Nama gue Wilson. Gue ada kesempatan belajar di kota J karena ayah
gue bekerja di sana. Ketika itu gue berumur 15-16 kira-kira kelas 1
SMA. Pertama kali masuk sekolah ada upacara bendera. Waktu lagi kenalan sama temen-temen baru ada cewe datang dari arah pintu gerbang dengan
terburu-buru, soalnya semua murid sudah berbaris. Gue liatin tuh
cewe’..”OK juga nih..”. Setelah gue tanya temen gue ternyata dia kakak
kelas. Umurnya 17-an kira-kira kelas 3 SMA. Namanya Molly.
“Cute juga nama doi”.
Tiba -tiba dari belakang ada rekan sekelas megang bahu gue.
“Ngapain loe nanyain tentang si Molly?”.
Buset dah, kaget gue. Gue cuma takut dipukulin soalnya die ‘gangster’ di sekolahan.
“Ah..enggak kok. Nanya doank” kata gue dengan gementar.
Balik
dari sekolah gue terus ngebayangin tuh cewe. Gue nggak bisa ngilangin
dia dari pikiran gue. Gila cantik banget. Bibirnya yang kecil dan tipis,
buah dadanya yang montok (mungkin boleh dibilang lebih besar dari
ukuran teman sebayanya), betisnya yang putih dan mulus, pokoknya
absolutely perfect. Gue cuma bisa ngebayangin kalo-kalo dia mau ama gue.
Di
suatu pagi yang cerah (gue belajar kalimat kayak gini waktu kelas 4
SD), gue ama nyokap pergi ke deretan toko-toko di deket rumah. Maksudnya
sih mau nyari toko musik, soalnya gue mau belajar main gitar. Setelah
kira-kira 1 bulan baru gue tau bahwa guru gitar gue sama ama adiknya
Molly. Terus guru gue tu nyaranin kita berdua ngadain latihan bersama di
rumahnya. Gue girang banget. Mungkin ada kesempatan gue ngeliatin wajah
cantik kakaknya. Yah.. walaupun kagak “buat” ngeliat wajahnya juga udah
cukup.
Waktu liburan semester adiknya (biar lebih gampang gue
tulis Jason) ngundang gue ke rumahnya untuk latihan gitar barengan.
Terus gue tanya ada siapa aja di rumahnya.
“Gue ama kakak gue doank
kok” jawabnya. Wah.. berdebar-debar nih rasanya. Tapi gue juga rasa diri
gue sendiri bodoh. Soalnya die aja kagak kenal gue, malahan cuma
ngobrol sekali-sekali melalui chatting. Tapi gue ngak peduli.
Jason
sebenarnya belom mastiin kapan gue bisa dateng ke rumahnya. Tapi gue
ngak peduli dateng ke rumahnya hari itu karena gue cuma ada waktu hari
itu. Sampai di depan pagarnya gue pencet bel. Kelihatannya sepi.
Tiba-tiba pagar terbuka (pagar automatik nih) terus kakaknya muncul.
“Nyari siapa?”.
“Jason” gue bilang.
“Wah, maaf, Jasonnya nggak ada tuh.”
Wah.. sekarang baru gue sadar suara Molly ternyata lembut lagi ‘cute’.
“Oh.. ya udah, terima kasih.”
Gue muterin badan gue, belagak mau pergi gitu. Tiba-tiba suara yang lembut itu terdengar lagi.
“Eh.. nggak masuk dulu? Daripada capek bolak-balik mendingan tunggu di sini.”
Wah!! Peluang emas!
Terus
gue masuk dan dihidangin minuman dingin ama Molly. Terus dia duduk
dihadapan gue ngajakin gue ngobrolin sesuatu. Dalam sekelip mata,
pemandangan di depan gue menjadi sangat indah. Kebetulan dia memakai
baju T-Shirt tipis dan skirt pendek jadi gue bisa ngeliat
pahanya yang putih mulus. Sekali-sekali gue ngelirik ke bagian dada dan
pahanya. Gue rasa sih dia tau tapi dia berlagak nggak peduli.
“Kapan Jason balik?” tanya gue.
“Nggak tau kayaknya sih nanti jam 6″
Gue ngelirik jam tangan gue. Sekarang jam 2 petang.
Kira-kira
selama 15 menit kami ngobrol kosong. Tiba-tiba ntah gimana jam di meja
sebelahnya jatuh. Kami terkejut dan dia terus membereskan benda-benda
yang berselerak. Dari belakang gue bisa ngeliat pinggulnya yang putih
mulus. Tiba tiba jeritan kecilnya menyadarkan lamunan gue. Ternyata
jarinya terluka kena kaca. Naluri lelaki gue bangkit dan terus memegang
jarinya. Tanpa pikir panjang gue isep aja darah yang ada di jarinya.
Waktu darahnya udah beku gue mengangkat wajah gue. Ternyata selama ini
die ngeliatin gue. Tiba-tiba dia ngomong
“Son, kok lu ganteng banget sih?”
Gue
hanya tersipu-sipu. Terus gue diajakin ke tingkat atas untuk ngambil
obat luka. Waktu duduk di sofa, gue usapin aja tuh obat ke jarinya.
Tiba-tiba datang permintaan yang tidak disangka-sangka.
“Son, cium gue dong, boleh nggak?”.
Gue
bengong doank nggak tau mo jawab apaan. Tapi bibirnya udah deket banget
ama bibir gue. Langsung gue lumat bibir mungilnya. Dia memejamkan
matanya dan gue nyoba untuk mendesak lidah gue masuk ke dalam mulutnya.
Dia membalas dengan melumat bibir gue. Tanpa sadar tangan tangan gue
udah merayap ke bagian dadanya dan meremas-remas payudaranya yang montok
dari luar pakaiannya. Dia mendesah lirih. Dan mendengarnya, ciuman gue
menjadi semakin buas.
Kini bibir gue turun ke lehernya dan
kembali melumat dan menggigit-gigit kecil lehernya sambil tangan gue
bergerak ke arah skirt pendeknya dan berusaha meraba-raba pahanya yang
putih dan mulus. Tiba-tiba tangannya membuka resleting celana gue dan
coba meraih anu gue. Gue semakin ganas. Gue elus-elus celana dalamnya
dari luar dan tangan gue satu lagi meremas-remas payudaranya yang
montok. Dia mendesah dan melenguh.
Akhirnya gue berhenti melumat bibir dan lehernya. Gue coba melepaskan t-shirtnya yang berwarna pink. Tetapi tangannya mencegah.
“Ke kamar gue aja, yuk!”
Ajaknya
sambil menuntun tangan gue. Gue sih ikut aja. Gue kunci pintu kamarnya
dan langsung gue raih t-shirtnya hingga dia hanya mengenakan bra putih
dan skirt birunya. lalu gue buka skirt birunya, sekarang dia cuma pake bra dan CD putih, gue remas payudaranya sambil melumat bibirnya.
Tanpa disadari dia mengerang.
“ummh..ahh..!”
Gue
malah lebih bernafsu. Tiba-tiba tangannya yang lembut meraih penis gue
yangt besar. Kira-kira 14 cm panjangnya. Dia langsung
mengelus-elus dan mulai mengocok penis gue itu. Gue mengerang
“Ahh..Molly..terusin..ahh!”
Kira-kira
15 menit gue meremas payudaranya, lalu gue tidurin dia di ranjang dan kembali
melumat bibirnya sambil mengusap-usap vaginanya dari luar CDnya dan
tangan gue membuka cup bra kanan lalu gue memelintir puting payudara kanannya.
“Ahh.. Wilson.. ummhh!” Erangnya.
Akhirnya
kami berdiri. Dia melepaskan baju dan celana gue dan meraih penis gue
yang sangat tegang. Dia nyuruh gue duduk. Terus dia jongkok di depan
gue. Dia nyium kepala penis gue dan menjilatnya. Kemudian die berusaha
mengulum dan menghisap penis gue yang besar. Gue mengerang keenakan.
“Ummhh..Molly..!!”
Akhirnya gue nggak tahan dan menyuruhnya berhenti. Gue nggak mau keluar terlalu awal.
Terus gue lepasin kaitan bra-nya dan sekarang dia telanjang dada, lalu
perlahan-lahan gue lepasin celana dalam putihnya dan memandang sebuah
lubang berwarna merah jambu dengan bulu-bulu yang halus dan tidak
terlalu banyak di sekelilingnya, sekarang dia udah telanjang bulat. Langsung gue tidurin, lalu gue tindih dia dan gue kulum dan jilat payudaranya, "ummhhh ahhhh" erangnya, 10 menit gue lumat kedua payudaranya lalu gue kangkangin
kakinya. Kelihatan vaginanya mulai merekah. Gue yang udah nggak tahan
terus menjilati dan menghisap-hisap bahagian selangkangan dan menuju ke
arah vaginanya. Gue isep dan jilatin klitorisnya. Molly menggelinjang
keenakan sambil mendesah dan mengerang.
“Awwhh.. uhh.. Willsoonn..!!
Tiba tiba orgasme pertamanya keluar. Tubuhnya menggelinjang dan dia menjambak rambut gue dan sprei di ranjangnya.
Kemudian
gue melebarkan kedua kakinya dan mengarahkan penis gue ke arah lubang
kenikmatannya. Sebelum gue masukkin gue gesekin dulu penis gue di pintu
lubang vaginanya. Dia mendesah kenikmatan. Akhirnya gue dorong penis gue
ke dalam vaginanya. Terasa agak sempit kerana baru 1/3 dari penis gue
masuk. Perlahan-lahan gue tarik lagi dan gue dorong sekuat-kuatnya.
Ketiga kalinya baru berhasil masuk sepenuhnya.
“Aawwhh..sakit, Son!!”
Dia
mengerang kesakitan. Maka gue berhenti sejenak nunggu rasa sakit dia
hilang. Akhirnya gue mulai bergerak maju mundur. Semakin lama gerakan
gue semakin cepat. Terasa penis gue bergesekan dengan dinding vaginanya.
Kami berdua mengerang kenikmatan.
“Ahh..Molly..enakk!!”
“Mmhh..awwhh..Son, terus, cepet lagi!”
Gue semakin bernafsu dan mempercepat genjotan gue. Akhirnya dia menjerit dan mengerang tanda keluarnya orgasme ke dua.
Lantas
kami berdiri, "nungging dong Mol" kata gue, dia pun nurut aja. Gue arahin penis gue ke arah
vaginanya dan gue genjot vaginanya dari belakang. Kedua payudaranya berayun-ayun
mengikut gerakan genjotan gue. Gue pun meremas-remas pantatnya yang
mulus dan kemudian ke depan mencari putingnya yang sangat tegang. Kami
berdua banjir keringat.
Gue puter putingnya semakin keras dan payudaranya gue remas-remas sekuat-kuatnya.
“Ahh, Wilson..gue pingin keluar..!!” jeritnya.
Terus
gue percepat gerakan gue dan dia menjerit untuk orgasmenya yang kali
ketiga. Gue pikir-pikir gue ni kuat juga ya.. Tapi gue juga merasa mo
keluar sekarang. Gue nggak sampai hati ngeluarin sperma gue di
vaginanya. Langsung gue cabut penis gue dari vaginanya dan gue arahin penis gue ke lubang pantatnya yang masih nungging, gue masukin cuma kepala penisnya, "gue keluarin di pantat ya..." kata gue, "iya gapapa Son...." kata dia. Gue mengerang kenikmatan
“Akhh..Mol, gue keluar..!!”
Gue
semburin sperma gue didalam pantatnya. Sebagian mengalir
keluar melalui celah pantatnya.
Kemudian gue ngeliat jam di meja. Pukul
5.30!! Mati kalau nggak cepet-cepet. Selepas kami memakai baju semula
dia ngucap terima kasih ke gue.
“Makasih, Son! Belum pernah gue ngrasa sebahagia ini. Sebenarnya dari pertama kali gue ngeliat loe gue udah suka” Katanya.
“Oh, emang mungkin jodoh kali soalnya waktu ngeliat loe di gerbang sekolah gue juga udah suka.” kata gue.
“Tapi gimana dengan adik loe?”
“Nggak apa-apa, dia juga nggak bakalan marah. Adik gue bentar lagi datang. Jadi latihan bareng nggak?”
“Nggak, ah. Males, udah letih latihan tadi” kata gue sambil tersenyum.
Dia pun balas tersenyum. Akhirnya gue balik rumah dengan perasaan gembira. Gue berharap bisa ngentot dengan dia lagi.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar