Kamis, 07 November 2024

Cerita Seks Diperkosa Supir

 Namaku Wina, umurku sudah 35 tahun dengan dua orang anak yang sudah beranjak dewasa. Kedua anakku disekolahkan di luar negeri semua sehingga di rumah hanya aku dan suami serta dua orang pembantu yang hanya bekerja untuk membersihkan perabot rumah serta kebun, sementara menjelang senja mereka pulang.

Suamiku sebagai seorang usahawan memiliki beberapa usaha di dalam dan luar negri. Kesibukannya membuat suamiku selalu jarang berada di rumah. Bila suamiku berada di rumah hanya untuk istirahat dan tidur sedang pagi-pagi sekali dia sudah kembali leyap dalam pandangan mataku.

Hari-hariku sebelum anakku yang bungsu menyusul kakaknya yang sudah lebih dulu menuntut ilmu di luar negeri terasa menyenangkan karena ada saja yang dapat kukerjakan, entah itu untuk mengantarkannya ke sekolah ataupun membantunya dalam pelajaran.

Namun semenjak tiga bulan setelah anakku berada di luar negeri hari-hariku terasa sepi dan membosankan. Terlebih lagi bila suamiku sedang pergi dengan urusan bisnisnya yang berada di luar negeri, bisa meninggalkan aku sampai 2 mingguan lamanya.

Aku tidak pernah ikut campur urusan bisnisnya itu sehingga hari-hariku kuisi dengan jalan-jalan ke mall ataupun pergi ke salon dan terkadang melakukan senam. Sampai suatu hari kesepianku berubah total karena supirku. Suatu hari setibanya di rumah dari tempatku senam supirku tanpa kuduga memperkosaku.

Seperti biasanya begitu aku tiba di dalam rumah, aku langsung membuka pintu mobil dan langsung masuk ke dalam rumah dan melangkahkan kakiku menaiki anak tangga yang melingkar menuju lantai dua dimana kamar utama berada.

Begitu kubuka pintu kamar, aku langsung melemparkan tasku ke bangku yang ada di dekat pintu masuk dan aku langsung melepas pakaian senamku yang berwarna hitam hingga tinggal BH dan celana dalam saja yang masih melekat pada tubuhku. Saat aku berjalan hendak memasuki ruang kamar mandi aku melewati tempat rias kaca milikku.

Sesaat aku melihat tubuhku ke cermin dan melihat tubuhku sendiri, kulihat betisku yang masih kencang dan berbentuk mirip perut padi, lalu mataku mulai beralih melihat pinggulku yang besar seperti bentuk gitar dengan pinggang yang kecil kemudian aku menyampingkan tubuhku hingga pantatku terlihat masih menonjol dengan kencangnya.

Kemudian kuperhatikan bagian atas tubuhku, buah dadaku yang masih diselimuti BH terlihat jelas lipatan bagian tengah, terlihat cukup padat berisi serta, “Ouh.. ngapain kamu di sini!” sedikit terkejut ketika aku sedang asyik-asyiknya memandangi kemolekan tubuhku sendiri tiba-tiba saja kulihat dari cermin ada kepalanya supirku yang rupanya sedang berdiri di bibir pintu kamarku yang tadi lupa kututup.

“Jangan ngeliatin.. sana cepet keluar!” bentakku dengan marah sambil menutupi bagian tubuhku yang terbuka.

Tetapi supirku bukannya mematuhi perintahku malah kakinya melangkah maju satu demi satu masuk kedalam kamar tidurku.

“Andi.. Saya sudah bilang cepat keluar!” bentakku lagi dengan mata melotot.
“silakan ibu teriak sekuatnya, hujan di luar akan melenyapkan suara ibu!” ucapnya dengan matanya menatap tajam padaku.

Sepintas kulihat celah jendela yang berada di sampingku dan ternyata memang hujan sedang turun dengan lebat, memang ruang kamar tidurku cukup rapat jendela-jendelanya hingga hujan turun pun takkan terdengar hanya saja di luar sana kulihat dedaunan dan ranting pohon bergoyang tertiup angin kesana kemari.

Detik demi detik tubuh supirku semakin dekat dan terus melangkah menghampiriku. Terasa jantungku semakin berdetak kencang dan tubuhku semakin menggigil karenanya. Aku pun mulai mundur teratur selangkah demi selangkah, aku tidak tahu harus berbuat apa saat itu sampai akhirnya kakiku terpojok oleh bibir ranjang tidurku.

“Mas.. jangan!” kataku dengan suara gemetar.
“Hua.. ha.. ha.. ha..!” suara tawa supirku saat melihatku mulai kepepet.

“Jangan..!” jeritku, begitu supirku yang sudah berjarak satu meteran dariku menerjang tubuhku hingga tubuhku langsung terpental jatuh di atas ranjang dan dalam beberapa detik kemudian tubuh supirku langsung menyusul jatuh menindih tubuhku yang telentang.

Aku terus berusaha meronta saat supirku mulai menggerayangi tubuhku dalam himpitannya. Perlawananku yang terus-menerus dengan menggunakan kedua tangan dan kedua kakiku untuk menendang-nendangnya terus membuat supirku juga kewalahan hingga sulit untuk berusaha menciumi aku sampai aku berhasil lepas dari himpitan tubuhnya yang besar dan kekar itu.

Begitu aku mendapat kesempatan untuk mundur dan menjauh dengan membalikkan tubuhku dan berusaha merangkak namun aku masih kalah cepat dengannya, supirku berhasil menangkap celana dalamku sambil menariknya hingga tubuhku pun jatuh terseret ke pinggir ranjang kembali dan celana dalam putihku tertarik hingga bongkahan pantatku terbuka.

Namun aku terus berusaha kembali merangkak ke tengah ranjang untuk menjauhinya. Lagi-lagi aku kalah cepat dengan supirku, dia berhasil menangkap tubuhku kembali namun belum sempat aku bangkit dan berusaha merangkak lagi, tiba-tiba saja pinggulku terasa kejatuhan benda berat hingga tidak dapat bergerak lagi.

“Andi.. Jangan.. jangan.. mas..” kataku berulang-ulang sambil terisak nangis.

Rupanya supirku sudah kesurupan dan lupa siapa yang sedang ditindihnya. Setelah melihat tubuhku yang sudah mulai kecapaian dan kehabisan tenaga lalu supirku dengan sigapnya menggenggam lengan kananku dan menelikungnya kebelakan tubuhku begitu pula lengan kiriku yang kemudian dia mengikat kedua tanganku kuat-kuat, entah dengan apa dia mengikatnya.

Setelah itu tubuhnya yang masih berada di atas tubuhku berputar menghadap kakiku. Kurasakan betis kananku digenggamnya kuat-kuat lalu ditariknya hingga menekuk. Lalu kurasakan pergelangan kaki kananku dililitnya dengan tali. Setelah itu kaki kiriku yang mendapat giliran diikatkannya bersama dengan kaki kananku.

“Saya ingin mencicipi ibu..” bisiknya dekat telingaku.
“Sejak pertama kali saya melamar jadi supir ibu, saya sudah menginginkan mendapatkan kesempatan seperti sekarang ini.” katanya lagi dengan suara nafas yang sudah memburu.
“Tapi saya majikan kamu Di..” kataku mencoba mengingatkan.

“Memang betul bu.. tapi itu waktu jam kerja, sekarang sudah pukul 7 malam berarti saya sudah bebas tugas..” balasnya sambil melepas ikatan tali BH yang kukenakan.
“Hhh mm uuhh,” desah nafasnya memenuhi telingaku.
“Tapi malam ini Bu Wina harus mau melayani saya,” katanya sambil terus mendengus-denguskan hidungnya di seputar telingaku hingga tubuhku merinding dan geli.

Setelah supirku melepas pakaiannya sendiri lalu tubuhku dibaliknya hingga telentang. Aku dapat melihat tubuh polosnya itu. Tidak lama kemudian supirku menarik kakiku sampai pahaku melekat pada perutku lalu mengikatkan tali lagi pada perutku.

Tubuhku kemudian digendongnya dan dibawanya ke pojok bagian kepala ranjang lalu dipangkunya di atas kedua kaki yang diselonjorkan, mirip anak perempuan yang tubuhnya sedang dipeluk ayahnya.

Tangan kirinya menahan pundakku sehingga kepalaku bersandar pada dadanya yang bidang dan terlihat otot dadanya berbentuk dan kencang sedangkan tangan kanannya meremasi kulit pinggul, pahaku dan pantatku yang kencang dan putih bersih itu.

“Aris.. jangan Di.. jangan!” ucapku berulang-ulang dengan nada terbata-bata mencoba mengingatkan pikirannya.

Namun Andi, supir mesum ku tidak memperdulikan perkataanku sebaliknya dengan senyum penuh nafsu terus saja meraba-raba pahaku.

“Ouh.. zzt.. Euh..” desisku panjang dengan tubuh menegang menahan geli serta seperti terkena setrum saat kurasakan tangannya melintasi belahan kedua pahaku.

Apalagi telapak dan jemari tangannya berhenti tepat di tengah-tengah lipatan pahaku.

“Mass.. Eee” rintihku lebih panjang lagi dengan bergetar sambil memejapkan mata ketika kurasakan jemarinya mulai mengusap-usap belahan bibir vaginaku.

Tangan Mas Andi terus menyentuh dan bergerak dari bawah ke atas lalu kembali turun lagi dan kembali ke atas lagi dengan perlahan sampai beberapa kali. Lalu mulai sedikit menekan hingga ujung telunjuknya tenggelam dalam lipatan bibir vaginaku yang mulai terasa berdenyut-denyut, gatal dan geli.

Tangannya yang terus meraba dan menggelitik-gelitik bagian dalam bibir vaginaku membuat birahiku jadi naik dengan cepatnya, apalagi sudah cukup lama tubuhku tidak pernah mendapatkan kehangatan lagi dari suamiku yang selalu sibuk dan sibuk.

Entah siapa yang memulai duluan saat pikiranku sedang melayang kurasakan bibirku sudah beradu dengan bibirnya saling berpagut mesra, menjilat, mengecup, menghisap liur yang keluar dari dalam mulut masing-masing.

“Ouh.. Wina.. wajahmu cukup merangsang sekali Wina..!” ucapnya dengan nafasnya yang semakin memburu itu.

Setelah berkata begitu tubuhku ditarik hingga buah dadaku yang menantang itu tepat pada mukanya dan kemudian, “Ouh.. mas..” rintihku panjang dengan kepala menengadah kebelakan menahan geli bercampur nikmat yang tiada henti setelah mulutnya dengan langsung memagut buah dadaku yang ranum itu. Kurasakan mulutnya menyedot, memagut, bahkan menggigit-gigit kecil punting susuku sambil sekali-kali menarik-narik dengan giginya.

Entah mengapa perasaanku saat itu seperti takut, ngeri bahkan sebal bercampur aduk di dalam hati, namun ada perasaan nikmat yang luar biasa sekali seakan-akan ada sesuatu yang pernah lama hilang kini kembali datang merasuki tubuhku yang sedang dalam keadaan tidak berdaya dan pasrah.

“Bruk..” tiba-tiba tangan Mas Andi melepaskan tubuhku yang sedang asyik-asyiknya aku menikmati sedalam-dalamnya tubuhku yang sedang melambung dan melayang-layang itu hingga tubuhku terjatuh di atas ranjang tidurku. Tidak berapa lama kemudian kurasakan bagian bibir vaginaku dilumat dengan buas seperti orang yang kelaparan.

Mendapat serangan seperti itu tubuhku langsung menggelinjang-gelinjang dan rintihan serta erangan suaraku semakin meninggi menahan geli bercampur nikmat sampai-sampai kepalaku bergerak menggeleng ke kanan dan ke kiri berulang-ulang. Cukup lama mulutnya mencumbu dan melumati bibir vaginaku terlebih-lebih pada bagian atas lubang vaginaku yang paling sensitif itu.

“Andi.. sudah.. sudah.. ouh.. ampun Aann.. ddiii..” rintihku panjang dengan tubuh yang mengejang-ngejang menahan geli yang menggelitik bercampur nikmat yang luar biasa rasanya saat itu. Lalu kurasakan tangannya pun mulai rebutan dengan bibirnya. Kurasakan jarinya dicelup ke dalam lorong kecil kemaluanku dan mengorek-ngorek isi dalamnya.

“Ouh.. di..” desisku menikmati alur permainannya yang terus terang belum pernah kudapatkan bahkan dengan suamiku sendiri.
“Sabar Win.., saya suka sekali dengan lendirmu sayang!” suara supir mesum ku yang setengah bergumam sambil terus menjilat dan menghisap-hisap tanpa hentinya sampai beberapa menit lagi lamanya.

Setelah puas mulutnya bermain dan berkenalan dengan bibir kemaluanku yang montok itu si Andi lalu mendekati wajahku sambil meremas-remas buah dadaku yang ranum dan kenyal itu.

“Bu Wina.., saya entot sekarang ya.. sayang..” bisiknya lebih pelan lagi dengan nafas yang sudah mendesah-desah. “Eee..” pekikku begitu kurasakan di belahan pangkal pahaku ada benda yang cukup keras dan besar mendesak-desak setengah memaksa masuk belahan bibir vaginaku.

“Tenang sayang.. tenang.. dikit lagi.. dikit lagi..”
“Aah.. sak.. kiit..!” jeritku keras-keras menahan ngilu yang amat sangat sampai-sampai terasa duburku berdenyut-denyut menahan ngilunya.

Akhirnya batang penis supirku tenggelam hingga dalam dibalut oleh lorong kemaluanku dan terhimpit oleh bibir vaginaku. Beberapa saat lamanya, supirku dengan sengaja, penisnya hanya didiamkan saja tidak bergerak lalu beberapa saat lagi mulai terasa di dalam liang vaginaku penisnya ditarik keluar perlahan-lahan dan setelah itu didorong masuk lagi,

Juga dengan perlahan-lahan sekali seakan-akan ingin menikmati gesekan-gesekan pada dinding-dinding lorong yang rapat dan terasa bergerenjal-gerenjal itu. Makin lama gerakannya semakin cepat dan cepat sehingga tubuhku semakin berguncang dengan hebatnya sampai, “Ouhh..”

Tiba-tiba suara supir mesum ku dan suaraku sama-sama beradu nyaring sekali dan panjang lengkingannya dengan diikuti tubuhku yang kaku dan langsung lemas bagaikan tanpa tulang rasanya. Begitu pula dengan tubuh supirku yang langsung terhempas kesamping tubuhku.

“Sialan kamu Di!” ucapku memecah kesunyian dengan nada geram.

Setelah beberapa lama aku melepas lelah dan nafasku sudah mulai tenang dan teratur kembali.

“Kamu gila Di, kamu telah memperkosa istri majikanmu sendiri, tau!” ucapku lagi sambil memandang tubuhnya yang masih terkulai di samping sisiku.
“Bagaimana kalau aku hamil nanti?” ucapku lagi dengan nada kesal.
“Tenang Bu Wina.., saya masih punya pil anti hamil, Bu Wina.” ucapnya dengan tenang.
“Iya.. tapi kan udah telat!” balasku dengan sinis dan ketus.

“Tenang bu.. tenang.. setiap pagi ibu kan selalu minum air putih dan selama dua hari sebelumnya saya selalu mencampurkan dengan obatnya jadi Bu Wina enggak usah khawatir bakalan hamil bu,” ucapnya malah lebih tenang lagi.

“Ouh.. jadi kamu sudah merencanakannya, sialan kamu Di..” ucapku dengan terkejut, ternyata diam-diam supir mesum ku sudah lama merencanakannya.
“Bagaimana Bu Wina..?”
“Bagaimana apanya? Sekarang kamu lepasin saya Di..” kataku masih dengan nada kesal dan gemas.
“Maksudnya, tadi waktu di Entotin enak kan?” tanyanya lagi sambil membelai rambutku.

Wajahku langsung merah padam mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh supirku, namun dalam hati kecilku tidak dapat kupungkiri walaupun tadi dia sudah memperkosa dan menjatuhkan derajatku sebagai majikannya, namun aku sendiri turut menikmatinya bahkan aku sendiri merasakan organsime dua kali.

“Kok ngak dijawab sich!” tanya supir mesum ku lagi.
“Iya..iya, tapi sekarang lepasin talinya dong Andi!” kataku dengan menggerutu karena tanganku sudah pegal dan kaku.
“Nanti saja yach! Sekarang kita mandi dulu!” ucapnya sambil langsung menggendong tubuhku dan membawa ke kamar mandi yang berada di samping tempat ranjangku.

Tubuhku yang masih lemah lunglai dengan kedua tangan dan kakiku yang masih terikat itu diletakkan di atas lantai keramik berwarna krem muda yang dingin tepat di bawah pancuran shower yang tergantung di dinding. Setelah itu supirku menyalakan lampu kamar mandiku dan menyalakan kran air hingga tubuhku basah oleh guyuran air dingin yang turun dari atas pancuran shower itu.

Melihat tubuhku yang sudah basah dan terlihat mengkilat oleh pantulan lampu kamar mandi lalu Andi si supir mesum ku berjongkok dekatku dan kemudian duduk di sampingku hingga tubuhnya pun turut basah oleh air yang turun dari atas.

Mata supirku yang memandangiku seperti terlihat lain dari biasanya, dia mulai mengusap rambutku yang basah ke belakang dengan penuh sayang seperti sedang menyayang seorang anak kecil.

Lalu diambilnya sabun cair yang ada di dalam botol dan menumpahkan pada tubuhku lalu dia mulai menggosok-gosok tubuhku dengan telapak tangannya. Pinggulku, perutku lalu naik ke atas lagi ke buah dadaku kiri dan kemudian ke buah dadaku yang kanan.

Tangannya yang terasa kasar itu terus menggosok dan menggosok sambil bergerak berputar seperti sedang memoles mobil dengan cairan kits. Sesekali dia meremas dengan lembut buah dada dan punting susuku hingga aku merasa geli dibuatnya, lalu naik lagi di atas buah dadaku, pundakku, leherku lalu ke bahuku, kemudian turun lagi ke lenganku.

“Ah.. mas..” pekikku ketika tangannya kembali turun dan turun lagi hingga telapak tangannya menutup bibir vaginaku.

Kurasakan telapak tangannya menggosok-gosok bibir vaginaku naik turun dan kemudian membelah bibir vaginaku dengan jemari tangannya yang lincah dan cekatan dan kembali menggosok-gosokkannya hingga sabun cair itu menjadi semakin berbusa.

Setelah memandikan tubuhku lalu dia pun membasuh tubuhnya sendiri sambil membiarkan tubuhku tetap bersandar di bawah pancuran shower. Usai membersihkan badan, supir mesum ku lalu menggendongku keluar kamar mandi dan menghempaskan tubuhku yang masih basah itu ke atas kasur tanpa melap tubuhku terlebih dahulu.

“Saya akan bawakan makanan ke sini yach!” ucapnya sambil supir mesum ku melilit handuk yang biasa kupakai kepinggangnya lalu ngeloyor ke luar kamarku tanpa sempat untuk aku berbicara.

Sudah tiga tahun lebih aku tidak pernah merasakan kehangatan yang demikian memuncak, karena keegoisan suamiku yang selalu sibuk dengan pekerjaan. Memang dalam hal keuangan aku tidak pernah kekurangan. Apapun yang aku mau pasti kudapatkan, namun untuk urusan kewajiban suami terhadap istrinya sudah lama tidak kudapatkan lagi.

Entah mengapa perasaanku saat ini seperti ada rasa sedang, gembira atau.. entah apalah namanya. Yang pasti hatiku yang selama ini terasa berat dan bosan hilang begitu saja walaupun dalam hati kecilku juga merasa malu, benci, sebal dan kesal.

Supir mesum ku cukup lama meninggalkan diriku sendirian, namun waktu kembali rupanya dia membawakan masakan nasi goreng dengan telor yang masih hangat serta segelas minuman kesukaanku. Lalu tubuhku disandarkan pada teralis ranjang.

“Biar saya yang suapin Bu Wina yach!” ucapnya sambil menyodorkan sesendok nasi goreng yang dibuatnya.
“Kamu yang masak Di!” tanyaku ingin tahu.
“Iya, lalu siapa lagi yang masak kalau bukan saya, kan di rumah cuma tinggal kita berdua, si Siti kan udah saya suruh pulang duluan sebelum hujan tadi turun!” kata supir mesum ku.
“Ayo dicicipi!” katanya lagi.

Mulanya aku ragu untuk mencicipi nasi goreng buatannya, namun perutku yang memang sudah terasa lapar, akhirnya kumakan juga sesendok demi sesendok. Tidak kusangka nasi goreng buatannya cukup lumanyan juga rupanya. Tanpa terasa nasi goreng di piring dapat kuhabisi juga.

“Bolehkan saya memanggil Bu Wina dengan sebutan mbak?” tanyanya sambil membasuh mulutku dengan tissue.
“Boleh saja, memang kenapa?” tanyaku.
“Engga apa-apa, biar enak aja kedengaran di kupingnya.”

Kalau saya boleh manggil Mbak Wina, berarti Bu Wina eh.. salah maksudnya Mbak Wina, panggil saya Bang aja yach!” celetuknya meminta.

“Terserah kamu saja ” kataku.
“Sudah nggak capai lagi kan Mbak Wina!” sahut supir mesum ku.
“Memang kenapa!?” tanyaku.
“Masih kuatkan?” tanyanya lagi dengan senyum binal sambil mulai meraba-raba tubuhku kembali.

Sejujurnya aku tidak rela tubuhku diperkosanya namun aku tidak mampu untuk menolak permintaannya yang membuat tubuhku dapat melayang-layang di udara seperti dulu saat aku pertama kali menikah dengan suamiku.

Senin, 14 Oktober 2024

Cerita Seks Ngentot Sama Tante Mirsha

Namaku Rei, saat kejadian ini usiaku baru 17 tahun. Kisah ini berawal 2tahun lalu, karena kepindahan orangtuaku ke Bandung . Aku yang masih SMU juga harus ikut pindah ke Bandung . Sebagai warga baru seperti biasanya kami sekeluarga memperkenalkan diri dulu kepada tetangga-tetangga didaerah rumahku yang baru.

Ada satu tetangga yang membuat aku sangat tertarik, selain ramah dan baik aku juga terangsang dengan wajahnya yang cantik meskipun dari segi body tante mirsha ini kurang menarik. Tante Mirsha berkulit putih, berwajah cantik dengan rambut sebahu dan berumur 35 tahun. Tante mirsha baru mempunyai anak satu, dan masih TK.

Setelah perkenalan itu ibu dan ayahku terbilang dekat dengan om dan tante mirsha ( mirsha adalah nama suaminya ). Karena kedua orangtuaku bekerja aku, sering sekali aku dikirimkan makanan-makanan dari tante mirsha, dan kupikir ini kesempatan.
Suatu hari, didaerahku hujan lebat. Tiba-tiba tante mirsha datang dengan keadaan basah kuyup, memberitahukan bahwa rumahnya bocor dan aku disuruhnya melihat dan membetulkan genteng rumahnya. Aku yang sedang dalam gairah tinggi melihat ini adalah kesempatan besar. Aku masuk ke dalam rumah tante mirsha, dan baru saja masuk aku langsung memeluk tante mirsha. Tante Mirsha berontak tapi aku dengan kuat terus memeluknya dari belakang, kudorong tante mirsha ke sofa dan kulucuti pakaiannya satu persatu. ” Rei, kamu mau apa jangan macam-macam rei!”bentak tante mirsha, tapi aku yang sudah nafsu terus saja melucuti pakaian tante yang basah. Dengan cepat aku melucuti pakaian tante, dan terpampang jelas tubuhnya yang indah. Kuhisap langsung memeknya yang merah dan minta disuntik dengan segera.” Rei, mmmmhhhhh, geli rei. Jangan diteruskan rei, mmmmmhhhh” keluhnya dan aku masih tetap saja kujilati memek tante mirsha. 5 menit aku jilati memek tante mirsha, setelah itu kupaksa tante mirsha melayani kontolku dengan mulutnya sampai tante mirsha muntah-muntah karena sepertinya memang baru sekali ini saja. Dan 5 menit berikutnya aku paksa kembali tante mirsha melayani kontolku dengan memeknya.

” Ah, tante memeknya keset banget sih. Kan susah masukinnya !”, Kontolku baru masuk seperempat.
” Rei jangan rei, mmmmmmhhhhhhhhhhhhh .”
” Pokoknya tante harus melayani saya sampai sore ”
” Jangan Rei, aduhhhh sakit rei” kontolku sudah tenggelam di kenikmatan yang tiada tara.
kupercepat tempo sodokanku, dan tante mirsha menggeliat dengan keringatnya yang menetes.
” Ayo tante, mmhhhhhh”
“Mmmmmmmmmhhhhhhhhh hhhhh, reeeeeeiiii, reeeeeeeeeeeei” dihempaskannya tubuhku, kontolku mengayun saja setelah lepas dari memek tante mirsha. Tante mirsha bangun dan berdiri dalam keadaan bugil.

“Rei kamu harus tanggung jawab, tante gak terima kalo kamu yang main diatas”
Dipegangnya kontolku, dimasukkannya lagi ke dalam memeknya. Tante mirsha merem melek menahan kenikmatan kontolku yang lumayan besar.
” Rei kontol kamu ueeenak banget sih, tante genjot yah! ”
” Iya tante, yang cepet ya tante ”
Tante mirsha terus menggenjot kontolku, dan sekarang aku yang merem melek.
” uhhh. rei sayang tante mau keluar ”
” keluarin aja tante ”
” gantian dong sayang, tante capek nih ”
” tante nunging yah, biar sama-sama enak”. Tante Mirsha menurut yang aku bilang.
Kucari lubang anus tante Mirsha, karena aku belum sama sekali merasa mau keluar. Kucoba tusukkan kontolku ke anusnya dengan pelan,
” rei jangan disitu sayang, tante belum pernah sayang”
” tenang aja tante dijamin enak deh!”
” rei sakit rei, ahhhhhhhhhhhhhhhhhh hh. sakit rei udah rei” jerit tante mirsha setelah kontolku sudah masuk setengah anus tante mirsha.

” enakkan tan, kontolku”
” heeh enak banget, tapi jangan cepet2 yah rei ”
lima menitsudah kusodok lubang anus tante mirsha, tiba-tiba terdengar suara mobil jemputan anak tante mirsa sudah kembali dari sekolahnya. Aku yang belum keluar mempercepat sodokanku sedang tante mirsha sudah 2 kali.
“sayang udahan dulu yah!,dona udah pulang tuh!”. tante mirsha melepaskan kontolku yang masih tegang.
“tan, saya belum keluarnih”
“masak sih rei,kuat amat sih,. Ya udah tunggu tante dikamar nanti tante nyusul.”
” gak mau ah” kutarik lagi tante mirsa dan sekarang memeknya yang kujadikan sasaran keberanganku.
” ahhhhhhhhhhhh. terus sayang.terus. jangan dilepasin dulu ya”.
tiba-tiba donna anak tante mirsa membuka pintu.
“mama, eh mama lagi ngapain sama om rei”.donna yang ketawa melihatku dengan mamanya dalam keadaan ngentot.

“dona kekamar dulu ya, ganti baju dulu ya.mama lagi main dulu sama om rei”
“iya sana dona masuk dulu, ntar om rei beliin coklat deh”
donna yang belum tahu apa-apa langsung lari kekamar dengan senangnya karena aku janji belikan cokelat.
“terusin lagi dong rei, tanggung nih”
kuteruskan lagi permainanku, sekitar sepuluh menit kemudian aku merasakan ada yang mau keluar dari kontolku.
“tante, rei mau keluar nih. mo bareng gak?”
“mmmmmmmmhhhhhhhhhh hhhhhh, terusin aja sayang kontol kamu enak banget sih, “ante juga mau keluar nih. mmmmmmmmmmhhhhhhhhh hhh”
“tante mirsha mmmmmmmmhhhhhhhhhhh hhh enak banget tante”
tak lama kemudian dikontolku terasa ada rasa hangat yang luar biasa.
“tante juga keluar rei, kontol kamu enak banget ya!”
“memek tante juga luar biasa”

aku memeluk tante mirsha dengan erat sambil tiduran disebelahnya tanpa melepas kontolku didalam memek tante mirsha.“

rei kamu udah merawanin 2lubang tante.kontol kamu tuh yang baru pertama kali ngerasain pantat sama mulu tante.ternyata kamu hebat banget deh”

“tante, kapan-kapan boleh minta lagi ya!”
“diatur ajalah,yang penting waktunya enak”
“makasih ya tante”
aku dan tante mirsha berciuman sebelum pulang. dan keesokan paginya kami melakukan lagi, dan terus melakukan setelah dona dan om mirsha berangkat.kadang kalo ortuku mudik atau menengok kakakku yang kuliah dijakarta, tante mirsha datang kerumahku walaupun om mirsha ada dirumah. dengan alasan mengantar makanan, kami sempat melakukan walau kilat saja, tapi aku puas.

ini terus kulakukan sampai pada saat tante mirsha hamil, dan menurutnya itu adalah benihku. aku sempat melihat anak pertamaku, sebelum aku harus kuliah di jakarta menyusul kakakku disana. tapi kalo aku pulang ke Bandung, aku masih melakukannya dengan tante mirsa. mungkin aku jatuh cinta pada memek tante mirsa, dan sepertinya aku mengidap odipus complex. Karena di jakarta pun aku juga sering melakukannuya dengan tante-tante sebaya tante mirsha walaupun tak seenak memek tante mirsha tak apalah untuk selingan aja kok.
tapi tetap saja kontolku buat memek tante mirsha. love u tante mirsha

Selasa, 17 September 2024

Cerita Seks Mamaku Dientot oleh Tukang Parkir

Hari ini, mamaku diundang untuk menghadiri pembukaan kafe bintang 3 milik temannya. Mama memintaku untuk menjadi supir, karena kebetulan aku sedang libur sekolah dan supir kami sedang mengantar papa ke acara meeting perusahaan.

"Kita nanti dapet diskon 60% all menu lhoo," kata mama.

"Paling ada syarat dan ketentuannya," ucapku dengan nada bodo amat.

"Ndak lahh, kan yang punya temen baiknya mama," sanggah mama.

"Ohh, oke deh," ucapku singkat.

Aku menuju ke garasi untuk menyiapkan mobil. Kemudian, mama datang dan menungguku di luar pinte gerbang. 

"Ayo masuk," ucapku kepada mama.

Mama masuk ke dalam mobil, lalu kuparkir sebentar di luar, karena aku mau menutup pintu gerbang rumah kita. Karena tempatnya tidak begitu jauh, jadi perjalanan hanya membutuhkan waktu 10 menit saja. Sesampai di lokasi tujuan, suasana tempat parkir ramai penuh dengan mobil.

"Ini yang punya kafe, orang terkenal, kah? Kok rame banget," tanyaku.

"Dia punya banyak kolega, kenalan dan klien," jawab mama, "belum termasuk teman - temannya."

Ketika sedang mencoba mencari tempat parkir, aku baru menyadari tidak ada tukang parkir disini. Beruntung mobil kita ada kamera belakang, jadi aku tidak kesulitan untuk melihat bagian belakang. Mama terlebih dahulu keluar, meninggalkan diriku yang masih memarkirkan mobil. Selesai parkir mobil, aku segera menuju ke kafe baru itu. Sudah ada banyak orang di dalam, dan mereka semua terlihat seperti orang - orang dari kalangan atas. Aku celingak - celinguk mencoba mencari mamaku.

"Mamaku kemana sih?" kataku dalam hati.

Karena gak berhasil menemukan mamaku, aku lalu memutuskan cari tempat duduk. Aku melihat sebuah meja kosong, dan aku segera mendudukinya. Beberapa saat kemudian, seorang wanita dengan gaun merah mendatangi mejaku.

"Sebelahmu kosong?" tanyanya dengan lembut.

"I-iya," jawabku dengan agak salah tingkah.

Wanita tersebut memiliki wajah yang cantik dengan kulit yang mulus. Tubuhnya juga memiliki lekuk - lekuk yang sempurna. Ketika dia duduk di sampingku, aku bisa mencium bau parfumnya yang harum.

"Kamu kesini sama siapa?" tanya wanita itu.

"Sama mamaku," jawabku.

"Ohh, yang mana?" tanyanya lagi.

"Aku gak tau dimana dia sekarang. Tau - tau ilang begitu saja," jawabku.

"Mungkin diantara para tamu yang berkumpul disana," ujar wanita seksi itu sambil menunjuk ke arah depan.

"Ohh yaa, namaku Tom," kataku seraya mengulurkan tangan kepada wanita itu.

"Halo Tom, namaku Feny," ucapnya sambil menerima uluran tangannya.

"Salam kenal juga. Kamu kesini sama siapa?" tanyaku.

"Aku kesini sendirian," jawab Feny, "kebetulan suamiku sedang sibuk, dan anak - anakku gak mau aku ajak."

Aku terkejut ketika Feny mengatakan kalau dia sudah punya suami dan anak. Aku kira dia masih gadis.

"Kenapa? Kamu kaget yaa pas aku bilang udah punya suami sama anak - anak?" kata Feny dengan tawa renyah, "kamu pasti ngira aku masih di kisaran 20-an, iya kan?"

"Ummm ... i-iya," ucapku.

"Gini - gini, aku udah tante - tante lhoo," ujar tante Feny.

"Wihhh, jujur tante bener - bener terlihat awet muda lhoo," kataku memujinya.

"Wahh, makasih lhoo yaa," ucap tante Feny dengan wajah ceria.

Tidak lama kemudian, sang empunya kafe meminta para tamu untuk berkumpul untuk menyaksikan grand opening dari kafe miliknya.

"Paling pemotongan pita merah," ujarku.

"Atau mungkin pakai pita warna lain," kata tante Feny. 

Di depan pintu masuk, dua orang pria memasang pita warna pink, lalu sang owner berdiri di depannya sambil membawa sebuah gunting besar. 

"Heh!? Pake pita pink," kataku dengan mata terbelalak.

"Biar kelihatan lebih berbeda," ujar tante feny.

Dari tempat aku berdiri, aku akhirnya bisa menemukan mamaku, yang sedang asik mengobrol dengan teman - temannya.

"Para hadirin sekalian! Dengan ini, kafe **** telah resmi dibuka!" seru si owner seraya menggunting pita pink yang terpasang di pintu masuk.

Seketika, suara tepuk tangan menyelimuti tempat ini, diiringi dengan suara petasan yang biasa ada di pesta ulang tahun. Para hadirin kemudian diminta untuk mengambil makanan yang telah disediakan di sebuah meja panjang.

"Kita nunggu agak sepi aja yaa," kata tante Feny sembari memegangi lenganku.

"Okee deh," sahutku. 

Aku dan tante Feny duduk di salah satu meja yang kosong. Aku terus memperhatikan mama yang saat ini sedang mengambil makanan yang dihidangkan secara prasmanan.

"Kamu sedang memperhatikan siapa?" tanya tante Feny.

"Mamaku," jawabku.

"Yang mana? Tante penasaran," katanya.

Aku menunjuk ke arahnya, dan tante Feny menunjukkan ekspresi kagum.

"Itu mamamu? Yang pake dress hitam? Cantik banget," kata tante Feny.

"Padahal udah 43 tahun lhoo," ucapku.

"1 tahun lebih muda dari tante dong," kata tante Feny.

"Ohh, Tante 44 yaa?" kataku.

"Iyapp. Tante udah tua," ucap tante Feny.

"Gak lahh, masih muda itu," kataku.

"Bisa aja kamu hihihihi," ujar tante Feny dengan tawa kecil.

Setelah agak sepi, kami berdua mendatangi meja prasmanan dan mengambil makanan yang ingin kami cicipi. Aku mengambil salmon panggang, sup asparagus, dan sate ayam. 

"Kamu cuma ambil itu?" tanya tante Feny.

"Sisanya nyusul hehehe," jawabku.

Kami kembali duduk bersama dan menyantap hidangan lezat yang kita ambil tadi.

"Bentar, aku jadi ingat sesuatu," kataku, "katanya all menu diskon 60%. Yang kita ambil ini jangan - jangan menu yang di-diskon 60%?"

"Beda. Kalo ini jamuan dari si owner," jawab tante Feny, "kalo kamu datang ke kasir, kamu bisa pesan sesuatu dengan diskon 60%."

"Ohh begitu," kataku mangut - mangut.

"Kamu pengen apa? Tante yang traktir," kata tante Feny.

"Makasih Tante, tapi jangan deh. Aku bayar sendiri aja misal aku pengen seuatu," kataku dengan ramah.

"Gapapa, santai aja," ucap tante Feny sembari menepuk bahuku dengan lembut.

"Aduh, malah ngerepotin Tante," ucapku sambil garuk - garuk kepala.

"Hihihihi, gapapa. Nanti kita pesan sesuatu habis selesai makan," kata tante Feny.

Aku merespon dengan mengangguk, kemudian kita lanjut makan sampai makanan yang ada di piring kita habis. Aku sesekali mengamati mamaku yang terlihat masih asik mengobrol dengan teman - temannya. Mama samak sekali tidak mencoba mencariku, malah asik sendiri, dasar!

"Yuk cari minum atau camilan," ajak tante Feny.

"Okee," sahutku.

Saat tiba di depan meja kasir, aku dan tante Feny melihat - lihat menu yang tersaji di dinding. Tante Feny memilih menu kopi, sementara aku masih belum yakin mau memilih apa.

"Aku pesan milkshake aja," kataku.

Tante Feny lalu membayar minuman kami berdua, setelah itu kita kembali ke meja. Aku menyempatkan diri melirik ke arahnya mama yang masih asik mengobrol dengan teman - temannya, termasuk dengan owner dari kafe ini.

"Kamu gak mau ambil makanan lagi?" tanya tante Feny.

"Habis ini Tante," jawabku.

"Kamu masih muda, harus makan banyak, biar kuat hihihi," ucap tante Feny.

"Hehehehe, okee Tante," sahutku sambil mengacungkan jempol.

Aku lalu beranjak untuk makan di ronde kedua. Aku mengambil hidangan yang belum aku cicipi, setelahnya aku kembali sembari membawakan es krim untuk tante Feny. 

"Wihh, makasih yaa," ucap tante Feny.

Ketika sedang makan, aku melihat mama beranjak berdiri lalu berjalan menuju ke pintu masuk. Aku malah menjadi penasaran kenapa mama berjalan ke luar. Aku kemudian beranjak berdiri dan meninggalkan makananku yang belum habis.

"Mau kemana?" tanya tante Feny.

"Mau liat mamaku bentar," jawabku.

Tante Feny kemudian beranjak dan mengikuti aku.

"Tante ngapain ikut aku?" tanyaku.

"Nemenin kamu hihihi," jawab tante Feny.

Aku keluar dari kafe dan menatap kiri-kanan mencari mamaku. Aku melihat beberapa tamu berada di luar untuk sekedar mengobrol atau merokok. Aku kemudian melihat mamaku yang sedang membuka HP.

"Nah itu dia. Tapi kenapa cuma buka HP sampai harus keluar?" kataku.

"Mungkin bukan sekedar buka HP," celetuk tante Feny.

Mama kemudian menaruh HP-nya di telinga kiri, kemudian kulihat mulutnya mulai bergerak. Ternyata mama sedang menelepon seseorang.

"Bener kan apa kata tante," ujar tante Feny seraya melirikku dengan senyum menggoda, "ndak mungkin keluar cuma buka HP doang."

"Yaa maaf Tante, saya masih belum berpengalaman," kataku sambil menempelkan kedua telapak tanganku.

Ketika aku akan melangkah kembali ke dalam kafe, aku melihat ada seseorang yang mendekati mama. Orang tersebut memakai kaos oblong dan celana jeans. Dari gaya pakaiannya, dia sudah jelas bukan tamu dari acara pembukaan kafe ini.

"Ehh!? Siapa tuh orang?" kataku.

"Mencurigakan. Kita amati lebih dekat yuk," ajak tante Feny.

Aku dan tante Feny mendekat untuk melihat lebih dekat sosok pemuda itu. Mama sepertinya mengetahui ada pemuda yang mendekatinya, tetapi dia tidak menghiraukannya. Selesai bertelepon, pemuda itu membuka obrolan.

"Kok menyendiri disini Ci?" tanya pemuda itu.

"Aku habis telponan sama temenku," jawab mama.

"Kok ndak di dalem aja telponannya? Terganggu sama berisiknya yaa?" ucap pemuda itu senyum - senyum.

"Iyaa hehehe," jawab mama.

Kalau kuperhatikan, mama terlihat santai mengobrol dengan pemuda yang penampilannya lusuh itu.

"Kenalin Ci, nama saya Bagus," ucap pemuda itu seraya mengulurkan tangannya.

"Halo, aku Vania," kata mama membalas uluran tangannya si pemuda lusuh itu.

"Kok mamamu santai banget memperkenalkan dirinya?" bisik tante Feny.

"Aku juga gak tau," ucapku.

"Kesini datang sendiri atau sama pacar?" tanya Bagus.

"Aku datang sama anakku," jawab mama.

"Anak?? Ci Vania udah punya anak?" kata Bagus dengan ekspresi terkejut.

"Iyaa. Emang kenapa?" tanya mama dengan senyum penasaran.

"Aku ngiranya Ci Vania masih gadis," kata Bagus.

"Hahahaha, padahal aku udah kepala 4," ucap mama.

"Seriusan??" kata Bagus dengan ekspresi terkejut, "gilaa ... awet muda banget."

Mama menanggapinya dengan tawa kecil.

"Ummm ... Ci vania mau balik ke dalam lagi atau masih mau di luar?" tanya Bagus.

"Hmmm ... emang kenapa?" tanya balik mama.

"Mau ngobrol lebih lama sama Cici," jawab pemuda lusuh itu.

"Berani juga tuh anak," kata tante Feny.

"Ngapain coba ngajakin ngobrol mamaku," ucapku dengan tatapan penuh curiga.

Mama mengangguk dengan senyum, lalu dia berjalan mengikuti Bagus menuju ke meja yang terletak di pinggiran area parkir kafe. Aku dan tante Feny mengikuti sambil mengendap - endap. Mama dan si pemuda lusuh itu lalu duduk bersebelahan dan mereka lanjut mengobrol lagi. Karena jarak kita dengan mama agak jauh, ditambah mereka mengobrol dengan volume kecil, aku dan tante Feny kesulitan untuk menguping obrolan mereka.

"Suaranya samar - samar," bisikku kepada tante Feny.

"Iyaa," sahut tante Feny.

"Kalo misal kita mendekat, bisa - bisa kita ketahuan," bisikku.

"Brarti gak ada pilihan lain, selain bersembunyi disini, mengawasi mamamu," ucap tante Feny.

Aku bisa melihat dengan jelas mama dan Bagus mengobrol sambil ketawa - ketiwi. Aku benar - benar penasaran apa yang mereka obrolkan. Tidak lama kemudian, Bagus sedikit membungkuk, lalu dia berdiri dengan memegang sebuah botol minum. 

"Ngapain dia ngambil botol minum?" kataku dalam hati.

Bagus lalu meminumnya sendiri dan mengembalikan botol minumnya ke bawah meja. Mama kulihat tertawa kecil menatap pemuda lusuh itu.

"Kayaknya obrolan mereka seru deh," bisik tante Feny.

Aku kembali dibuat penasaran saat melihat mama mulai menepuk pelan bahunya Bagus. Mereka sepertinya saling bertukar candaan.

"Sepertinya aku merasa ada yang janggal," bisik tante Feny.

"Kok bisa?" tanyaku dengan suara pelan.

"Sulit untuk dijelasin sih. Tapi aku yakin nanti kamu paham," jawab tante Feny.

Kemudian, Bagus berbisik ke telinga kirinya mama. Mama kulihat tersenyum diikuti dengan tawa renyah. Setelahnya, mama dan Bagus berdiri, lalu berjalan menuju ke luar area parkir kafe.

"Lahh!? Mau kemana mereka?" kataku.

"Ayo kita ikuti," ucap tante Feny.

Aku dan tante Feny berjalan perlahan mengikuti mama dan Bagus dari belakang. Mereka berdua berjalan mengarah ke sebuah gang kampung yang ada di sebelah kanan kafe. Mama dan Bagus berjalan masuk ke dalam gang yang sepi itu, lalu mereka berbelok ke kiri, menuju ke gang yang jauh lebih sempit lagi.

"Waduh, kok aku jadi mikir yang enggak - enggak yaa," kataku dalam hati.

Aku lihat mereka menuju ke sebuah bangunan kecil berbentuk kotak, mungkin toilet atau gudang kecil. Aku hanya bisa melongo saat mereka masuk berdua ke dalam bangunan kecil itu.

"Ehh, ayo kita cari ventilasi buat ngintip," ajak tante Feny seraya menarik tanganku.

Dengan langkah yang senyap, kami berdua berjalan menuju ke belakang bangunan itu untuk mencari celah buat mengintip. Aku dan tante Feny menemukan sebuah ventilasi berbentuk belah ketupat, tapi karena letaknya di atas, jadi aku mencari kotak atau karung, supaya aku bisa menggapai ventilasi tersebut.

"Itu ada kotak yang lumayan tinggi," kata tante Feny menunjuk ke arah samping kananku.

Aku dengan gesit mengambil kotak itu, lalu kutaruh di posisi yang tepat. Aku dan tante Feny lalu naik ke atasnya, dan mengarahkan tatapan mata kita ke ventilasi tersebut. Aku begitu syok ketika melihat apa yang ada di balik ventilasi bangunan ini. Aku bisa melihat dengan jelas Bagus dan mama saling bertatapan, dan si pemuda lusuh itu sedang meraba - raba pinggulnya mama yang masih tertutup gaun hitamnya.

"Wihh, pinggulnya Cici kayak gitar aja hehehehe," ucap Bagus.

"Bisa aja kamu hihihi," balas mama.

"Aku jadi penasaran pengen liat secara langsung muehehehe," kata Bagus.

"Liat apaan?" tanya mama dengan nada menggoda.

"Liat pinggulnya Cici yang gak ketutup baju," jawab Bagus.

"Yakin cuma pinggul doang? Hihihihi," ucap mama.

"Wihhh, beneran Ci Vania mau nunjukkin?" tanya Bagus dengan ekspresi girang.

Tanpa banyak bicara, mama melorotkan gaun hitamnya hingga jatuh ke lantai. Aku nyaris tidak percaya melihat mamaku sendiri melepas gaunnya di depan seorang pemuda yang baru dikenalnya. Sekarang ini, mama berdiri di depannya Bagus dengan hanya mengenakan Bra hitam tanpa tali dan CD yang juga berwarna hitam.

"Wuiiihhhh! Ci Vania seksi banget lhoo," puji Bagus.

"Hihihihi, bisa aja kamu," ucap mama dengan nada centil, "nah sekarang giliranmu."

"Giliran apa yaa?" tanya Bagus.

"Yaa giliranmu buka baju lahh! Masak cuma aku doang," kata mama.

"Ohh, Cici mau liat kontolku yang perkasa yaaa hehehe," ujar Bagus.

"Emang se-perkasa apa?" tanya mama dengan nada centil.

Aku hanya bisa menghela nafas mendengar ucapannya mama barusan. Apa memang mamaku se-mesum itu? Bagus kemudian melepas kaos dan celana jeans lusuhnya, diikuti dengan CD-nya. Mama terlihat terpukau saat melihat tubuh telanjangnya Bagus. Aku bisa melihat penisnya yang perlahan membesar dan mengacung ke arahnya mama.

"Dipegang dong Ci," pinta Bagus.

"Apanya yang dipegang?" tanya mama dengan nada menggoda.

"Kontolku lahh," jawab Bagus.

Mama mengarahkan tangannya ke penis pemuda lusuh itu, lalu dia merabanya dengan perlahan. Kemudian mama menggenggam penis besar itu, dan mulai melakukan gerakan mengocok.

"Gak kamu rekam?" bisik tante Feny.

Aku baru sadar kalau tante Feny turut menyaksikan adegan mesum dari mamaku itu. Aku tidak tau mau merespon apa dan memilih lanjut melihat kelakuan mesum mamaku.

"Ci, mau kulum kontolku gak?" tanya Bagus dengan ekspresi berharap.

"Hmmm ... boleh," jawab mama.

Mama kemudian berjongkok dengan melebarkan pahanya, kemudian dia mengocok penisnya Bagus dengan tempo pelan nan lembut. Penisku mengeras dengan maksimal ketika melihat mamaku memasukkan penis besarnya Bagus ke dalam mulutnya. 

"Kok cuma sebagian? Masukin semua dong Ci," pinta Bagus.

Mama melepas kulumannya dan berkata, "Kontolmu kepanjangan. Cuma sepertiganya saja yang bisa aku masukin.

"Yahhh ... padahal bakal asik banget kalo masuk semuanya," ucap Bagus.

"Aku coba pelan - pelan deh," kata mama.

Mama kembali memasukkan penisnya Bagus secara perlahan. Kulihat dia kesulitan memasukkan seluruh penis dari pemuda itu.

"Ci Vania kayaknya perlu banyak berlatih ini hehehehe," kata Bagus.

Mama kemudian memaju-mundurkan mulutnya seperti seorang bintang porno profesional. Aku hanya bisa melongo melihat realita yang ada di depanku. Tidak kusangka mamaku ternyata punya talent seperti itu.

"Ouhhh yeahh, enak banget Ci," lenguh Bagus.

Sambil memaju-mundurkan mulutnya, mama juga memainkan kedua biji pelirnya Bagus. Karena keenakan, Bagus sampai memegangi kepalanya mama dan mendorong - dorongnya agar masuk makin dalam. Setelah lewat sekitar 2 menit, Bagus mencabut penisnya dari mulutnya mama.

"Ehh Ci, dilepas dong BH sama CD-nya. Biar makin seksi hehehe," kata Bagus.

Mama kemudian bangkit berdiri, lalu dia melepas BH-nya, lalu diikuti dengan CD-nya. Celanaku terasa begitu sesak ketika aku melihat mamaku telanjang di depan seorang pemuda lusuh yang entah muncul dari mana.

"Gilaa! Seksi banget! Bener - bener dapet jackpot aku malam ini," kata Bagus dengan riang.

"Sekarang kamu mau apa?" tanya mama dengan nada centil.

"Ngentot lahh Ci," jawab Bagus dengan frontal.

"Hihihihi, sudah kuduga," kata mama, "tapi sebelum itu, yuk kita pelukan sambil ciuman."

"Boleh banget," sahut Bagus.

Mama dan Bagus saling mendekat kemudian mereka berciuman dengan mesra. Mereka saling rangkul - rangkulan, dengan si Bagus meraba - raba punggung mulusnya mama, dan mama asik meraba pinggangnya Bagus. Perasaanku benar - benar campur aduk, antara marah karena mama selingkuh dengan cowo random, dan horny karena melihat pemandangan yang begitu erotis, dimana mamaku yang seksi dan berkulit putih, berpelukan sambil ciuman dengan seorang cowo yang berkulit gelap. Bagus kemudian menurunkan tanganya dan sekarang dia meremas - remas pantat mamaku yang montok. Tidak mau kalah, mama juga turut meremas pantat hitamnya Bagus. Aku iseng melirik ke tante Feny, dan kulihat dia sedikit salah tingkah, sepertinya tante Feny juga terangsang melihat pertunjukan mesum yang dilakukan oleh mamaku dan pemuda lusuh itu. Tidak berselang lama, Bagus melepas kulumannya, lalu dia beralih mengulum kedua payudaranya mama yang berukuran besar.

"Toketnya Cici empuk, kenceng, besar pula," puji Bagus.

"Ahhh ... iyaa, terusin say," desah mama.

Jilatannya Bagus kemudian turun ke perut mulusnya mama. Tangannya mengelus - elus area samping perutnya mama.

"Ouhhh ... terusin yang," lenguh mama.

Tangan kanannya Bagus sekarang mendarat di vaginanya mama yang tidak berambut sama sekali.

"Gilee! Memekmu gak berjembut yaa!" ucap Bagus dengan ekspresi girang.

"Kamu gak suka memek gundul yaa?" tanya mama dengan centil.

"Suka - suka aja sih Ci," jawab Bagus.

"Yaa udah, sekarang kamu mainin memekku yaa," kata mama.

Aku hanya bisa tertunduk dengan ekspresi campur aduk saat mendengar mamaku mengucapkan sesuatu yang cabul seperti itu. Bagus kulihat mulai memainkan vaginanya mama dengan jari tangannya. Permainan jarinya sukses membuat mamaku bergetar.

"Ohhh ... kamu bikin memekku makin becek ...," lenguh mama.

Kemudian, Bagus mulai menggunakan lidahnya untuk membuat vaginanya mama kian becek. 

"Nahh, ini udah bukan becek lagi. Ini udah banjir hehehehe," kata Bagus.

"Kalo gitu, ayo entotin aku," ucap mama.

"Bentar, aku masih mau main - main dulu," ujar Bagus.

Si pemuda lusuh itu bangkit berdiri, kemudian dia membalik badannya mama, setelah itu dia dempetkan badannya ke tubuhnya mama. Bagus kemudian menggesek - gesekkan penisnya di belahan pantatnya mama.

"Ouhh yeahh, kontolmu besar banget ...," lenguh mama dengan ekspresi merem-melek.

Tangan kanannya Bagus lalu mendarat di vaginanya mama, dan tangan kirinya meremas - remas payudara kirinya mama. Aku kian merinding saat melihat mama membantu Bagus dengan tangan kirinya mendarat di atas tangan kirinya Bagus, ikut meremas payudaranya sendiri, dan tangan kanannya berada di atas tangan kanannya Bagus yang sedang mengorek - ngorek vaginanya.

"Ahhh ... ohhh ... yeahhh ...," desah mama dengan ekspresi mesum.

"Udah siap dientot, Ci?" tanya Bagus.

"Siap banget dong hihihi," jawab mama.

Bagus memegang bahunya mama, lalu mendorongnya menuju ke meja berdebu yang ada di depan mereka. Mama kemudian meletakkan kedua telapak tangannya di atas meja, lalu dia sedikit membungkukkan punggungnya. Bagus mengocok perlahan penisnya, kemudian dia tarik pinggulnya mama, membuat dia jadi lebih membungkuk lagi. Bagus membuka belahan pantatnya mama, lalu dia gelitiki dengan jari - jarinya.

"Ahhh ... kamu bikin aku makin horny say," kata mama.

"Hehehe, sekarang lebarin pahanya dong Ci," ucap Bagus.

Mama nurut begitu saja dengan permintaan dari si pemuda lusuh itu. Dia melebarkan pahanya, memamerkan vaginanya kepada Bagus.

"Hehehehe, aku masukin yaa Ci," kata Bagus.

Penisku mencapai tingkat ngaceng tertinggi ketika aku melihat penisnya Bagus perlahan masuk ke dalam liang senggamanya mama.

"Uhhhh ... anjing!! Sempit banget memeknya Cici!" seru Bagus.

"Ahhhh ... kontolmu bikin perutku terasa penuh," ujar mama.

Bagus kemudian melakukan gerakan maju-mundur dengan penuh semangat plokk plok plok. Penisku berkedut mendengar suara dari pahanya Bagus yang berbenturan dengan bongkahan pantatnya mama. Aku melirik ke sampingku, dan kulihat tante Feny juga turut menikmati pertunjukan mesum yang ada di dalam ruangan ini. Bagus menarik kembali pinggulnya mama ke belakang, lalu kedua tangannya ke depan, menggapai kedua payudaranya mama yang sedari tadi berguncang hebat, lalu dia meremas - remas kedua bongkahan lemak itu. Aku kemudian turun dari kotak dimana aku berdiri, menyudahi kegiatan menonton mamaku yang sedang disetubuhi itu. Tante Feny juga ikut turun bersamaku, lalu dia menghampiriku.

"Kenapa? Kamu sudah gak tahan yaa?" tanyanya dengan nada centil.

"Lebih tepatnya udah gak kuat," jawabku sambil menepuk dahiku.

"Brarti kamu gak mau lanjut nonton?" tanya tante Feny.

Aku hanya menjawabnya dengan menggelengkan kepala. Tante Feny kemudian mendorong badanku untuk keluar dari area ini. Saat berjalan melewati bagian depan dari bangunan kecil itu, aku sempat meliriknya, dan aku baru menyadari kalau bangunan itu mungkin kedap suara, karena tidak ada suara yang terdengar sama sekali dari dalam. 

"Yuk, tante ajak ke tempat yang bagus," ucap tante Feny.

Aku hanya mengangguk dengan kepala yang dipenuhi dengan pikiran. Tante Feny membawaku kembali ke kafe, tapi dia tidak mengajakku masuk ke dalam, melainkan dia membawaku ke area belakang kafe.

"Kita kesini mau ngapain Tante?" tanyaku bingung.

"Mau menghibur temennya Tante yang baru saja melihat mamanya dientot sama pemuda random," jawab tante Feny.

Aku berpaling menatap ke arah kiri dengan ekspresi agak kesal. Kemudian, aku merasakan sentuhan lembut di area selangkanganku, dan hal tersebut membuatku kaget.

"Ehh!? Tante ngapain?" tanyaku.

"Kan udah kubilang, menghibur temennya tante," jawab tante Feny dengan suara yang lembut.

"Tapi ... masak menghiburnya gini?" tanyaku yang salah tingkah akibat penisku dielus - elus sama tante Feny.

"Sudah, kamu diam aja dan biarkan tante ngasih hiburan buat kamu," bisik tante Feny dengan nada menggoda.

Tante Feny kemudian melepas kancing dan retsleting celanaku. Saat dia mau menurunkannya, aku mencegahnya.

"Kenapa?" tanya tante Feny.

"Aku malu Tante," ucapku lirih.

Tante Feny lalu tersenyum menyeringai menatapku.

"Kamu masih perjaka yaa?" bisik tante Feny.

"I-iya," jawabku dengan terbata - bata.

"Jangan bilang kamu belum punya pacar," ucap tante Feny.

Aku menggelengkan kepala. "Belum."

"Yahhh, kalo gitu, hiburannya cuma bisa terbatas aja," kata tante Feny.

"Hah?? Emang kenapa?" tanyaku penasaran.

"Karena kamu masih perjaka. Dan seorang perjaka harus mendapatkan sesuatu yang berkesan," kata tante Feny.

"Berkesan?" Aku masih bingung dengan perkataannya tante Feny.

Tante Feny lalu mendekatkan mulutnya ke telingaku. "Sebelum itu, kamu gak masalah kalo misal keperjakaanmu tante ambil?"

"Ehhh!? Maksud Tante ... seks?" tanyaku dengan gemetar.

"Yaa iyalah, masak lompat tali!" jawab tante Feny dengan gemas.

"Tapi ... Tante kan udah punya suami dan anak," kataku.

"Lhaa emangnya mamamu enggak?" kata tante Feny, "gimana, mau gak? Kalo mau, nanti tante kasih pengalaman yang tak terlupakan buat kamu."

Aku masih menimbang - nimbang apakah akan kujawab iya atau tidak. Di satu sisi, ini akan jadi pengalaman yang tak terlupakan. Kapan lagi bisa ngeseks sama tante - tante yang punya body seksi dan wajah yang cantik awet muda. Di sisi lain, aku masih agak keberatan membiarkan keperjakaanku diambil sama tante - tante.

"Kok lama banget mikirnya? Ndak usah malu - malu hihihihi," ujar tante Feny.

"Ummm ... oke dehh," kataku.

Aku akhirnya menyanggupi, meski masih ada keraguan.

"Sippp! Tante minta nomermu dong," ucap tante Feny.

Aku mengeluarkan HP-ku dan memberikan nomerku kepadanya. Tante Feny lalu mengirimkan pesan 'test' kepadaku.

"Nah itu nomernya tante. Kamu simpan yaa," kata tante Feny, "besok tante hubungi kamu."

"Oke deh Tante," sahutku.

"Sebagai permulaan, kamu boleh meraba - raba dada, perut dan pinggul tante," kata tante Feny.

Kedua mataku melebar diikuti dengan tanganku yang bergetar bergerak ke depan.

"Gak usah ragu," ucap tante Feny yang menggenggam tangaku dan mengarahkannya ke payudara kanannya.

"Wow ... empuk," kataku.

"Sekarang, remas," perintah tante Feny.

Ini pertama kalinya aku memegang payudara seorang wanita, jadinya aku masih gugup dan meremasnya dengan pelan.

"Yang agak keras dong!" ucap tante Feny.

Aku menurutinya dan mulai meremasnya dengan agak keras. Tanpa kusadari, tangan kananku mulai meremas payudara kirinya.

"Ohh yaa, terusin say," lenguh tante Feny.

Aku lalu menurunkan tangan kiriku untuk meraba perutnya yang masih tertutup gaunnya. Kemudian aku lanjut meraba pinggulnya yang seksi. 5 menit lamanya aku berbuat mesum dengan tante Feny.

"Okee, cukup yaa buat hari ini. Besok kamu bisa make tubuhnya tante sepuasmu," kata tante Feny.

"Umm .. okee," sahutku.

Kita lalu kembali ke kafe untuk bergabung dengan tamu - tamu lainnya. Saat berada di dalam, aku tidak menemukan mama. Apakah dia masih ngeseks sama pemuda lusuh itu? Tak berselang lama, kulihat mama masuk ke dalam kafe dengan ekspresi ceria. Dia langsung menghampiri teman - temannya. Kulihat dia lanjut cipika - cipiki dengan teman - temannya.

"Sepertinya mamamu puas banget deh," bisik tante Feny.

"Hahh ... kok bisa yaa mama melakukan hal seperti itu," ucapku dengan ekspresi sedih.

"Kalo ada waktu, nanti aku jelasin," ujar tante Feny, "sejujurnya aku paham kenapa mamamu melakukan hal seperti itu."

"Kok bisa mamaku melakukan sesuatu yang buruk seperti itu," ucapku.

"Besok pas kita ketemu, tante jelasin," kata tante Feny.

"Oke deh," sahutku dengan senyum tipis.

Tanpa terasa, perayaan grand opening hampir selesai. Mama mengirimkan chat menanyakan keberadaanku. Aku segera bangkit dan melambai ke arahnya. Mama kemudian bangkit berdiri dan datang menghampiriku.

"Habis ini kita pulang yuk," kata mama.

"Yaa," sahutku.

Aku tidak percaya mamaku bersikap biasa saja setelah dia melakukan tindakan mesum dengan pemuda random.

"Kamu tunggu disini aja yaa, mama mau pamitan bentar," ujar mama.

"Okee," sahutku.

Mama berjalan untuk menghampiri teman - temannya lagi. Aku lalu berpaling dan menghampiri tante Feny.

"Aku mau pulang dulu Tante," kataku.

"Yaa," sahut tante Feny, "jangan lupa dengan janji kita yaa," katanya kemudian sembari tersenyum centil.

Tidak berselang lama, mama datang lagi dan mengajakku pulang. Beberapa tamu kulihat juga mulai menuju ke parkiran untuk pulang. Aku dan mama masuk ke dalam mobil, dan dari kejauhan seorang tukang parkir berlari menuju ke mobil kami. Aku sangat terkejut ketika mengetahui kalau tukang parkir tersebut adalah pemuda yang tadi menggenjot mamaku. Aku perhatikan mama hanya menatap si pemuda itu dari balik jendela. Pemuda itu membantuku untuk keluar, dan sesuai tradisi yang ada, aku membuka jendela dan memberikannya uang sebagai tanda terima kasih sudah membantuku keluar dari area parkiran. Aku kembali melirik mama dan dia terus menatap pemuda itu dengan senyum aneh.

"Sialan!" umpatku dalam hati.

Aku benar - benar tidak paham, kenapa mama melakukan hal mesum seperti itu? Apakah dia dihipnotis oleh pemuda itu? Atau mereka berdua sama - sama sange saat itu? Gak tau lahh....

Bersambung....