Astaga! Mau nyobain lagi ini??" tanya Tasya.

"Hehehe, benar sekali!" jawab Siska. "Ayo! Buka baju kalian!"

Tanpa banyak bicara, Amy, Mita, Nita dan Tasya membuka baju mereka sampai telanjang bulat. Siska kemudian meminta mereka membungkukkan badan dan merebahkannya di atas meja. Dalam posisi ini, pantat mereka jadi terekspos kepada Siska, yang telah memegang sebatang pare di tangannya.

"Ayo! Dilebarin pahanya!" perintah Siska kepada Amy seraya menepuk pantatnya.

Amy menuruti perintah temannya dan dia lebarkan pahanya, memamerkan vaginanya yang minim rambut. Siska memasukkan dua jarinya ke dalam vaginanya Amy, agar pelumasnya keluar.

"Okee, sudah cukup basah ini." Siska mencabut dua jarinya dari vaginanya Amy, dan mengecek jarinya yang basah.

Siska kemudian mengarahkan pare yang dia pegang ke vaginanya Amy, lalu dia dorong perlahan. Amy terlihat meringis menahan sakit dan nikmat saat sebuah pare berukuran besar memasuki liang senggamanya.

"Besar banget nih pare," ucap Amy, "kamu beli di mana sih?"

"Di bapak - bapak pinggir pasar hihihihi," jawab Siska.

"Udah dicuci belum," tanya Amy.

"Belum hihihihi," jawab Siska, "bercanda."

"Kalo sampe belum dicuci, tuh pare aku masukin ke bool-mu!" ucap Amy.

Siska tertawa lepas ketika mendengarnya. Pare tersebut didorong masuk begitu dalam ke liang senggamanya Amy, kemudian Siska menarik keluar pare yang dia pegang. Dia melakukan itu sebanyak 3 kali, kemudian dia beralih ke Nita, yang ada di samping kirinya Amy.

"Sudah siap?" tanya Siska sambil menepuk pantatnya Nita.

"Siapp!" sahut Nita seraya melebarkan pahanya, memamerkan vaginanya.

Tanpa banyak bicara, Siska memasukkan dua jarinya untuk melicinkan vaginanya Nita. Setelahnya, Siska mendorong masuk pare yang dia pegang ke dalam vaginanya Nita.

"Ouhhhhh," lenguh Nita.

Siska juga melakukan gerakan maju-mundur sebanyak tiga kali, kemudian dia beralih ke Tasya yang ada di samping kirinya Nita.

"Udah siap Ci?" tanya Siska.

"Siap dong!" sahut Tasya sembari melebarkan pahanya.

Sama seperti tadi, Siska juga mengecek apakah vaginanya Tasya sudah becek. Setelah cukup becek, Siska menyorongkan pare yang sudah penuh dengan lendir itu ke dalam lubang kenikmatannya Tasya.

"Ahhhh ...." Tasya mendesah panjang ketika lubangnya dimasuki sebuah pare panjang dan besar.

Siska memaju-mundurkan pare tersebut sebanyak 3 kali di vaginanya Tasya. Setelahnya, dia melakukan hal yang sama kepada Mita. 

"Uhhh ... besar banget," lenguh Mita.

"Habis ini memekmu yaa," kata Amy kepada Siska.

"Setuju! Siska juga harus wajib ngerasain pare masuk ke dalam memek!" ucap Nita.

Selesai menyodok vaginanya Mita, Siska melepas bajunya, lalu dia membungkuk dan merebahkan badannya di atas meja.

"Nih liat, aku fair kan," kata Siska.

Amy mengambil pare yang sudah penuh dengan cairan kelamin, lalu disodokkan ke dalam vaginanya Siska.

"Auhhhh!" lenguh Siska.

Amy menyodokkan pare tersebut sebanyak 3 kali, lalu setelahnya, dia cabut dari vaginanya Siska.

"Sekarang kita masukin terong yang kita beli ke dalam memek kita," ucap Siska, melangkah menuju ke kulkas.

Siska menunjukkan 5 buah terong hijau yang berukuran cukup besar. Dia lalu mengambil satu dan memasukkannya ke dalam vaginanya.

"Uhhh ... dingin," desah Siska.

"Kayaknya bakal adem nih memekku," ucap Amy, mengambil salah satu terong dingin tersebut.

Amy mendesah panjang ketika dia mencolokkannya ke dalam vaginanya. Nita dan Mita langsung merasa merinding ketika vagina mereka dimasukin terong dingin. Tasya masih sedikit ragu.

"Ayo Ci, dicoba," ucap Siska, terong hijau masih menggantung di alat kelaminnya.

Mita, Nita dan Amy juga mendesak Tasya untuk merasakan sebuah sensasi dingin di alat kelaminnya. Tasya mengambil terong yang masih dingin itu, lalu dia arahkan ke vaginanya secara perlahan.

"Ohhhhh ...," desah Tasya ketika setengah dari terong itu masuk ke dalam liang senggamanya.

"Gimana Ci? Sensasinya unik, kan?" tanya Siska.

"Iyaa," jawab Tasya, tubuhnya bergetar akibat kenikmatan aneh itu.

Tasya dan 4 cewe tersebut lanjut mengobrol di ruang keluarga dengan terong hijau besar masih menancap di vagina mereka. Sensasi geli menyelimuti tubuh mereka, membuat suasana di ruangan tersebut menjadi panas.

Sabtu, 07 Desember 2024

Cerita Seks Kisahku dengan Boneka - Bonekaku (Lanjutan dari Boneka Teddy Bear yang Aneh)

 Matahari pagi kembali menyapa diriku, aku terbangun dengan perasaan yang nyaman. Tetapi, aku kemudian merasakan ada yang menindih tubuhku. Aku lalu mengarahkan pandanganku ke bawah dan kudapati si boneka ular tengah mencoba melilit badanku.

"Ehh?? Kamu mau ngapain??" kataku dengan sedikit gugup.

Si ular berwarna hijau itu mulai melilit area kakiku sampai ke selangkangan. Aku seketika jadi teringat dengan Fey yang dililit oleh boneka ularnya, lalu dia ditelan utuh - utuh, dan berakhir terperangkap di perut si ular selama 1 jam. Aku sedikit panik ketika menyadari apa yang akan dilakukan oleh boneka ular itu kepadaku. Aku agak meronta - ronta mencoba melepas dari lilitannya. Tetapi dia lebih lincah dan dengan cepat melilit area pinggul sampai ke dada, membuat tanganku juga ikut terkunci oleh lilitannya. Aku melirik ke atas dan kudapati si ular telah membuka mulutnya lebar - lebar, siap menelan tubuh seksiku. Aku hanya pasrah saat si ular mulai menelan kepalaku. Aku mencoba agak meronta, tapi usahaku sia - sia, karena si ular cukup kuat membelitku. Kepalaku perlahan masuk ke dalam tubuh si boneka ular. Rasanya sempit sekali berada di dalam tubuh si ular ini, tapi anehnya, aku bisa bernafas dengan lancar. Si ular mendekati bahuku, dan dia melebarkan mulutnya agar bisa menelannya dengan mudah. Sedikit demi sedikit, area bahuku mulai masuk ke dalam tubuh si ular ini, dan sekarang dia mendekati area dadaku. Si boneka ular itu melebarkan kembali mulutnya agar kedua payudaraku yang berukuran besar, bisa masuk ke dalam mulutnya. Si boneka ular itu mulai menelan area dadaku. Aku merasakan sensasi geli ketika dinding mulutnya menyentuh putingku. 1 menit berlalu, seluruh dadaku sudah masuk ke dalam tubuh si boneka ular, dan sekarang perut rataku yang akan segera ditelan. Entah kenapa, aku merasa nyaman ketika berada di dalam perut si boneka ular ini. Seolah rasa pegal dan stress-ku hilang, dan hanya menyisakan rasa tenang dan rileks pada diriku. Beberapa menit berlalu, tanpa kusadari, seluruh badanku sudah berada di dalam perut si boneka ularnya Fey. Saking nyamannya, aku perlahan mulai merasa ngantuk di dalam perut si boneka ular ini. Baru memejamkan mata sebentar, aku mendengar pintu kamarku diketuk. Kepanikan segera menyelimuti diriku.

"Hey, bisakah kamu mengeluarkanku dari sini?" tanyaku sembari sedikit meronta.

"Ma?? Mama masih tidur?" tanya Glenn.

Waduh, ternyata anakku yang mengetuk pintu kamarku. Bisa terjadi kehebohan besar kalo dia liat mamanya berada di dalam perut si boneka ular ini.

"Ehh ... keluarin aku dong. Anakku ada di luar tuh. Bisa heboh kalo Glenn liat aku ada di dalam sini," kataku sambil meronta dengan lebih keras.

Si boneka ular ini kemudian mulai bergerak. Dari arah gerakannya, dia sepertinya bergerak menuju ke pinggir ranjang yang berada di sisi yang tidak menghadap ke pintu kamar. Cerdas juga nih boneka ular. Dia perlahan menurunkan perutnya yang berisi diriku ke lantai, lalu dia berdiam diri seperti tadi. Kemudian, aku mendengar suara pintu kamarku dibuka.

"Ma–lhooo!? Kok gak ada??" ucap Glenn.

Jantungku berdegup dengan kencang. Aku takut sekali kalau semisal Glenn menemukanku dalam kondisi seperti ini.

"Semoga dia gak ke sini," kataku dalam hati.

"Kemana sih dia? Apa buru - buru pergi? Tapi ... kok kamarnya dibiarin berantakan gini?" kata Glenn.

Aku benar - benar tidak tenang, tapi anehnya si boneka ular ini malah terlihat biasa saja. 

"Hahh ... mungkin mama ada urusan, jadi perginya buru - buru," ucap Glenn diiktui dengan suara pintu kamarku yang ditutup.

Aku langsung lega ketika Glenn pergi dari kamarku. Setelahnya, aku kembali bisa menikmati kenyamanan di dalam perut si boneka ular. Rasanya waktu berjalan sangat lambat di dalam perut si boneka ular. Meski nyaman, ada satu kelemahan berada di dalam sini, yaitu tidak bisa bergerak dengan bebas. Seluruh tubuhku seperti dibungkus oleh sesuatu yang sangat ketat, tetapi empuk. Waktu terus berjalan, aku masih di dalam perut boneka ularnya Fey dalam kondisi telanjang bulat. Kemudian, aku merasa kembali bergerak, dengan arah gerakan menuju ke belakang. Perlahan, bagian atas kepalaku mulai keluar dari badan si boneka ular. Kemudian, seluruh kepalaku mulai berada di luar badan si ular.

"Entah kenapa, aku berasa seperti eek-nya si ular ini deh," gumamku.

Proses keluarnya badanku dari perut si boneka ular ini lebih cepat daripada ketika aku ditelannya. Butuh sekitar 3 menit-an bagiku untuk keluar dari perut boneka ularnya Fey sebagai 'eek-nya'. Aku segera bangkit, lalu mengelus kepala si boneka ular itu.

"Nakal yaa kamu," ucapku.

Aku lalu bangkit berdiri dan menuju ke kamar mandi untuk mandi pagi. Selesai mandi, aku turun ke bawa untuk membuat sarapan.

"Glenn kemana yaa?" kataku dalam hati, "apa dia sarapan di luar?"

Aku cek ruang keluarga dan ruang makan untuk mencari Glenn, keberadaannya tidak ada. Aku lalu menuju ke ke garasi, ternyata motornya sudah tidak ada. Gara - gara aku ditelan sama si boneka ular itu, Glenn pergi lebih awal untuk cari sarapan di luar. Karena Glenn tidak ada, aku akhirnya sarapan sendirian.

"Sepertinya aku harus lebih berhati - hati sama boneka ular itu," ucapku dalam hati.

Selesai makan, aku menuju ke kamar tempat dimana aku menaruh dua boneka teddy-ku. Aku datang untuk sekedar menyapa mereka.

"Halo sayang - sayangku," kataku, "nanti malam kita main yaa hihihihi."

Tiba - tiba, penis kedua boneka teddy-ku mengacung tegak. Aku terkejut sekaligus tertawa melihatnya. Sebenarnya aku mau - mau aja ngeseks dengan mereka saat ini juga, tetapi aku harus segera bersiap untuk pergi bekerja. 

"Maaf yaa. Aku mau kerja dulu. Nanti malam kita puas - puasin yaa," ujarku.

Aku kembali ke kamarku untuk ganti pakaian kerja, setelah itu aku menuju ke garasi untuk menyiapkan mobilku. Aku jadi tidak sabar menantikan malam. Semoga boneka ularnya Fey tidak menginterupsiku. Di kantor, waktu terasa berjalan begitu lama. Ingin rasanya segera kembali, lalu disodok - sodok sama dua boneka teddy kesayanganku. Ketika jam makan siang, Fey menemui dan bertanya mengenai boneka ularnya.

"Wihhh! Pagi tadi kamu udah ditelan sama dia?? Mantap!" kata Fey.

"Iyaa. Pagi - pagi udah dililit sama dia," ucapku.

"Hihihihi. Biar kutebak ... kamu pasti tidur telanjang, iya kan?" ujar Fey.

"Kok kamu tau?" kataku terkejut.

"Boneka ularku itu hanya menelan cewe yang telanjang atau cuma pake daleman doang," ucap Fey.

"Ohh, pantes aja. Kalo misal kemarin malam aku pake piyama, gak mungkin pagi tadi aku ditelan," kataku.

"Tapi kamu juga harus agak waspada. Dia bakal cari momen untuk menelanmu ketika kamu membuka bajumu, atau keluar dari kamar mandi cuma pake handuk aja," kata Fey.

"Serem juga tuh bonekamu," ucapku, "trus gimana cara nangkalnya?"

"Yaa caranya kamu harus menyediakan waktu untuk menyerahkan dirimu secara sukarela," jawab Fey, "kalo gak, yaa siap - siap aja ditelan di momen yang tak terduga."

"Hmph ... ada benernya juga sih. Mending ngatur waktu buat ditelan si ular itu, daripada ditelan di waktu yang tak terduga," ujarku. 

"Dia bakal menelanmu tiap dua hari sekali," kata Fey.

"Lahh!?" Aku terkejut saat mendengarnya. "Apa gak bisa seminggu sekali?"

"Gak bisa lah! Kan udah di-setting begitu," ucap Fey.

"Yaa kamu itu yang bikin settingan-nya!" ucapku dengan senyum kecil.

Fey tertawa kecil menanggapinya. Selesai makan siang, kita jalan - jalan sejenak di luar kantor untuk menikmati jam istirahat.

"Kapan - kapan ke apartemenku yuk," ajak Fey, "kita 'main' bareng - bareng di sana."

Aku tersenyum lebar. "Boleh! Kalo perlu main seharian hihihi."

"Bisa mati keenakan kita nanti," kata Fey seraya menepuk bahuku.

Aku dan Fey lalu tertawa lepas bersama, sampai menarik perhatian beberapa pekerja yang ada di dekat kami. 15 menit kemudian, aku dan Fey kembali ke kantor untuk lanjut bekerja. Waktu kembali terasa lambat saat aku mengerjakan segala tugas yang ada di mejaku. Ingin sekali aku segera pulang dan memanjakan diriku bersama dengan dua boneka teddy-ku. Jam 5 sore, aku segera membereskan meja kerjaku, lalu absen pulang, kemudian bergegas menuju ke tempat parkiran. Selama di dalam mobil, vaginaku terus berkedut, ingin segera disodok oleh penis besar dari kedua boneka teddy kesayanganku. Tiba di rumah, aku disambut oleh Glenn.

"Hari ini makan apa?" tanya Glenn.

"Coba mama cek kulkas dulu yaa," jawabku.

Aku berjalan menuju ke ruang makan untuk mengecek ada apa saja di dalam kulkas. Yang aku temukan adalah telur, sawi sendok, wortel, tahu dan kuah sup sayur kemarin.

"Malam ini makan seadanya aja yaa," kataku, "besok mama belanja banyak."

"Oke deh," sahut Glenn dengan ekspresi sedikit kecewa.

Dengan sisa bahan yang ada, aku membuat makan malam sederhana untuk kita berdua. Selama menikmati makan malam, aku hanya mengobrolkan hal - hal kecil dengan anak bungsuku. Selesai makan malam, aku membereskan meja makan dan mencuci piring kotor dibantu Glenn. Setelah itu, Glenn menuju ke kamarnya untuk lanjut main game dengan teman - temannya. 

"Wahhh, kesempatan nih," ucapku.

Aku segera menuju ke kamar tamu untuk menemui dua boneka teddy kesayanganku. Aku sama sekali belum mandi dan masih mengenakan pakaian kantor.

"Halo sayangku," ucapku kepada dua boneka teddy-ku yang terbaring di atas ranjang.

Aku mengunci pintu kamarku, lalu aku dekati mereka sembari melepas pakaianku satu per satu. Penis mereka mengacung tegak ketika aku sudah telanjang bulat. Mereka lalu berdiri dan duduk di pinggir ranjang. Aku langsung tau apa yang mereka mau. Aku lalu berlutut dan segera memainkan penis besar mereka. Aku kocok penis mereka dengan kedua tanganku, sekaligus aku gunakan lidahku untuk memberikan rangsangan yang lebih nikmat. Karena aku semakin sange, aku menyudahi permainan tangan dan lidahku di penis mereka, kemudian aku berdiri dan bersiap duduk di atas penisnya si teddy coklat.

"Habis ini yaa," kataku kepada si teddy putih.

Aku arahkan penisnya si teddy coklat ke bibir vaginaku, kemudian aku turunkan pinggulku. Penisnya perlahan menyeruak masuk ke dalam vaginaku yang sempit. 

"Ahhhhhh ...." Aku mendesah panjang ketika penis dari si teddy coklat masuk seutuhnya ke dalam vaginaku.

Aku diamkan sejenak untuk merasakan kedutan - kedutan nikmat yang terjadi di dalam vaginaku. Aku perlahan menaik-turunkan pinggulku, agar bisa menikmati penisnya si teddy coklat dengan cara yang santai. Setelah itu, aku gerakkan dengan tempo cepat, hingga menghasilkan suara plok plok plok. Tiba - tiba, aku mendengar suara dari anakku.

"Mama ke mana sih! Masak di kamarnya gak ada lagi."

Seketika rasa takut menyelimutiku, sampai membuatku menghentikan gerakan naik-turunku. Jantungku berdegup cepat. Aku sangat takut kalau sampai dipergoki oleh Glenn.

"Hmmm ... kira - kira ke mana yaa? Apa dia di kamarnya kakak - kakakku?" Sepertinya Glenn berada tepat di depan pintu kamar tamu.

Entah kenapa, bukannya segera melepas penisnya si teddy coklat dari vaginaku, aku terdiam mematung sambil melirik ke arah pintu. Entah setan mana yang merasuki diriku, aku justru mulai menggoyang pantatku secara perlahan, tentunya diiringi dengan jantungku yang berdebar - debar takut ketahuan. Tiba - tiba, pintu kamar tamu diketuk oleh Glenn.

"Mama di dalam??" seru Glenn. "Lhoo?? Kok pintunya dikunci??"

"Aduhh ... gimana ini?? Udah pasti ketahuan ini," kataku dalam hati.

"Mama di dalam yaa? Lagi ngapain? Kok dikunci pintunya?" kata Glenn.

"Iyaa! Mama di sini!" seruku, "ada perlu apa yaa?" tanyaku kemudian sambil lanjut menggoyang pinggulku dengan lemah lembut.

"Mama liat buku matematika-ku gak?" tanya Glenn.

"Mama gak tau!" jawabku, "lhaa kamu taruh mana?"

"Meja tamu," jawab Glenn. "kok kayaknya lebih baik aku masuk aja. Ngobrol dibatesin pintu gini, rasanya aneh," ucapnya kemudian sambil mencoba membuka pintu kamar tamu.

"Aduh, ma-maaf. Mama lagi beres - beres tadi, dan secara reflek pintunya aku kunci," ujarku dengan rasa takut.

"Kok yaa pake dikunci segala sih!" kata Glenn. "Perlu aku bantuin gak?"

"Ndak usah. U-udah mau selesai ini," jawabku.

Entah kenapa, aku malah semakin terangsang di tengah kondisi yang gawat ini. Bahkan aku sampai tidak sadar kalau aku mulai mempercepat goyanganku.

Glenn menghela nafasnya. "Ya udah deh, aku balik ke kamarku."

Setelah aku merasa Glenn telah menjauh, aku menggoyang pinggulku dengan tempo cepat. 3 menit kemudian, aku berpindah ke penisnya si teddy putih dan aku genjot dengan tempo cepat juga. Aku mendesah dengan binalnya menikmati penisnya si teddy putih yang menyodok - nyodok vaginaku. Beberapa menit kemudian, aku mencapai orgasme pertamaku. Vaginaku menyemburkan cairan dalam jumlah banyak, hingga membanjiri area selangkangannya si teddy putih. Si teddy putih memelukku lalu dia merebahkan dirinya ke atas kasur. Si teddy putih lalu melempar badanku ke samping, hingga membuatku sedikit berguling ke samping. S teddy coklat lalu menghampiriku, memposisikan diriku tengkurap, kemudian menarik pinggulku hingga sedikit menungging. Si teddy coklat lalu menyorongkan penisnya ke dalam vaginaku yang basah kuyup.

"Ahhhhh ...," desahku dengan mendongak ke atas.

Si teddy coklat mulai menyodok - nyodok diriku dengan kasar, membuat tubuhku berguncang hebat. Si teddy putih kemudian berjalan ke depan, lalu dia menjambakku, mengarahkan mulutku ke penisnya yang basah kuyup akibat cairan cinta dari vaginaku. Aku dengan senang hati membuka mulutku, dan membiarkan penisnya masuk ke dalam mulut mungilku. Sekarang aku sedang disodok dari depan dan belakang. Penis mereka berdua keluar-masuk secara berirama di dalam vagina dan mulutku. Beberapa menit kemudian, posisiku kembali diubah menjadi WOT, dimana aku berada di atasnya si teddy coklat, dan si teddy putih di belakangku, menyodok lubang anusku. Mereka bergantian menyodok vagina dan pantatku hingga aku orgasme 3 kali. Aku benar - benar puas dengan pelayanan mereka, sampai membuatku susah untuk berdiri. Besoknya, aku kembali bekerja seperti biasanya, dan pulang ke rumah pukul 6 sore. Di tengah perjalanan, aku menerima pesan dari Glenn yang mengatakan kalau dia akan pulang malam karena ada acara kumpul sama teman. Aku meminta Glenn untuk hati - hati dan jaga diri. Setibanya di kamarku, aku melihat boneka ularnya Fey tengah asik tiduran di atas kasurku. Aku hanya tersenyum menatapnya. Aku mulai melepas pakaian kerjaku, karena aku ingin mandi. Ketika di tubuhku hanya tersisa BH dan CD saja, si boneka ular itu melompat dan dengan cepat melilit badanku.

"Ehhhh!?" Aku terkejut dengan apa yang dilakukan oleh bonekanya Fey itu.

Aku jadi teringat dengan apa yang dikatakan oleh Fey. Si boneka ular itu sudah pasti sedang kelaparan, dan karena aku sedang melepas pakaianku, dia menggunakan kesempatan itu untuk mencoba menelanku lagi.

"Nanti aja yaa. Aku mau mandi dulu," pintaku sambil agak meronta.

Tapi si boneka ular hijau ini tidak mendengarkanku dan pada akhirnya aku berakhir di dalam perutnya lagi, dan kali ini aku ditelan saat aku cuma mengenakan pakaian dalam. Aku merasa sedikit kurang nyaman di dalam perut si boneka ularnya, karena bau keringatku tercium cukup kuat di dalam sini. Badan rasanya gerah, ingin sekali aku segera mengguyur badanku dengan shower. Sayangnya aku baru bisa mandi satu jam kemudian, gara - gara si boneka ular ini. Setelah menunggu lama, aku akhirnya keluar dari perut si boneka ular sebagai eek-nya.

"Akhirnya keluar juga," kataku sembari bangkit berdiri dan berjalan menuju ke kamar mandi.

Hari ini aku sama sekali gak melakukan esek - esek dengan dua boneka teddy-ku, karena badanku terasa sangat letih. Tak terasa sudah 5 hari lamanya si boneka ularnya Fey tinggal di rumahku. 2 hari lagi aku harus mengembalikannya kepada pemiliknya. Sebelum hari itu tiba, aku ingin memberikan salam perpisahan kepada si boneka ular hijau itu. Aku mendekatinya dan berbisik kepadanya, "Habis ini kamu boleh menelanku, tapi tunggu sebentar yaa."

Aku segera bergegas masuk ke dalam kamar mandi, kemudian aku mengguyur badanku dengan air, dilanjutkan dengan menyabuni badanku, biar wangi hihihi. Selesai mandi, aku keluar tanpa mengenakan apapun alias telanjang. Aku lalu berlutut di depan si boneka ular dengan senyum mengembang.

"Yuk, sini telan aku. Badanku masih segar dan wangi nih," kataku.

Si boneka ular itu perlahan mulai melilit badanku, lalu dia posisikan diriku telentang. Si boneka ular itu perlahan menelan tubuh telanjangku yang bersih dan wangi. Dalam hitungan 5 menit, aku kembali berada di dalam perut si boneka ular. Kali ini aku menjadi sangat betah, karena bau sabun yang aku pakai tadi menyebar di dalam perut boneka ularnya Fey. 1 jam kemudian, aku keluar dari perut si boneka ular ini. Aku lalu mencium hidungnya dan tersenyum menatapnya. Setelah itu, aku berjalan keluar dari kamarku, menuju ke kamar tamu untuk 'main' dengan dua boneka teddy kesayanganku. Aku masuk ke dalam kamar tamu, kemudian menguncinya, lalu aku segera menerkam kedua boneka teddy-ku. Aku kemudian digenjot dengan berbagai gaya oleh dua boneka kesayanganku itu. Mulut, vagina dan lubang pantatku tidak luput dari sodokan penis mereka. Aku terbaring lemas di atas ranjang setelah digarap oleh kedua teddy-ku selama 30 menit. Sprei di kasur tamu basah dan kusut akibat permainan panas yang kami lakukan tadi. Aku sedikit kesulitan beranjak berdiri, karena kakiku masih gemetar akibat digenjot habis - habisan oleh dua boneka teddy-ku. Aku berjalan menuju ke dapur sambil berpegangan di pegangan tangga. Dengan susah payah, aku akhirnya bisa sampai ke dapur. Kubuka kulkas, lalu aku raih botol minumku, kemudian aku telan air dingin di dalam botolku dalam jumlah besar.

"Segarnya ...," kataku dengan senyum lega.

Badanku terasa segar kembali setelah minum air dingin. Tiba - tiba, aku mendengar suara seseorang yang turun dari tangga. 

"Aduh ... itu Glenn." Seketika kepanikan menjalar di seluruh tubuh telanjangku.

Aku secara reflek menutupi dada dan selangkanganku, kemudian berlari menuju ke halaman belakang melalui pintu transparan di dekat dapur. Aku bersembunyi di balik dinding rumah.

"Hmph?? Perasaan aku denger sesuatu tadi." Terdengar suaranya Glenn.

"Semoga dia gak ke sini," kataku dalam hati.

Kemudian aku mendengar pintu dekat dapur terbuka. Aku mengintip sedikit dan kulihat Glenn sedang celingak - celinguk. Jantungku berdegup semakin cepat, keringat mulai mengucur dari leherku.

"Hmmm ... mungkin angin," ujar Glenn, menutup pintu transparan tersebut.

"Aduh!!" Kedua kakiku seketika lemas ketika mendapati Glenn secara reflek mengunci pintu transparan dekat dapur. "Gimana caranya aku masuk rumah coba."

Aku lalu teringat kalau ada jalan kecil di sudut kanan rumah, yang terhubung ke halaman depan. Aku berjalan ke sana untuk mencari jalan masuk menuju ke dalam rumah.

"Semoga ada jendela yang terbuka," kataku dalam hati.

Aku cek jendela - jendela yang ada di depanku, dan ternyata cuma jendela di kamarnya Glenn yang terbuka. Aku pasti sangat gila kalau mencoba memanggil Glenn dari sini. Dia bakal terkejut dengan mulut terbuka kalau sampai melihat mamanya di luar tanpa busana. Aku kemudian menuju ke halaman depan, berharap ada jendela atau apa pun yang bisa membuatku masuk ke dalam rumah. 

"Aduh ... semuanya kekunci," ucapku dalam hati, "masak aku harus tidur di luar semalaman. Gak pake apa - apa lagi."

Di tengah suhu udara yang cukup dingin, aku mendapatkan sebuah ide yang sangat beresiko. Aku akan menekan bel rumah yang berada di dekat pintu gerbang, lalu aku akan melesat masuk ke dalam rumah ketika Glenn keluar untuk mengecek luar. Aku menekan bel rumah, kemudian bersembunyi di jalur yang terhubung ke halaman belakang. Cukup lama aku menunggu, belum terlihat ada yang keluar dari balik pintu utama.

"Kok Glenn belum turun yaa," kataku dalam hati.

Setelah menunggu selama 5 menit, aku-yang mulai kedinginan-kembali menekan bel rumah, berharap Glenn turun untuk mengecek bawah. Aku kembali menunggu di tempat yang sebelumnya.

"Semoga dia turun," gumamku, memeluk tubuh telanjangku yang agak kedinginan.

Setelah menunggu se-menit, aku melihat pintu depan terbuka.

"Siapa sih??" gerutu Glenn, "ganggu kegiatan malemku aja––mama kok yaa diem aja, gak turun! Apa dia udah tidur yaa?" Glenn masih berdiri di depan pintu.

"Mamamu lagi terjebak di luar, tanpa busana," kataku dalam hati. "Ayo, cepetan ke depan gerbang, mama udah gak betah telanjang di luar."

Glenn lalu melangkah menuju ke pintu gerbang. Ketika jaraknya dari pintu utama udah cukup jauh, aku berlari sangat cepat menuju ke pintu depan, dan segera menuju ke kamarku. Aku merasa lega ketika tiba di kamarku.

"Syukurlah bisa masuk ke dalam rumah," kataku, bersandar di pintu kamarku.

Aku lalu mengambil jubah tidurku, untuk menutupi tubuh seksiku, kemudian aku turun ke bawah untuk menghampiri Glenn.

"Kenapa Glenn?" tanyaku, pura - pura tidak tahu.

"Ada orang iseng mainin bel rumah kita!" jawab Glenn dengan raut wajah kesal, "mama gak denger yaa tadi bel rumah kita dipencet dua kali?"

"Yang terakhir denger, tapi mama tadi agak mager pas mau ngecek hihihi," jawabku, agak salah tingkah.

"Dah lahh, aku mau balik ke kamar," kata Glenn, berlalu meninggalkanku.

Aku lalu melangkah kembali ke kamarku untuk tidur. Aku benar - benar beruntung tidak berakhir tidur di luar sambil telanjang ria. Besoknya, aku pergi ke apartemennya Fey untuk mengembalikan boneka ularnya. Jantungku berdegup dengan cepat, penasaran sambutan seperti apa yang sedang dipersiapkan oleh Fey.

Bersambung....

Kamis, 21 November 2024

Cerita Seks Remote Pengendali Pikiran part 3

Selama tiga hari ini, aku melihat kalau Joni sering melamun. Biasanya dia selalu mengajakku mengobrolkan hal - hal mesum, tapi belakangan ini dia gak pernah ngajakin aku membuat rencana koplak-nya. Setiap kali aku bertanya dia sedang kepikiran apa, Joni selalu mencoba menghindar dengan mengalihkannya ke topik lain. Aku yakin ada sesuatu yang tidak ingin dia bicarakan, dan itu pasti sesuatu yang memalukan atau sensitif. Aku mencoba berpikir bagaimana caranya buat memaksa Joni untuk menceritakan apa yang sedang dia pikirkan belakangan ini.

"Apa aku siksa dia yaa? Supaya mau ngomong," kataku dalam hati, "atau aku ancam, 'kalau gak ngomong, auto ditusbol'."

Aku bingung gimana caranya membuat si Joni ngomong. Kalo gini terus, bisa - bisa gak ada acara ngentot lagi. Perlu aku pancing sedikit - sedikit supaya aku bisa dapat petunjuk kenapa si Joni banyak melamun belakangan ini. Aku memulainya dengan mencoba mengajaknya nongki di kafe. Ajakanku tidak membuahkan hasil karena Joni langsung menolaknya.

"Kalo gini, gimana coba aku bisa membuat dia mau mencurahkan isi hatinya?" kataku sambil garuk - garuk kepala.

Aku lalu mendapatkan sebuah ide gila, dan aku sangat yakin ideku ini bakal sukses. Aku pergi ke toko boneka untuk mencari boneka beruang. Setelah mendapatkan boneka beruang yang cocok, aku lanjut pergi ke toko alat multimedia untuk mencari mikrofon.

"Nah, persiapan sudah selesai. Saatnya menjalankan rencana," kataku dalam hati.

Aku merencanakan untuk memberikan boneka ini kepada Joni di hari sabtu, lalu aku akan meninggalkannya dengan boneka beruang yang kubeli ini. 2 hari sebelum hari sabtu, aku bertanya kepada Joni apakah aku bisa berkunjung ke rumahnya. Secara mengejutkan, dia memperbolehkan aku untuk datang berkunjung.

"Aku akan membawakan sesuatu yang sangat menarik," kataku.

"Apaan?" tanya Joni.

"Rahasia," jawabku.

"Heleh." Joni menatapku dengan ekspresi kecewa.

Ketika aku sudah berada di rumah, aku segera menyiapkan boneka beruangku dan menyisipkan alat - alat yang diperlukan untuk bisa menangkap segala keluh kesah yang akan diutarakan oleh Joni.

"Baiklah, semua sudah siap," ucapku dalam hati.

Aku jadi tidak sabar menunggu datangnya hari Sabtu. Setelah melewati Jumat yang biasa - biasa saja, akhirnya hari yang kutunggu telah tiba. Aku membawa boneka beruangku buat kuberikan kepada Joni sebagai hadiah. Tiba di rumahnya, aku langsung memberikan boneka beruang yang telah kumodifikasi ini kepada Joni.

"Yang bener aja! Emangnya aku cewe!" seru Joni dengan wajah kesal.

"Jangan salah bro. Ini bukan boneka beruang biasa," kataku, "ini boneka beruang pengakuan."

"Hahh!? Boneka macam apa itu??" ujar Joni bingung.

"kamu bisa mencurhatkan segala isi hatimu kepada si boneka beruang ini," ucapku.

"Serius?" tanya Joni tidak yakin.

"Coba saja," ucapku.

"Kalo gitu, kamu sembunyi sana!" kata Joni.

Aku lalu keluar dari rumahnya Joni, dan duduk di kursi terasnya. Aku lalu membuka tablet-ku untuk memulai menyadap curhatannya, sekaligus mengisi suara dari boneka beruang tersebut. Aku segera memakai headphone-ku untuk mendengar suaranya Joni.

"Ummm ... beruang pengakuan. Aku sebenarnya memiliki sesuatu yang sangat mengganjal," kata Joni.

"Katakan saja," ucapku melalui mikrofon.

"Ummm ... sejujurnya ini agak rumit sih ...," kata Joni, "jadi gini ... tempo hari, aku bertemu dengan seorang tante - tante yang cantik dan seksi."

"Kampret!! Nemu tante - tante cantik gak cerita sama aku!" kataku dalam hati.

"Nahh ... tante - tante itu sebenarnya adalah ... mama dari temanku," lanjut Joni.

"Wahhh ... siapa nih??" kataku dalam hati.

Melalui mikrofon, aku meminta Joni untuk mengatakan siapa tante - tante tersebut, tetapi Joni seperti mencoba mengalihkan pertanyaanku.

"Katakan saja, siapa sosok tante - tante itu?" desakku melalui mikrofon.

"Jangan deh," kata Joni.

"Katakan saja, jangan takut. Terbukalah!" kataku dari balik mikrofon dengan nada tidak sabar.

"Ummm ... aku takut," ucap Joni.

Aku secara spontan menepuk dahiku. Aku jadi gemas banget sama tuh anak. 

"Hahhh ... maafkan aku boneka beruang. Ini benar - benar sesuatu yang agak gimana gitu," ucap Joni, "karena ini melibatkan sahabatku, Will."

Ak tersentak saat mendengarnya. Aku seketika jadi teringat kalau Joni pernah terpana ketika pertama kali bertemu dengan mamaku. Ketika berada di luar, dia seperti salah tingkah saat aku ajak bicara.

"Jangan bilang si kampret ini pengen main sama mamaku," kataku dalam hati.

"Ummm ... beruang pengakuan?" kata Joni dari dalam rumahnya.

Aku segera mengambil mikrofonku dan berkata, "Bisa kamu katakan dengan detil, kenapa bisa agak gimana, dan kenapa itu melibatkan sahabatmu?"

"Ummm ... karena aku tertarik dengan ... mamanya," jawab Joni dengan suara lirih.

"Kampret! Dugaanku bener! Gimana nih??" kataku dalam hati.

Aku kembali terdiam mencoba memikirkan solusi terbaik. Di satu sisi, aku jelas gak mau mamaku dientot sama Joni, meskipun dia ganteng. Tapi di sisi lain, kalo gak diselesaikan, maka situasi akan stagnan terus.

"Oyy? Gimana?" tanya Joni kepada si beruang pengakuan.

"Hmmm ... biar beruang pengakuan berpikir dulu," ucapku dari mikrofon.

"Baiklah," kata Joni dengan suara datar.

"Aduh ... gimana yaa??" kataku dalam hati dengan ekspresi gelisah.

Kalau mau jujur, mamaku memang sangatlah cantik dan seksi, meski umurnya sudah 43 tahun. Aku menyesal mengajak si kampret itu ke rumahku. Tetapi, aku seketika malah membayangkan jika mamaku dientot sama Joni. Aku penasaran seperti apa ekspresi yang akan dihasilkan oleh mama ketika disodok oleh temanku yang kampret itu. Melalui mikrofon yang tersambung ke boneka beruangku, aku memberitahu Joni sebuah rencana, sekaligus aku menyuruh dia untuk memberikan semacam 'pengalihan' bagi temannya, yaitu diriku, agar dia bisa mendapatkan kesempatan ngentot sama mamaku, dan aku bisa memperoleh semacam 'ganti rugi' karena mamaku bakal dientot sama bocah sialan itu. 

"Hmmm ... kira - kira siapa yaa yang bakal aku target?" pikirku.

"Gini aja deh beruang pengakuan, nanti aku aja yang bikin rencana sama Will. Kamu gak perlu terlibat sampe sejauh ini," ujar Joni, "makasih yaa udah bantu aku hehehe."

Setelahnya, aku mendengar si Joni memanggilku. Aku segera memasukkan mikrofonku ke dalam tas, lalu bergegas menuju ke dalam rumahnya Joni.

"Maaf bro membuatmu menunggu lama," kata Joni.

"Gapapa, santai aja," ucapku, "ngomong - ngomong, kamu jadi lebih bergairah. Ada apa nih?"

"Berkat beruang pengakuanmu, aku jadi bisa mencurhatkan semua keluh kesahku," ujar Joni dengan wajah ceria.

"Udah gitu aja?" tanyaku berlagak tidak tau apa - apa.

"Aku sekarang mau kasih hadiah untukmu. Sebagai bentuk terima kasih karena sudah membantu diriku," ucap Joni.

"Hadiah apaan? Celana dalam??" kataku.

"Matamu!" seru Joni, "aku mau kasih kamu alat pengendali pikiranku."

"Serius??" kataku dengan perasaan riang.

"Iyapp. Kamu bisa ngentotin siapa pun sepuasnya," ujar Joni.

"Mantap!" seruku, "btw, kamu ada saran gak? Aku bingung mau cari target."

"Aku harus survey dulu," jawab Joni, "untuk saat ini, aku cuma ada 2 nama aja."

"Sapa aja tuh?" tanyaku penasaran.

"Yang pertama adalah teman dari mamaku. Namanya tante Cynthia. Dia adalah seorang instruktur fitness berumur 39 tahun," jawab Joni, "yang kedua adalah mama dari adik kelas kita. Kalo gak salah namanya tante Irene. Umurnya baru 38 tahun, dan punya body yang sip banget."

"Wahh ... kayaknya menarik semua. Kamu ada fotonya gak?" tanyaku.

"Ada dong," jawab Joni sambil membuka HP-nya.

Aku lalu ditunjukkan foto dari tante Cynthia dan tante Irene. Mereka berdua memiliki kulit yang mulus dengan wajah yang cantik. Tante Cynthia memiliki postur langsing dengan kulit yang kencang dan sedikit berotot. Tante Irene memiliki body yang seksi layaknya seorang model.

"Ini pilihan yang susah," kataku.

"Kamu pertimbangkan dulu aja di rumah," kata Joni, "kalo sudah memilih, beritahu aku, nanti aku atur jadwalnya di hari Sabtu atau Minggu."

"Oke deh," sahutku.

Aku lalu pulang untuk mempersiapkan beberapa hal. Sesampainya di rumah, aku melihat mamaku sedang duduk di sofa menonton TV. Ketika melihatnya, aku jadi membayangkan ketika tubuh seksinya digenjot oleh Joni. 

"Sialan! Kenapa malah jadi begini!" umpatku dalam hati.

"Habis dari mana kamu?" tanya mama yang menoleh ke arahku.

"Habis dari rumahnya temen," jawabku.

Mamaku hanya mengangguk dan lanjut nonton TV. Aku lalu masuk kamar dan langsung berbaring di ranjangku yang empuk, untuk beristirahat sejenak.

"Hmmm ... sepertinya aku harus memikirkan sebuah rencana," gumamku.

Ide pertama yang muncul di dalam kepalaku adalah membeli beberapa buah kamera pengintai, agar aku bisa melihat apa yang akan dilakukan oleh Joni kepada mamaku. Berikutnya aku harus menentukan siapa wanita yang akan kuentot.

"Siapa yaa ...," kataku sambil melihat - lihat foto yang diberikan oleh Joni.

Sulit sekali untuk menentukan pilihan, karena keduanya sama - sama seksi dan memiliki kelebihannya masing - masing. Aku lalu memutuskan menggunakan undi untuk menentukan siapa yang akan aku entot minggu depan. Dengan cap cip cup, terpilihlah tante Irene.

"Hmmm ... berikutnya tanya alamatnya sama Joni," kataku dalam hati.

Aku lalu meminta alamatnya tante Irene, beserta dengan strategi untuk bisa basa - basi dengan dia. Joni lalu mengirimkan tips dan trik agar aku bisa menggenjot tante Irene tanpa terkena gangguan.

"Hmmm ... ini anak pinter juga kalo bikin rencana," kataku dalam hati.

Hari - hari berikutnya, aku membeli kamera pengintai dan menempatkannya di beberapa sudut ruangan di rumahku. Kemudian aku mulai mengujinya agar tidak ada kesalahan ketika hari H tiba. 

"Bentar ... aku jadi penasaran bagaimana Joni nanti tau kapan mamaku ada di rumah? Setauku kalo Sabtu mamaku selalu pergi jalan - jalan dan fitness sama temen - temennya," kataku dalam hati.

Aku yakin Joni pasti menemukan jam yang tepat untuk bisa bertemu dengan mamaku. Hari demi hari berlalu, dan akhrinya tiba juga hari yang membuatku berdebar - debar. Menurut Joni, tante Irene ada di rumah selama siang hari. Dia memintaku untuk membawanya ke motel terdekat karena rumahnya terdapat cctv. Aku sebenarnya ingin membawa mobil, tapi karena mobilnya sedang dipakai mama, terpaksa aku pakai motor. Sebenarnya sangat riskan kalau pakai motor, karena bisa terlihat oleh tetangga atau orang di sekitar rumahnya. Sekitar jam 11 siang, aku berangkat menuju ke ruamhnya tante Irene yang tidak begitu jauh dari rumahku. Sepanjang perjalanan, aku deg - degan karena untuk pertama kalinya, aku bakal ngentot sendirian. Selain yang tadi, mamaku yang bakal dientot oleh Joni juga berkontribusi membuatku makin berdebar - debar. Tanpa terasa, aku sudah tiba di lingkungan tempat tinggalnya tante Irene.

"Hmmm ... sekarang tinggal cari rumah dengan pagar biru tua," kataku dalam hati.

Aku membawa motorku dengan kecepatan rendah agar tidak kebablasan. Kemudian, aku melihat sebuah rumah yang sesuai dengan ciri - ciri yang dituliskan oleh Joni. Aku lalu berhenti di depan pintu gerbang, dan kutekan bel rumahnya. Di pesan WA, Joni menuliskan aku harus segera menekan tombol biru sambil mengatakan "tante Irene" ketika terdengar suara pintu gerbang dibuka. Setelah menunggu beberapa detik, aku mendengar ada langkah kaki yang mendekat. Aku langsung menyebutkan "tante Irene" diikuti dengan menekan tombol biru, ketika pintu gerbang baru terbuka sedikit. Dari balik pintu gerbang, tampaklah sosok tante - tante cantik yang mengenakan kaos dan hotpants. Dia diam saja menatapku, mungkin karena efek dari alat ini.

"Permisi Tante, aku mau mengajak Tante pergi sebentar. Bisakah Tante ganti pakaian?" kataku dengan ramah.

"Baik," jawab tante Irene dengan senyum manis.

Tante Irene masuk ke dalam rumahnya, sementara aku menunggu di luar sambil melihat - lihat sekitar. Tidak lama kemudian, tante Irene muncul dengan mengenakan kaos berkerah dan celana jeans yang ketat. 

"Maaf, Tante. Apakah Tante punya helm?" tanyaku.

"Punya," jawab tante Irene, "bentar ya."

Tante Irene kembali masuk ke dalam rumahnya, lalu keluar lagi dengan membawa helm. Aku lalu membawa tante Irene menuju ke sebuah motel yang tidak jauh dari rumahnya. Setelah tiba di lokasi tujuan, aku dan tante Irene memesan satu kamar untuk dipakai selama 5 jam, lalu kita segera menuju ke kamar yang dipesan. Aku benar - benar deg - degan berjalan bersama dengan tante Irene. Dia memiliki wajah cantik dengan kulit yang putih, mata sipit, tubuh yang seksi dan masih kencang, serta pantatnya yang montok. Jadi gak sabar pengen segera ngentotin dia. Saat masuk ke dalam kamar, aku langsung meminta tante Irene untuk melepas kaos dan celana jeans-nya. Dia menurut dan langsung melucuti pakaiannya. Aku terpana ketika menyaksikan tubuhnya yang hanya menyisakan BH dan CD merah tua. Badannya mulus, posturnya langsing, kedua payudaranya besar dan masing kencang, perutnya mulus tanpa adanya lipatan lemak, dan pahanya putih mulus. Aku lalu menurunkan celanaku, dan penis besarku mengacung dengan perkasa.

"Tante sekarang berlutut di depanku dan servis kontolku dong," kataku.

Tante Irene berjalan mendekatiku, kemudian dia berlutut dan menggenggam kontolku. Dengan tangannya yang lembut, dia mengocok perlahan kontolku.

"Ohh yeahh ... terusin Tan," lenguhku.

Lidahnya tante Irene menari - nari di kepala kontolku. Tangan kirinya meremas - remas bijiku. Aku berasa seperti terbang ke angkasa yang tinggi. Kemudian, tante Irene memasukkan sepertiga kontolku ke dalam mulutnya yang seksi. Tante Irene memaju-mundurkan mulutnya secara perlahan. Aku dibuat merem-melek dengan oral seks-nya, dan tanpa sadar, aku mencengkeram rambutnya, lalu aku maju-mundurkan kepalanya, membuat kontolku masuk makin dalam ke mulutnya. Setelah aku puas menikmati mulutnya, aku suruh tante Irene berdiri, lalu aku lepaskan BH dan CD-nya. Aku dibuat melongo ketika menatap kedua payudaranya yang indah dengan puting berwarna pink. Aku lalu menurunkan tatapanku ke bawah, dan aku kembali dibuat melongo melihat vaginanya yang bersih dan tidak berjembut sama sekali.

"Nih tante - tante emang perfect," ucapku dalam hati.

Aku lalu menuntunnya menuju ke ranjang, kemudian aku berbaring di atasnya, dan tante Irene aku suruh menungging di atasku, dengan memeknya berada di atas wajahku. Kami melakukan posisi 69, dimana kontolku dijilati oleh tante Irene, sedangkan aku sibuk menjilati memeknya sembari aku mainkan klitorisnya. Hanya dengan lidah dan dua jari, aku berhasil membuat tubuhnya tante Irene bergetar.

"Nih memek cepet banget basahnya," kataku dalam hati.

Setelah puas menjilati memeknya tante Irene, aku memintanya untuk menaiki diriku. Aku ingin ngentotin dia dengan gaya WOT. Tante Irene memposisikan dirinya berlutut di atas kontolku yang mengacuk tegak, kemudian dia menurunkan badannya, tangan kanannya mengarahkan kontolku ke liang senggamanya yang sudah becek. Tante Irene mendesah pelan ketika kepala kontolku masuk ke dalam memeknya. Tante Irene terus mendorong pinggulnya hingga kontolku masuk seluruhnya ke dalam memeknya.

"Gilaa! Sempit banget!" ucapku sambil menahan nikmat.

Tante Irene diam sejenak dengan tubuh bergetar. Sepertinya dia keenakan akibat dimasukin kontol besarku. 

"Ayo digoyang!" perintahku kepada tante Irene sembari menepuk pantatnya yang mulus.

Tante Irene mengangguk dengan senyum. Dia lalu perlahan menggoyang pinggulnya, ke depan dan ke belakang, ke kiri dan ke kanan. Meski pelan, goyangannya terasa begitu nikmat. Aku lalu menggapai kedua payudaranya tante Irene, lalu aku remas - remas dengan kuat. Tante Irene mulai mendesah dengan kuat, diikuti dengan goyangan pinggulnya yang makin cepat.

"Ohh, yeahh ... terusin Tan," lenguhku.

3 menit kemudian, aku meminta tante Irene menghentikan goyangannya karena aku merasa mau keluar, dan aku belum mau keluar.

"Tante sekarang nungging yaa," pintaku.

Tante Irene mengangguk dengan senyum. Dia melepas kontolku dari memeknya, kemudian mengambil posisi menungging di sampingku. Aku lalu bangkit berdiri dan berjalan menuju ke belakang pantatnya tante Irene. Aku remas bongkahan pantat montoknya yang putih mulus, sambil aku gesek - gesekkan kontolku di belahan pantatnya. Tante Irene mendesah pelan menikmati gesekan dari kontolku. Kemudian, aku arahkan kontolku ke liang senggamanya, dan dengan sekali dorongan, kontolku masuk semua dengan mudahnya. Tante Irene mendesah panjang saat memeknya terisi penuh oleh kontolku. Aku mulai menyodok memeknya tante Irene dengan kasar plok plok plok plok. Tante Irene mendesah dengan binalnya saat kusodok seperti kuda liar.

"Nih memek sempit banget sumpah," kataku.

Baru sebentar kusodok, tubuhnya tante Irene bergetar dengan kuat, sepertinya dia akan orgasme.

"Akhhh ... ahhhh ...." Kepalanya tante Irene mendongak ke atas, dengan pantatnya yang bergetar dengan kuat.

Cairan kewanitaannya mengucur dengan derasnya dari memeknya. Kontolku terasa hangat akibat semburan cairan orgasmenya. Aku diamkan sejenak agar tante Irene bisa menikmati orgasme dahsyatnya. Setelahnya, aku lanjut menggenjot memeknya yang sempit. 2 menit kemudian, aku balikkan badannya tante Irene, lalu aku lanjut menggenjotnya dalam posisi missionary. Baru sebentar, aku merasa sudah mau keluar. Aku cabut kontolku dari memeknya, lalu aku gesek - gesekkan di belahan payudaranya. Spermaku menyembur dengan deras ke dada dan area dagunya. Aku lalu berbaring sejenak di sampingnya, untuk mengistirahatkan kontolku sejenak. Saat tengah melamun, aku jadi teringat dengan mamaku.

"Ohh iyaa, saat ini pasti mamaku tengah dientotin sama si kampret Joni," gumamku.

Aku seketika jadi penasaran bagaimana Joni menyetubuhi mamaku. Gaya apa saja yang dipakai oleh Joni? Bagaimana Joni memperlakukan mamaku? Dan berapa ronde mereka ngentot? Sial!! Aku malah jadi mikirin yang aneh - aneh. Agar pikiranku yang aneh - aneh hilang, aku segera beranjak untuk lanjut ngentotin tante Irene. Aku memiringkan badannya, lalu kuangkat kaki kanannya, kemudian aku masukkan kontolku ke dalam memeknya yang basah. Tante Irene mendesah panjang ketika menerima seluruh kontolku. Wajahnya terlihat sangat binal saat kusodok dalam posisi miring. Beberapa menit kemudian, aku meminta tante Irene berdiri, lalu aku suruh dia untuk menghadap ke tembok. Tante Irene menurut dan dia berdiri di depan tembok. Dia lalu bertumpu dengan kedua tangannya, kemudian aku tarik sedikit pantatnya agar posisinya pas dengan kontolku. Aku arahkan kontolku ke memeknya, lalu aku sodok dengan keras. Pahaku yang membentur pantatnya menghasilkan suara yang membuatku makin sange. Tante Irene kembali orgasme sekitar 4 menit kemudian. Kedua kakinya bergetar, diikuti dengan erangannya yang erotis. Karena masih belum puas, aku cabut kontolku, lalu aku arahkan ke lubang pantatnya.

"Gilaa! Peret banget!" ucapku.

Tante Irene sedikit menjerit saat anusnya aku tusuk dengan kontolku. Aku dorong perlahan hingga kontolku masuk seluruhnya ke dalam lubang anusnya. Kepalanya tante Irene terdongak diikuti dengan desahannya yang binal. Aku diamkan sejenak kontolku di dalam anusnya, setelah itu aku tarik perlahan, lalu aku masukkan lagi. Anusnya jauh lebih sempit daripada memeknya, dan itu membuat kontolku berkedut - kedut. Baru sebentar kusodok lubang pantatnya, tante Irene kembali mengalami orgasme. Cairan kewanitaannya mengucur keluar bagaikan air mancur. Lantai menjadi basah akibat cairan kelaminnya tante Irene. Aku melihat kakinya tante Irene bergetar seolah tidak mmapu menahan beban tubuhnya. Aku cabut kontolku dan dia langsung terduduk di lantai dengan nafas terengah - engah. Badannya basah akibat keringat, dan itu membuatnya terlihat makin seksi. Aku lalu menggendongnya, dan aku baringkan di atas kasur. Aku membalikkan badannya menjadi tengkurap, kemudian aku naikkan sedikit pantatnya, lalu aku taruh bantal di bawahnya agar pantatnya sedikit nungging. Aku arahkan kontolku ke lubang pantatnya, dan kontolku masuk ke dalam anusnya dengan mudah. Aku menyodok pantatnya dengan tempo sedang, supaya tante Irene juga bisa menikmati anal sex. 5 menit kemudian, aku merasa akan muncrat kembali. Aku cabut kontolku dari lubang pantatnya, kemudian aku semburkan spermaku ke punggungnya yang mulus. Aku ambruk di sampingnya dengan perasaan puas. Aku berbaring selama 3 menit-an untuk memulihkan energiku yang terkuras cukup banyak. Setelah energiku sedikit pulih, aku gotong tante Irene dan kubawa ke dalam kamar mandi. Aku nyalakan shower, lalu aku mandikan tante Irene agar bau lendir hilang dari tubuhnya. Melihat tubuh seksinya malah membuatku sange kembali. Aku posisikan dia membungkuk 90 derajat, lalu aku sodok memeknya dari belakang. Kami hanya melakukan satu ronde saja selama 3 menit, dan berakhir dengan kita berdua orgasme secara bersamaan. Selesai mandi, aku meminta tante Irene untuk berpakaian kembali, lalu kami pergi keluar dari motel untuk memulangkan tante Irene. Di sepanjang perjalanan, aku penasaran kapan bisa ngentotin tante Irene lagi. Mulut, memek dan anusnya benar - benar nikmat banget. Setibanya di rumahnya tante Irene, aku membuatkan sebuah perintah dimana dia habis jalan - jalan menemani temannya ke toko pakaian. Setelah tante Irene menutup gerbang, aku segera memacu motorku karena dia akan tersadar dalam waktu 5 detik. Aku kemudian teringat dengan mamaku, dan itu membuatku memacu motorku kian kencang. Aku tidak sabar menonton rekaman yang didapatkan oleh CCTV-ku. Setibanya di depan rumah, aku mengecek apakah Joni masih ada di rumahku. Setelah kupastikan dia sudah tidak ada, aku masuk ke rumah dengan sikap biasa. Ketika masuk ke dalam rumah, aku mendapati mama tengah duduk di ruang keluarga sedang melihat ke arah layar HP.

"Udah pulang kamu? Udah makan belum?" tanya mama dengan nada biasa.

"Belum makan aku," jawabku dengan nada biasa juga.

"Di meja makan ada makanan. Kamu makan dulu sana," ucap mama.

"Yaa," sahutku.

Mama terlihat biasa saja seolah tidak terjadi apa - apa. Apakah Joni belum ngentotin mamaku? Aku segera ke kamarku untuk ganti baju, lalu aku turun ke lantai 1 untuk makan, sekalian mengisi ulang energiku. Ketika makan, muncul bayang - bayang mamaku yang sedang dientot Joni dalam posisi nungging. Hal tersebut membuatku makin tidak sabar untuk melihat rekaman dari CCTV-ku. Selesai makan, aku letakkan piringku di tempat cucian, lalu aku segera kembali ke kamar. Aku sempatkan untuk melirik mamaku, dan dia terlihat masih asik menatap HP-nya. Aku segera menyalakan komputerku dan membuka aplikasi CCTV-ku. Aku lalu membuka rekaman sekitar 1 jam setelah aku pergi. Aku cek setiap CCTV yang aku pasang di rumah, tidak terlihat adanya tanda - tanda kehadiran dari mamaku. Sepertinya dia belum pulang. Aku majukan lagi ke jam 13.30, masih tidak terlihat kehadiran dari mamaku. Aku lalu majukan 10 menit kemudian, lalu aku berpindah ke rekaman CCTV yang ada di depan gerbang rumah. Terlihat gerbang perlahan terbuka, lalu terlihatlah mamaku yang mengenakan pakaian fitness sedang mendorong gerbang sampai ujung, kemudian kembali ke dalam mobilnya untuk membawanya masuk ke halaman depan rumah. Aku lalu berpindah ke CCTV yang ada di ruang tamu, kulihat mama masuk menuju ke ruang keluarga. Aku segera berpindah ke CCTV di ruang keluarga, dan kulihat mama langsung terduduk di sofa dengan ekspresi lelah. Aku majukan sekitar 5 menit, dan kulihat mama mulai menyalakan TV. 1 menit kemudian, mama menengok ke arah samping. Aku segera berpindah ke CCTV di depan rumah, dan tidak lama kemudian, mama berjalan menuju ke pintu gerbang, sudah pasti ini Joni yang datang. Ternyata dugaanku benar, tamu yang datang adalah Joni, dan yang membuatku panas dingin adalah mama membukakan pintu gerbang dengan masih mengenakan pakaian fitness-nya yang seksi. Dari kamera CCTV, aku bisa melihat ekspresinya Joni yang salah tingkah saat melihat mamaku hanya mengenakan atasan yang mirip seperti bra sport, membuat perut ratanya terekspos, lalu celana panjangnya yang ketat, membuat lekuk kaki jenjangnya terlihat dengan sempurna. Suara mereka terdengar samar - samar, dan yang bisa aku tangkap adalah si Joni berbasa - basi menanyakan keberadaanku, dan mama menjawab kalau aku sedang pergi. Kemudian aku lihat kalau mama memberikan gestur kepada Joni untuk masuk ke dalam. Saat memasuki ruang tamu, Joni mengeluarkan alat saktinya dan dia mulai menekan tombol pengendali pikirannya. Seketika mama berhenti bergerak dan terdiam di tempat. Joni lalu mendekatinya dan dia membisikkan sesuatu ke telinga kanannya mama. Kemudian mereka berdua berjalan menuju ke lantai 2. Aku segera berpindah ke rekaman CCTV di kamarnya mama, dan ternyata dugaanku benar, mama dan Joni masuk ke kamar dengan tangannya si Joni merangkul bahunya mama. 

"Tante seksi banget lhoo. Gak nyangka temenku punya yang mamanya cantik dan seksi kayak Tante," ucap Joni.

Mamaku tidak merespon, hanya diam saja sambil tersenyum. Joni kemudian mendekati mama dan dia mulai melucuti pakaian fitness-nya mama. Bukannya kesal, aku justru sedikit terangsang ketika menonton mamaku ditelanjangi oleh temanku sendiri. Joni melongo dengan tatapan mesum ketika menatap mamaku yang sudah telanjang bulat. Kalo boleh jujur, kontolku juga mulai agak ngaceng saat melihat tubuh telanjang mama kandungku sendiri.

"Wihhh ... Tante seksi banget!!" seru Joni.

Dia lalu membau tubuh mamaku mulai dari leher sampai ke area selangkangannya yang bersih tanpa jembut. 

"Bau keringatnya Tante bikin aku tambah sange deh," ucap Joni dengan senyum tololnya.

Joni kemudian menggenggam kedua toketnya mama, lalu dia meremasnya secara perlahan.

"Gilaa! Empuk banget nih toket," kata Joni.

Tangan kirinya Joni mendarat di memeknya mama, lalu dia mulai memainkannya dengan jari - jarinya. Tanpa kusadari, kontolku semakin tegang, membuatku harus menurunkan celana biar adik kecilku bisa bernafas dengan lega. Baru sebentar nurunin celana, tiba - tiba ada yang mengetuk pintuku.

"Will?? Kamu di dalam?" Terdengar suara mamaku dari luar pintu kamar.

Dengan panik, aku segera membetulkan celanaku, dan tidak ketinggalan, mematikan layar komputer. Bisa kacau kalo sampe dilihat oleh mamaku. Aku lalu beranjak dari kursi dan membuka pintu kamarku. Terlihat mamaku berdiri di depanku dengan mengenakan kaos berkerah dan celana jeans.

"Ada apa Ma?" tanyaku.

"Mama mau pergi ketemuan sama temen bentar. Kamu jaga rumah yaa," kata mama.

"Baik!" sahutku.

Setelah mama pergi, aku lanjut menonton rekaman CCTV-ku. Aku perhatikan kalau jari tengahnya Joni masuk ke dalam memeknya mama. Aku menatap ke sudut lain dan mama kulihat mulai mendesah keenakan.

"Naik ke ranjang yuk," ajak Joni.

Joni mendorong mama menuju ke kasur yang biasa dipakai oleh orang tuaku untuk tidur. Joni berbaring di atas kasur, kemudian mama menungging di atasnya dengan memeknya berada di atas kepalanya Joni. 

"Kampret! Posisi 69," ucapku.

Mama mendekat ke kontolnya Joni, lalu dia menjulurkan lidahnya dan mulai menjilati kontolnya Joni. Dari arah lain, kulihat Joni asik menjilati memeknya mama. Sungguh beruntung temanku ini, bisa mencicipi memek dari mamaku. Joni sangat menikmati saat kontolnya dikulum oleh mamaku. Menonton rekaman mesum ini membuatku mulai mengelus - elus kontolku. Kayaknya aku sudah agak gila, terangsang melihat mamaku mengulum kontol dari temanku. Setelah sekitar 3 menit melakukan posisi 69, Joni mengubah posisi mamaku menjadi telentang di kasur. Joni melebarkan kedua pahanya mama, lalu dia arahkan kontolnya ke memeknya mama. Posisi dari kakinya mama membuatku tidak bisa melihat proses ketika kontolnya Joni menerobos masuk ke dalam liang senggamanya mama. Mama kulihat meringis saat memeknya dimasukin kontolnya Joni. 

"Anjrit!! Sempit banget!" seru Joni.

Aku lihat tubuhnya mama sampai menekuk ke atas akibat dimasukin kontolnya Joni. Joni mendiamkan sejenak kontolnya, lalu dia mulai menggenjot mamaku dengan tempo cepat. Aku tidak percaya menonton mamaku yang disetubuhi oleh temanku sendiri. Beberapa menit kemudian, Joni mengubah posisi mamaku menjadi menungging. Dia lalu lanjut menggenjot mamaku dari belakang.

"Gilaa!! Memeknya makin sempit aja kalo disodok dari belakang," seru Joni.

Aku mulai mengocok kontolku menonton pertunjukan mesum dari Joni dan mamaku. 3 menit berlalu, aku melihat badannya mama bergetar dengan kuat. 

"Wihh! Udah orgasme ternyata," ucap Joni, "anget banget cairan memeknya."

Joni hebat juga membuat mamaku mendapatkan orgasme dalam waktu yang cepat. Joni membiarkan mama menikmati orgasmenya sebentar, kemudian dia lanjut menggenjot mamaku sambil meremas kedua payudara besarnya yang dari tadi gondal-gandul. Tangan kanannya Joni kemudian berpindah ke atas, dan dia menjambak rambut panjangnya mama, membuat kepalanya terdongak ke atas.

"Ahhh, shitt!! Aku mau keluar!" seru Joni.

Joni mencabut kontolnya, lalu dia semburkan spermanya di bongkahan pantatnya mama. Joni terduduk dengan kontolnya yang masih mengacung, sementara mama masih setia menungging.

"Mantap banget bisa ngentotin mamanya Will," ucap Joni seraya menampar pantatnya mama.

Bukannya marah, aku malah makin sange mendengar perkataannya Joni.

"Tapi cuma sekali ini aja deh. Aku gak mau mengkhianati teman dekatku," ucap Joni.

Aku terkesan saat mendengar apa yang diucapkan oleh Joni. Meski mesum, dia ternyata sangat setia dengan temannya. Berselang 2 menit kemudian, Joni berbaring di kasur, dan dia meminta mamaku untuk menduduki kontolnya. Mamaku menurutinya dan dia segera mengambil posisi di atas kontolnya Joni yang mengacung tegak. Dengan sekali dorongan, kontolnya masuk semua ke dalam memeknya mama. Mama kemudian mulai menggoyang pantatnya diiringi dengan desahannya yang binal. Kedua payudaranya yang berguncang langsung digapai oleh Joni dan diremas - remas. Kontolku menegang sangat keras saat menyaksikan pertunjukan mesum ini. Baru 4 menit dalam posisi WOT, mama kembali orgasme. Aku tahunya saat mendengar suara lenguhannya yang panjang. Joni memegangi pinggulnya mama lalu mulai menggoyangnya. Baru sebentar digoyang, Joni menghentikan aksinya dan meminta mama berdiri. Joni lalu meminta mama turun dari kasur, dan meminta dia menungging dengan tangannya bertumpu di pinggir ranjang. Joni kemudian berdiri di belakangnya mama, dan kulihat dia mengarahkan kontolnya ke pantatnya mama. 

"Wahh ... jangan - jangan dia mau menganal mama?" ucapku.

Joni mendorong kontolnya secara perlahan, dan kulihat mama mendongakkan kepalanya. Karena mereka berdua membelakangi kamera CCTV, aku tidak bisa melihat ekspresi saat mama dan Joni melakukan anal sex.

"Njirr!! Boolnya peret banget!" seru Joni.

Kontolku malah tegang maksimal saat melihat Joni tengah asik menyodok anusnya mama. Joni hanya mampu bertahan selama 2 menit, dia lalu semburkan spermanya di atas punggungnya mama. Setelah itu, Joni membawa mamaku menuju ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya mama. Aku lalu majukan ke beberapa menit kemudian. Joni lalu meminta mama untuk mengenakan kembali pakaian fitness-nya, dan Joni juga turut mengenakan pakaiannya. Dia lalu membawa mama menuju ke ruang keluarga. Aku segera berpindah ke rekaman CCTV yang ada di ruang keluarga. Di sana, Joni mengatur alatnya lalu dia menekan tombol agar mamaku tersadar kembali. Mereka berdua lalu ngobrol sebentar, setelah itu Joni berpamitan pulang. Aku lalu menyudahi menonton rekaman CCTV-ku, dan berbaring sejenak di kasurku.

"Setidaknya Joni tidak akan ngentotin mamaku lagi," gumamku.

10 menit kemudian, aku kembali ke meja komputerku, dan aku simpan rekaman CCTV yang merekam persetubuhan antara mama dan Joni, sebagai kenang - kenangan. Besok paginya, Joni menghampiriku saat jam istirahat.

"Kemarin gimana tante Irene?" tanya Joni.

"Mantap bro!" jawabku.

"Sippp!" ujar Joni, "nanti sore mau gak, bertamu ke rumahnya mamanya Budi."

"Kamu mau nganu sama mamanya Budi?" tanyaku.

"Iya hehehe. Aku kangen sama tante Reni," jawab Joni.

Bersambung....

Kamis, 07 November 2024

Cerita Seks Diperkosa Supir

 Namaku Wina, umurku sudah 35 tahun dengan dua orang anak yang sudah beranjak dewasa. Kedua anakku disekolahkan di luar negeri semua sehingga di rumah hanya aku dan suami serta dua orang pembantu yang hanya bekerja untuk membersihkan perabot rumah serta kebun, sementara menjelang senja mereka pulang.

Suamiku sebagai seorang usahawan memiliki beberapa usaha di dalam dan luar negri. Kesibukannya membuat suamiku selalu jarang berada di rumah. Bila suamiku berada di rumah hanya untuk istirahat dan tidur sedang pagi-pagi sekali dia sudah kembali leyap dalam pandangan mataku.

Hari-hariku sebelum anakku yang bungsu menyusul kakaknya yang sudah lebih dulu menuntut ilmu di luar negeri terasa menyenangkan karena ada saja yang dapat kukerjakan, entah itu untuk mengantarkannya ke sekolah ataupun membantunya dalam pelajaran.

Namun semenjak tiga bulan setelah anakku berada di luar negeri hari-hariku terasa sepi dan membosankan. Terlebih lagi bila suamiku sedang pergi dengan urusan bisnisnya yang berada di luar negeri, bisa meninggalkan aku sampai 2 mingguan lamanya.

Aku tidak pernah ikut campur urusan bisnisnya itu sehingga hari-hariku kuisi dengan jalan-jalan ke mall ataupun pergi ke salon dan terkadang melakukan senam. Sampai suatu hari kesepianku berubah total karena supirku. Suatu hari setibanya di rumah dari tempatku senam supirku tanpa kuduga memperkosaku.

Seperti biasanya begitu aku tiba di dalam rumah, aku langsung membuka pintu mobil dan langsung masuk ke dalam rumah dan melangkahkan kakiku menaiki anak tangga yang melingkar menuju lantai dua dimana kamar utama berada.

Begitu kubuka pintu kamar, aku langsung melemparkan tasku ke bangku yang ada di dekat pintu masuk dan aku langsung melepas pakaian senamku yang berwarna hitam hingga tinggal BH dan celana dalam saja yang masih melekat pada tubuhku. Saat aku berjalan hendak memasuki ruang kamar mandi aku melewati tempat rias kaca milikku.

Sesaat aku melihat tubuhku ke cermin dan melihat tubuhku sendiri, kulihat betisku yang masih kencang dan berbentuk mirip perut padi, lalu mataku mulai beralih melihat pinggulku yang besar seperti bentuk gitar dengan pinggang yang kecil kemudian aku menyampingkan tubuhku hingga pantatku terlihat masih menonjol dengan kencangnya.

Kemudian kuperhatikan bagian atas tubuhku, buah dadaku yang masih diselimuti BH terlihat jelas lipatan bagian tengah, terlihat cukup padat berisi serta, “Ouh.. ngapain kamu di sini!” sedikit terkejut ketika aku sedang asyik-asyiknya memandangi kemolekan tubuhku sendiri tiba-tiba saja kulihat dari cermin ada kepalanya supirku yang rupanya sedang berdiri di bibir pintu kamarku yang tadi lupa kututup.

“Jangan ngeliatin.. sana cepet keluar!” bentakku dengan marah sambil menutupi bagian tubuhku yang terbuka.

Tetapi supirku bukannya mematuhi perintahku malah kakinya melangkah maju satu demi satu masuk kedalam kamar tidurku.

“Andi.. Saya sudah bilang cepat keluar!” bentakku lagi dengan mata melotot.
“silakan ibu teriak sekuatnya, hujan di luar akan melenyapkan suara ibu!” ucapnya dengan matanya menatap tajam padaku.

Sepintas kulihat celah jendela yang berada di sampingku dan ternyata memang hujan sedang turun dengan lebat, memang ruang kamar tidurku cukup rapat jendela-jendelanya hingga hujan turun pun takkan terdengar hanya saja di luar sana kulihat dedaunan dan ranting pohon bergoyang tertiup angin kesana kemari.

Detik demi detik tubuh supirku semakin dekat dan terus melangkah menghampiriku. Terasa jantungku semakin berdetak kencang dan tubuhku semakin menggigil karenanya. Aku pun mulai mundur teratur selangkah demi selangkah, aku tidak tahu harus berbuat apa saat itu sampai akhirnya kakiku terpojok oleh bibir ranjang tidurku.

“Mas.. jangan!” kataku dengan suara gemetar.
“Hua.. ha.. ha.. ha..!” suara tawa supirku saat melihatku mulai kepepet.

“Jangan..!” jeritku, begitu supirku yang sudah berjarak satu meteran dariku menerjang tubuhku hingga tubuhku langsung terpental jatuh di atas ranjang dan dalam beberapa detik kemudian tubuh supirku langsung menyusul jatuh menindih tubuhku yang telentang.

Aku terus berusaha meronta saat supirku mulai menggerayangi tubuhku dalam himpitannya. Perlawananku yang terus-menerus dengan menggunakan kedua tangan dan kedua kakiku untuk menendang-nendangnya terus membuat supirku juga kewalahan hingga sulit untuk berusaha menciumi aku sampai aku berhasil lepas dari himpitan tubuhnya yang besar dan kekar itu.

Begitu aku mendapat kesempatan untuk mundur dan menjauh dengan membalikkan tubuhku dan berusaha merangkak namun aku masih kalah cepat dengannya, supirku berhasil menangkap celana dalamku sambil menariknya hingga tubuhku pun jatuh terseret ke pinggir ranjang kembali dan celana dalam putihku tertarik hingga bongkahan pantatku terbuka.

Namun aku terus berusaha kembali merangkak ke tengah ranjang untuk menjauhinya. Lagi-lagi aku kalah cepat dengan supirku, dia berhasil menangkap tubuhku kembali namun belum sempat aku bangkit dan berusaha merangkak lagi, tiba-tiba saja pinggulku terasa kejatuhan benda berat hingga tidak dapat bergerak lagi.

“Andi.. Jangan.. jangan.. mas..” kataku berulang-ulang sambil terisak nangis.

Rupanya supirku sudah kesurupan dan lupa siapa yang sedang ditindihnya. Setelah melihat tubuhku yang sudah mulai kecapaian dan kehabisan tenaga lalu supirku dengan sigapnya menggenggam lengan kananku dan menelikungnya kebelakan tubuhku begitu pula lengan kiriku yang kemudian dia mengikat kedua tanganku kuat-kuat, entah dengan apa dia mengikatnya.

Setelah itu tubuhnya yang masih berada di atas tubuhku berputar menghadap kakiku. Kurasakan betis kananku digenggamnya kuat-kuat lalu ditariknya hingga menekuk. Lalu kurasakan pergelangan kaki kananku dililitnya dengan tali. Setelah itu kaki kiriku yang mendapat giliran diikatkannya bersama dengan kaki kananku.

“Saya ingin mencicipi ibu..” bisiknya dekat telingaku.
“Sejak pertama kali saya melamar jadi supir ibu, saya sudah menginginkan mendapatkan kesempatan seperti sekarang ini.” katanya lagi dengan suara nafas yang sudah memburu.
“Tapi saya majikan kamu Di..” kataku mencoba mengingatkan.

“Memang betul bu.. tapi itu waktu jam kerja, sekarang sudah pukul 7 malam berarti saya sudah bebas tugas..” balasnya sambil melepas ikatan tali BH yang kukenakan.
“Hhh mm uuhh,” desah nafasnya memenuhi telingaku.
“Tapi malam ini Bu Wina harus mau melayani saya,” katanya sambil terus mendengus-denguskan hidungnya di seputar telingaku hingga tubuhku merinding dan geli.

Setelah supirku melepas pakaiannya sendiri lalu tubuhku dibaliknya hingga telentang. Aku dapat melihat tubuh polosnya itu. Tidak lama kemudian supirku menarik kakiku sampai pahaku melekat pada perutku lalu mengikatkan tali lagi pada perutku.

Tubuhku kemudian digendongnya dan dibawanya ke pojok bagian kepala ranjang lalu dipangkunya di atas kedua kaki yang diselonjorkan, mirip anak perempuan yang tubuhnya sedang dipeluk ayahnya.

Tangan kirinya menahan pundakku sehingga kepalaku bersandar pada dadanya yang bidang dan terlihat otot dadanya berbentuk dan kencang sedangkan tangan kanannya meremasi kulit pinggul, pahaku dan pantatku yang kencang dan putih bersih itu.

“Aris.. jangan Di.. jangan!” ucapku berulang-ulang dengan nada terbata-bata mencoba mengingatkan pikirannya.

Namun Andi, supir mesum ku tidak memperdulikan perkataanku sebaliknya dengan senyum penuh nafsu terus saja meraba-raba pahaku.

“Ouh.. zzt.. Euh..” desisku panjang dengan tubuh menegang menahan geli serta seperti terkena setrum saat kurasakan tangannya melintasi belahan kedua pahaku.

Apalagi telapak dan jemari tangannya berhenti tepat di tengah-tengah lipatan pahaku.

“Mass.. Eee” rintihku lebih panjang lagi dengan bergetar sambil memejapkan mata ketika kurasakan jemarinya mulai mengusap-usap belahan bibir vaginaku.

Tangan Mas Andi terus menyentuh dan bergerak dari bawah ke atas lalu kembali turun lagi dan kembali ke atas lagi dengan perlahan sampai beberapa kali. Lalu mulai sedikit menekan hingga ujung telunjuknya tenggelam dalam lipatan bibir vaginaku yang mulai terasa berdenyut-denyut, gatal dan geli.

Tangannya yang terus meraba dan menggelitik-gelitik bagian dalam bibir vaginaku membuat birahiku jadi naik dengan cepatnya, apalagi sudah cukup lama tubuhku tidak pernah mendapatkan kehangatan lagi dari suamiku yang selalu sibuk dan sibuk.

Entah siapa yang memulai duluan saat pikiranku sedang melayang kurasakan bibirku sudah beradu dengan bibirnya saling berpagut mesra, menjilat, mengecup, menghisap liur yang keluar dari dalam mulut masing-masing.

“Ouh.. Wina.. wajahmu cukup merangsang sekali Wina..!” ucapnya dengan nafasnya yang semakin memburu itu.

Setelah berkata begitu tubuhku ditarik hingga buah dadaku yang menantang itu tepat pada mukanya dan kemudian, “Ouh.. mas..” rintihku panjang dengan kepala menengadah kebelakan menahan geli bercampur nikmat yang tiada henti setelah mulutnya dengan langsung memagut buah dadaku yang ranum itu. Kurasakan mulutnya menyedot, memagut, bahkan menggigit-gigit kecil punting susuku sambil sekali-kali menarik-narik dengan giginya.

Entah mengapa perasaanku saat itu seperti takut, ngeri bahkan sebal bercampur aduk di dalam hati, namun ada perasaan nikmat yang luar biasa sekali seakan-akan ada sesuatu yang pernah lama hilang kini kembali datang merasuki tubuhku yang sedang dalam keadaan tidak berdaya dan pasrah.

“Bruk..” tiba-tiba tangan Mas Andi melepaskan tubuhku yang sedang asyik-asyiknya aku menikmati sedalam-dalamnya tubuhku yang sedang melambung dan melayang-layang itu hingga tubuhku terjatuh di atas ranjang tidurku. Tidak berapa lama kemudian kurasakan bagian bibir vaginaku dilumat dengan buas seperti orang yang kelaparan.

Mendapat serangan seperti itu tubuhku langsung menggelinjang-gelinjang dan rintihan serta erangan suaraku semakin meninggi menahan geli bercampur nikmat sampai-sampai kepalaku bergerak menggeleng ke kanan dan ke kiri berulang-ulang. Cukup lama mulutnya mencumbu dan melumati bibir vaginaku terlebih-lebih pada bagian atas lubang vaginaku yang paling sensitif itu.

“Andi.. sudah.. sudah.. ouh.. ampun Aann.. ddiii..” rintihku panjang dengan tubuh yang mengejang-ngejang menahan geli yang menggelitik bercampur nikmat yang luar biasa rasanya saat itu. Lalu kurasakan tangannya pun mulai rebutan dengan bibirnya. Kurasakan jarinya dicelup ke dalam lorong kecil kemaluanku dan mengorek-ngorek isi dalamnya.

“Ouh.. di..” desisku menikmati alur permainannya yang terus terang belum pernah kudapatkan bahkan dengan suamiku sendiri.
“Sabar Win.., saya suka sekali dengan lendirmu sayang!” suara supir mesum ku yang setengah bergumam sambil terus menjilat dan menghisap-hisap tanpa hentinya sampai beberapa menit lagi lamanya.

Setelah puas mulutnya bermain dan berkenalan dengan bibir kemaluanku yang montok itu si Andi lalu mendekati wajahku sambil meremas-remas buah dadaku yang ranum dan kenyal itu.

“Bu Wina.., saya entot sekarang ya.. sayang..” bisiknya lebih pelan lagi dengan nafas yang sudah mendesah-desah. “Eee..” pekikku begitu kurasakan di belahan pangkal pahaku ada benda yang cukup keras dan besar mendesak-desak setengah memaksa masuk belahan bibir vaginaku.

“Tenang sayang.. tenang.. dikit lagi.. dikit lagi..”
“Aah.. sak.. kiit..!” jeritku keras-keras menahan ngilu yang amat sangat sampai-sampai terasa duburku berdenyut-denyut menahan ngilunya.

Akhirnya batang penis supirku tenggelam hingga dalam dibalut oleh lorong kemaluanku dan terhimpit oleh bibir vaginaku. Beberapa saat lamanya, supirku dengan sengaja, penisnya hanya didiamkan saja tidak bergerak lalu beberapa saat lagi mulai terasa di dalam liang vaginaku penisnya ditarik keluar perlahan-lahan dan setelah itu didorong masuk lagi,

Juga dengan perlahan-lahan sekali seakan-akan ingin menikmati gesekan-gesekan pada dinding-dinding lorong yang rapat dan terasa bergerenjal-gerenjal itu. Makin lama gerakannya semakin cepat dan cepat sehingga tubuhku semakin berguncang dengan hebatnya sampai, “Ouhh..”

Tiba-tiba suara supir mesum ku dan suaraku sama-sama beradu nyaring sekali dan panjang lengkingannya dengan diikuti tubuhku yang kaku dan langsung lemas bagaikan tanpa tulang rasanya. Begitu pula dengan tubuh supirku yang langsung terhempas kesamping tubuhku.

“Sialan kamu Di!” ucapku memecah kesunyian dengan nada geram.

Setelah beberapa lama aku melepas lelah dan nafasku sudah mulai tenang dan teratur kembali.

“Kamu gila Di, kamu telah memperkosa istri majikanmu sendiri, tau!” ucapku lagi sambil memandang tubuhnya yang masih terkulai di samping sisiku.
“Bagaimana kalau aku hamil nanti?” ucapku lagi dengan nada kesal.
“Tenang Bu Wina.., saya masih punya pil anti hamil, Bu Wina.” ucapnya dengan tenang.
“Iya.. tapi kan udah telat!” balasku dengan sinis dan ketus.

“Tenang bu.. tenang.. setiap pagi ibu kan selalu minum air putih dan selama dua hari sebelumnya saya selalu mencampurkan dengan obatnya jadi Bu Wina enggak usah khawatir bakalan hamil bu,” ucapnya malah lebih tenang lagi.

“Ouh.. jadi kamu sudah merencanakannya, sialan kamu Di..” ucapku dengan terkejut, ternyata diam-diam supir mesum ku sudah lama merencanakannya.
“Bagaimana Bu Wina..?”
“Bagaimana apanya? Sekarang kamu lepasin saya Di..” kataku masih dengan nada kesal dan gemas.
“Maksudnya, tadi waktu di Entotin enak kan?” tanyanya lagi sambil membelai rambutku.

Wajahku langsung merah padam mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh supirku, namun dalam hati kecilku tidak dapat kupungkiri walaupun tadi dia sudah memperkosa dan menjatuhkan derajatku sebagai majikannya, namun aku sendiri turut menikmatinya bahkan aku sendiri merasakan organsime dua kali.

“Kok ngak dijawab sich!” tanya supir mesum ku lagi.
“Iya..iya, tapi sekarang lepasin talinya dong Andi!” kataku dengan menggerutu karena tanganku sudah pegal dan kaku.
“Nanti saja yach! Sekarang kita mandi dulu!” ucapnya sambil langsung menggendong tubuhku dan membawa ke kamar mandi yang berada di samping tempat ranjangku.

Tubuhku yang masih lemah lunglai dengan kedua tangan dan kakiku yang masih terikat itu diletakkan di atas lantai keramik berwarna krem muda yang dingin tepat di bawah pancuran shower yang tergantung di dinding. Setelah itu supirku menyalakan lampu kamar mandiku dan menyalakan kran air hingga tubuhku basah oleh guyuran air dingin yang turun dari atas pancuran shower itu.

Melihat tubuhku yang sudah basah dan terlihat mengkilat oleh pantulan lampu kamar mandi lalu Andi si supir mesum ku berjongkok dekatku dan kemudian duduk di sampingku hingga tubuhnya pun turut basah oleh air yang turun dari atas.

Mata supirku yang memandangiku seperti terlihat lain dari biasanya, dia mulai mengusap rambutku yang basah ke belakang dengan penuh sayang seperti sedang menyayang seorang anak kecil.

Lalu diambilnya sabun cair yang ada di dalam botol dan menumpahkan pada tubuhku lalu dia mulai menggosok-gosok tubuhku dengan telapak tangannya. Pinggulku, perutku lalu naik ke atas lagi ke buah dadaku kiri dan kemudian ke buah dadaku yang kanan.

Tangannya yang terasa kasar itu terus menggosok dan menggosok sambil bergerak berputar seperti sedang memoles mobil dengan cairan kits. Sesekali dia meremas dengan lembut buah dada dan punting susuku hingga aku merasa geli dibuatnya, lalu naik lagi di atas buah dadaku, pundakku, leherku lalu ke bahuku, kemudian turun lagi ke lenganku.

“Ah.. mas..” pekikku ketika tangannya kembali turun dan turun lagi hingga telapak tangannya menutup bibir vaginaku.

Kurasakan telapak tangannya menggosok-gosok bibir vaginaku naik turun dan kemudian membelah bibir vaginaku dengan jemari tangannya yang lincah dan cekatan dan kembali menggosok-gosokkannya hingga sabun cair itu menjadi semakin berbusa.

Setelah memandikan tubuhku lalu dia pun membasuh tubuhnya sendiri sambil membiarkan tubuhku tetap bersandar di bawah pancuran shower. Usai membersihkan badan, supir mesum ku lalu menggendongku keluar kamar mandi dan menghempaskan tubuhku yang masih basah itu ke atas kasur tanpa melap tubuhku terlebih dahulu.

“Saya akan bawakan makanan ke sini yach!” ucapnya sambil supir mesum ku melilit handuk yang biasa kupakai kepinggangnya lalu ngeloyor ke luar kamarku tanpa sempat untuk aku berbicara.

Sudah tiga tahun lebih aku tidak pernah merasakan kehangatan yang demikian memuncak, karena keegoisan suamiku yang selalu sibuk dengan pekerjaan. Memang dalam hal keuangan aku tidak pernah kekurangan. Apapun yang aku mau pasti kudapatkan, namun untuk urusan kewajiban suami terhadap istrinya sudah lama tidak kudapatkan lagi.

Entah mengapa perasaanku saat ini seperti ada rasa sedang, gembira atau.. entah apalah namanya. Yang pasti hatiku yang selama ini terasa berat dan bosan hilang begitu saja walaupun dalam hati kecilku juga merasa malu, benci, sebal dan kesal.

Supir mesum ku cukup lama meninggalkan diriku sendirian, namun waktu kembali rupanya dia membawakan masakan nasi goreng dengan telor yang masih hangat serta segelas minuman kesukaanku. Lalu tubuhku disandarkan pada teralis ranjang.

“Biar saya yang suapin Bu Wina yach!” ucapnya sambil menyodorkan sesendok nasi goreng yang dibuatnya.
“Kamu yang masak Di!” tanyaku ingin tahu.
“Iya, lalu siapa lagi yang masak kalau bukan saya, kan di rumah cuma tinggal kita berdua, si Siti kan udah saya suruh pulang duluan sebelum hujan tadi turun!” kata supir mesum ku.
“Ayo dicicipi!” katanya lagi.

Mulanya aku ragu untuk mencicipi nasi goreng buatannya, namun perutku yang memang sudah terasa lapar, akhirnya kumakan juga sesendok demi sesendok. Tidak kusangka nasi goreng buatannya cukup lumanyan juga rupanya. Tanpa terasa nasi goreng di piring dapat kuhabisi juga.

“Bolehkan saya memanggil Bu Wina dengan sebutan mbak?” tanyanya sambil membasuh mulutku dengan tissue.
“Boleh saja, memang kenapa?” tanyaku.
“Engga apa-apa, biar enak aja kedengaran di kupingnya.”

Kalau saya boleh manggil Mbak Wina, berarti Bu Wina eh.. salah maksudnya Mbak Wina, panggil saya Bang aja yach!” celetuknya meminta.

“Terserah kamu saja ” kataku.
“Sudah nggak capai lagi kan Mbak Wina!” sahut supir mesum ku.
“Memang kenapa!?” tanyaku.
“Masih kuatkan?” tanyanya lagi dengan senyum binal sambil mulai meraba-raba tubuhku kembali.

Sejujurnya aku tidak rela tubuhku diperkosanya namun aku tidak mampu untuk menolak permintaannya yang membuat tubuhku dapat melayang-layang di udara seperti dulu saat aku pertama kali menikah dengan suamiku.