Kamis, 14 Agustus 2025

Cerita Seks Aku dan Tante Feny part 2 (Ekstra POV Ci Vania)

Selama menantikan hari H, tante Feny rajin mengirimkan foto seksinya kepadaku. Tidak mau kalah, aku kirimkan foto penisku dan video ketika aku sedang ngocok. Tanpa terasa, hari H akhirnya tiba. Tante Feny mengajakku ke villa milik suaminya.

"Yakin gapapa kita ke sana?" tanyaku.

"Kamu khawatir yaa?" kata tante Feny dengan ekspresi genit. "Jangan takut, villa tersebut jarang dikunjungi."

"Ada cctv, kah?" tanyaku lagi.

"Gak ada. Santai aja," jawab tante Feny sambil fokus menyetir.

"Oke deh," sahutku dengan wajah lega.

Perjalanan menuju ke villanya tante Feny memakan waktu satu setengah jam. Setibanya di sana, aku terpukau melihat villa mewah yang ada di depanku.

"Pasti mahal ini," ucapku.

"Yaa, begitulah," kata tante Feny.

Aku kagum melihat bagian dalam villa ini yang bagus dan bersih.

"Villa bagus gini kok jarang dipake?" tanyaku.

"Biasanya dipakai kalo ada keluarga yang berkunjung," jawab tante Feny.

Aku mengangguk - angguk menanggapinya. Tante Feny mengajakku ke kamar yang di dalamnya ada ranjang king size.

"Kita tidur di sini malam ini," kata tante Feny.

"Besar banget," kataku.

"Yuk, kita berenang," ajak tante Feny.

"Okee," sahutku.

Di dalam kamar yang luas ini, kami berganti ke baju renang. Posisi kami saling membelakangi atas permintaan dari tante Feny. Ketika berbalik, aku melongo melihat bikini yang dikenakan oleh tante Feny. Dia mengenakan bikini hitam yang lumayan minim, membuatnya terlihat semakin seksi.

"Menurutmu pakaian renangku ini gimana?" tanya tante Feny sambil berpose erotis.

"Seksi banget!" jawabku, "Tante gak kalah sama cewe - cewe seksi yang ada di IG."

"Hahahaha, masak sih?" ucap tante Feny, gak pede.

"Beneran!" kataku dengan penuh keyakinan. "Tante punya body langsing, payudara besar, pinggul seksi dan pantat montok. Setiap cowo pasti sange kalo liat Tante," imbuhku.

"Hahahaha, makasih yaa," ujar tante Feny sambil membelai pipiku.

Tante Feny kemudian menarikku menuju ke kolam renang. Airnya jernih dan menyegarkan saat kusentuh dengan kakiku.

"Yuk nyebur!" ajak tante Feny seraya melompat menceburkan diri ke kolam renang.

Aku lalu ikut menceburkan diri. Badanku terasa segar berada di dalam kolam renang. Tante Feny mulai melakukan berenang dengan gaya katak, kemudian berganti ke gaya bebas, setelahnya ganti ke gaya kupu - kupu. Aku terpukau melihat tante Feny yang ternyata jago berenang. Tidak mau kalah, aku berenang mengikutinya dengan semua gaya.

"Ternyata kamu jago juga ya," kata tante Feny, "pantes bisa bikin Tante puas, hihihihi."

"Hubungannya apa coba," ucapku dengan muka datar.

Tante Feny mendekat ke diriku, dan tiba - tiba dia mencium bibirku. Aku membalasnya dan kami saling berpagutan lidah. Tante Feny mendorongku ke pinggir kolam, dan dia memintaku duduk di pinggir kolam. Dia melorotkan celana renangku, lalu tangan kanannya menggenggam penisku yang masih tertidur. Tante Feny mengocok penisku secara perlahan. Penisku mulai bangun dan mengeras berkat kocokan nikmat dari tante Feny. Setelah nagceng dengan sempurna, tante Feny menjepit penisku dengan payudaranya yang besar dan kencang. Gesekan di antara belahan dadanya tubuhku bergetar.

"Ouhhh! Terusin Tante," kataku.

"Hihihi, kamu keenakan yaa?" kata tante Feny dengan tawa menggoda.

2 menit kemudian, tante Feny menghentikan gerakannya. Dia naik ke atas kolam, lalu berjalan menuju ke kursi santai. 

"Sini sayang, lepasin bikiniku dong," pinta tante Feny.

Aku bangkit berdiri lalu mendekat ke tante Feny. Aku mulai melepas bikininya dimulai dari ikatan tali bra-nya yang ada di punggung dan leher belakang. Kemudian aku lanjut menurunkan bikini thong-nya sampai ke bawah. Tubuh telanjangnya tante Feny yang basah, membuatku semakin sange. Tante Feny berbaring di atas kursi santai sambil melebarkan kedua kakinya.

"Sini sayang, masukin penismu ke vaginaku," pinta tante Feny dengan wajah binal.

"Hehehe, oke Tante," sahutku.

Aku lepas celana renangku, lalu aku berlutut di depan selangkangannya tante Feny. Aku arahkan penisku ke vaginanya, dan dengan sekali dorongan, penisku masuk semua.

"Akkhhh!" desah tante Feny. "Genjot sayang," pintanya kemudian.

Aku pegang erat pinggulnya, kemudian aku sodok vaginanya dengan tempo cepat. Tante Feny mendeseah keenakan menikmati genjotanku. Tidak lama kemudian, tante Feny mengejang. Dari vaginanya, keluar cairan hangat dalam jumlah banyak.

"Wihhh ... udah orgasme yaa, hehehe," kataku.

"Habisnya genjotanmu nikmat banget," ujar tante Feny.

Aku kemudian meminta tante Feny untuk menungging. Tante Feny mengangguk dan segera memposisikan badannya menungging membelakangiku. Aku remas kedua bongkahan pantatnya yang montok. 

"Ahhh ... masukin dong say," pinta tante Feny.

"Bentar Tante, aku masih gemes sama pantatnya Tante," kataku.

"Ih, nakal yaa kamu, hihihi," ucap tante Feny, menatapku dengan tatapan mesum.

Setelah puas meremas pantatnya tante Feyn, aku arahkan penisku ke liang senggamanya, kemudian aku dorong masuk semuanya. Aku kembali menyodok - nyodok vaginanya tante Feny dengan keras. Sambil kusetubuhi, aku juga meremas payudaranya dan menjambak rambutnya yang basah. 3 menit kemudian, aku merasa mau muncrat.

"Dikeluarin di mana Tante?" tanyaku.

"Di dalam aja say," jawab tante Feny.

Aku sodok vaginanya dalam - dalam, lalu aku semburkan spermaku di rahimnya tante Feny.

"Ohh say, spermamu hangat banget," ucap tante Feny sembari menggoyang pantatnya.

Sebagian dari cairan spermaku menetes keluar dari liang kewanitaannya. Aku kemudian beristirahat sejenak di kursi rebahan yang ada di samping kiri. Semenit kemudian, tante Feny menghampiriku.

"Sudah siap untuk ronde ke-2?" tanyanya seraya duduk di sampingku.

Belum sempat menjawab, tante Feny menunduk dan mencium bibirku. Aku membalasnya dan kami saling berciuman dengan panas. Sambil berciuman, tante Feny mengocok penisku yang mulai mengeras lagi.

"Hmph ... sudah keras nih," ucap tante Feny dengan senyum mesum.

Dia kemudian mengambil posisi berlutut di atas selangkanganku. Tante Feny ingin ngeseks dengan posisi WOT. Dia turunkan pinggulnya, dan perlahan penisku masuk ke dalam vaginanya. 

"Ahhhh!" desah tante Feny ketika seluruh penisku masuk ke dalam liang senggamanya.

Tante Feny langsung menaik-turunkan pinggulnya dengan tempo pelan. Dia juga menggoyang pantatnya ke kiri dan kanan. 

"Akhhh! Enak banget Tan," kataku, menahan nikmat.

Aku arahkan kedua tanganku ke payudaranya tante Feny yang berguncang hebat, kemudian aku remas - remas. Beberapa menit kemudian, tante Feny mempercepat goyangannya.

"Tante mau keluar!" seru tante Feny.

Dalam hitungan detik, penisku menjadi hangat karena disiram cairan cintanya tante Feny. Dia lalu ambruk di atasku. Karena belum keluar, aku remas pantatnya, lalu aku naik-turunkan pantatnya. Tante Feny mendesah keenakan menikmati sodokan penisku di vaginanya. 3 menit kemudian, aku mencapai puncak dan kusemburkan spermaku di dalam vaginanya tante Feny. Aku biarkan penisku menancap di vaginanya tante Feny.

"Habis ini, kita mandi bareng yuk," usul tante Feny.

"Oke," sahutku.

Tante Feny beranjak berdiri, lalu dia menggandeng tanganku dan mengajakku ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi, kita saling membasuh badan dengan sabun. Aku menggunakan kesempatan ini untuk meremas dadanya dan menusuk - nusuk vaginanya dengan jariku.

"Nakal ya kamu, hihihi," ucap tante Feny, menikmati servisku.

Selesai mandi, kita menuju ke kamar untuk tiduran sejenak. Kami berdua tiduran di atas kasur tanpa mengenakan pakaian.

"Hari ini kamu bakal tante buat kering, hihihi," kata tante Feny.

"Waduh," ucapku, "bisa mati aku."

"Hihihihi, gak lah," kata tante Feny.

Tante Feny mendekatiku, lalu dia memelukku dengan penuh kelembutan. Badannya yang hangat, kulitnya yang mulus, dan bongkahan dadanya yang menempel di dadaku, membuatku merasa nyaman dan damai. Aku membalas memeluknya dengan penuh kasih sayang. Tiba - tiba, tante Feny mencium bibirku dengan lembut. Aku biarkan tante Feny melumat bibirku. Kedua tanganku mulai bergerak menggerayangi tubuhnya. Tangan kananku mengelus - elus punggungnya tante Feny yang mulus. Tangan kiriku meremas pantatnya yang montok dan empuk.

"kamu masih kuat, say?" tanya tante Feny.

"Iyapp," jawabku dengan percaya diri.

"Kalau gitu, 1 ronde yaa," kata tante Feny.

"Woke!" sahutku.

Aku kemudian meremas dan mengulum kedua payudaranya. Tante Feny mendesah menikmati permainanku di dadanya. Kemudian, tante Feny memposisikan diriku telentang. Dia lalu mengocok penisku, kemudian menjilati kepala penisku. 

"Aku emut ya," kata tante Feny.

Dia memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Badanku terasa seperti disetrum listrik. Oral seks dari tante Feny sungguh nikmat. Karena tidak ingin keluar duluan, aku meminta tante Feny berhenti. 

"Sodok tante dari samping ya," pinta tante Feny sembari berbaring menyamping di kananku.

Aku remas pantatnya tante Feny sambil aku gesek - gesekkan penisku di belahan pahanya tante Feny.

"Ahhhh ... kamu bikin vaginaku makin gatel," kata tante Feny, melirikku, "ayo cepet masukin," pintanya.

"Hahaha, oke Tante," sahutku.

Aku arahkan penisku ke vaginanya tante Feny yang sudah basah. Dengan sekali dorongan, penisku masuk seluruhnya ke dalam liang kenikmatannya. Tante Feny mendesah panjang ketika sebuah benda keras menusuk lubang kelaminnya. Aku genjot vaginanya tante Feny dengan tempo cepat. sembari kugenjot, aku juga meremas kedua payudaranya. Persetubuhan kami diakhiri dengan tante Feny dan diriku orgasme bersama. Setelah itu, kita tidur sejenak. Saat aku terbangun, aku tidak mendapati tante Feny di sampingku. Aku mengenakan pakaianku, kemudian berjalan keluar dari kamar. Aku mendapati tante Feny sedang berada di dapur dengan hanya mengenakan kaos oblong yang kebesaran.

"Sedang buat apa Tante?" tanyaku.

"Tante sedang buat makan siang untuk kita," jawab tante Feny.

"Kayaknya enak nih," ucapku.

"Kamu duduk aja di living room," kata tante Feny, "nanti tante panggil kalau sudah siap."

"Okee," sahutku.

Aku menuju ke living room, lalu kunyalakan smart TV yang ada di depanku. Beberapa menit kemudian, tante Feny memanggilku. Aku menuju ke meja makan dan di atasnya, tersaji hidangan yang terlihat lezat.

"Makan yang banyak, supaya energimu pulih, hihihi," kata tante Feny.

"Hehehe, oke Tante," sahutku.

Tidak kusangka ternyata tante Feny jago memasak. Payah sekali suaminya mengacuhkan istrinya yang hampir perfect ini. Selesai makan, aku membantu tante Feny membereskan meja makan dan membersihkan piring kotor. Setelah pekerjaan di dapur selesai, kami menuju ke living room untuk bersantai. Sembari menonton TV, tante Feny menyandarkan kepalanya ke bahuku.

"Acaranya jelek - jelek," ucap tante Feny. "Kita nonton bokep aja yuk."

Aku tersentak saat mendengarnya. "Frontal amat nih tante - tante," pikirku.

Tante Feny beranjak berdiri, kemudian berjalan menuju ke kamar. Tidak pakai lama, dia datang membawa sebuah flashdisk. Tante Feny menancapkannya di belakang TV, lalu dia membuka isi folder dari flashdisk-nya dengan remot TV. Aku melongo melihat isi folder-nya tante Feny yang bernama Tugas Geometri. Ada begitu banyak video sus di folder absurd tersebut.

"Kayaknya yang ini bagus," ucapnya seraya menekan tombol play.

Video dibuka dengan adegan seorang wanita asia diapit ole dua cowo asia berbadan atletis. Mereka saling bercumbu dengan penuh nafsu. Kemudian, mereka mulai melepas pakaian sampai telanjang bulat. Aku dibuat terkejut ketika melihat tante Feny melepas kaosnya. Tante Feny rupanya tidak memakai pakaian dalam dibalik kaosnya.

"Kok ikut - ikutan buka baju?" tanyaku.

"Tante selalu telanjang setiap kali nonton bokep," jawabnya. "Rasanya nikmat - nikmat gimana gitu, hihihi."

"Heh!?" Mataku terbelalak dan mulutku terbuka agak lebar saat mendengarnya.

Dia lalu duduk dengan mendempetkan badannya ke diriku. Adegan porno yang ada di TV semakin memanas. Saat ini, si wanita tersebut sedang disodok dari depan dan belakang, dalam posisi menungging. Mulut dan vaginanya disumpal oleh kedua pria yang tadi mengapitnya.

"Tante sebenarnya pengen nyobain spitroast," kata tante Feny.

"Apa itu?" tanyaku.

"Itu ... yang ada di depanmu," jawabnya.

"Ouww." Aku mengangguk - angguk.

Sepertinya tante Feny memiliki pengetahuan seks yang luas. Wajar sih, mengingat dia sudah kepala 4. Adegan panas yang ada di TV membuatku jadi salah tingkah. Tiba - tiba, tante Feny berdiri dan menghadap ke diriku.

"Kocokin vaginaku pake 3 jarimu dong," pinta tante Feny.

Aku agak terkejut mendengar permintaannya.

"Tante udah gak tahan, hihihi," ucap tante Feny dengan ekspresi mesum.

"Hehehe, baiklah," sahutku.

Aku langsung menusukkan 3 jariku ke dalam vaginanya yang sudah basah. Aku kocok liang senggamanya dengan tempo cepat.

"Ahh! Ahhh! Ahhhh! Terusin Sayang," desah tante Feny.

Cairan kelamin merembes keluar cukup banyak dari vaginanya tante Feny. Dia kemudian berbalik, sehingga dia dapat menonton bokep yang ada di depannya. Aku yang gemas dengan pantatnya yang montok, kemudian aku spank dengan keras.

"Akkhhh!! Nakal ya," kata tante Feny seraya melirik ke belakang.

"Habisnya ini bongkahan daging menggoda banget," ucapku.

"Diremas dong kalo gitu, hihihi," balas tante Feny.

Aku menuruti permintaannya tante Feny. Aku remas - remas pantat seksinya sembari menepuk - nepuknya. Beberapa menit kemudian, kedua kakinya tante Feny bergetar. Tante Feny mendesah panjang, kemudian cairan hangat menyembur keluar dari vaginanya dengan deras. Tante Feny terduduk di lantai karena kedua kakinya tidak sanggup menopang tubuhnya.

"Tante puas dengan fingering-mu," kata tante Feny dengan suara pelan.

Tante Feny memintaku untuk menggendongnya menuju ke kamar mandi. Aku mengangguk dan kumatikan TV-nya terlebih dahulu, setelah itu aku baru menggendongnya dengan gaya princess carry. Dia membilas area selangkangannya yang basah akibat orgasmenya tadi. Selesai bersih - bersih, dia mengajakku ke kamar untuk tiduran.

"Kita gak jalan - jalan di sekitar sini, Tante?" tanyaku.

"Jangan," tolak tante Feny dengan halus, "beberapa orang yang tinggal di sini kenal sama tante. Kalau sampai mereka liat kita jalan berduaan, bisa gawat nanti," lanjutnya.

"Yahhh ... sayang sekali," ucapku kecewa. "Jadi ... kita cuma ngabisin waktu di sini?"

"Rencananya sih tante mau ngajak kamu ke kafe bunga yang gak jauh dari sini," kata tante Feny, "tapi tante masih khawatir kalo sampe ada kenalan tante yang liat kita berduaan."

"Coba aku cari tempat seru yang jauh dari sini," ucapku seraya mengambil HP dan membuka maps.

Aku mencari - cari tempat menarik yang bisa untuk nongkrong. Ternyata tidak ada tempat yang menarik perhatianku sama sekali.

"Yaa udah deh, kita bersenang - senang di villa aja," kataku.

"Okee!" sahut tante Feny dengan wajah senang. "Tante tiduran sebentar, setelah itu kita lakukan permainan yang seru."

"Wokee!" sahutku.

Sembari menunggu tante mengisi kembali energinya, aku bermain game offline di HP. 15 menit telah berlalu. Tante Feny masih tertidur dengan pulas. Sepertinya seks yang kita lakukan di kolam renang, ditambah dengan fingering-ku saat menonton bokep tadi, membuat dia kelelahan. Aku lalu beranjak dari kasur dan kembali ke living room. Aku ingin mengecek koleksi film porno-nya tante Feny. 

"Hmmm ... menarik juga," ucapku sembari mengecek judul video porno di flashdisk-nya satu per satu.

Tidak kusangka tante Feny mengoleksi film biru dengan genre yang agak anti-mainstream. Sepertinya dia memiliki fetish yang sangat menarik. Beberapa saat kemudian, aku mendengar suara langkah kaki. Aku segera mematikan TV dan menengok ke belakang.

"Kamu sedang apa?" tanya tante Feny, menghampiriku dengan mengenakan jubah tidur.

"Sedang liat - liat TV," jawabku, berbohong.

"Hmmm ...." Tante Feny menatapku dengan tatapan mesum. "Oh iya, kamu sudah siap tempur?"

"Hahh!?" Aku terkejut mendengarnya. "Masak mau ngeseks lagi??"

"Habisnya tante tiba - tiba sange lagi," kata tante Feny seraya membelai rambutku.

Aku berpikir sejenak. Kalau kebanyakan main, bisa - bisa aku kering kayak mumi. Tapi, tubuh seksinya tante Feny sangatlah menggoda.

"Oke, tapi satu ronde saja," kataku.

"Yahhh." Tante Feny terlihat sedikit kecewa.

Tante Feny kemudian menggandeng tanganku dan menarikku kembali ke kamar. Tante Feny membuka tas kopernya, dan dia mengeluarkan sebuah dildo berwarna krem. 

"Tante mau nyobain spitroast, hihihi," kata tante Feny.

Tante Feny menempelkan dildo yang dia pegang ke tembok, kemudian dia melepas jubah tidurnya. Tubuh telanjangnya kembali terekspos di hadapanku. Tante Feny menungging di lantai, kemudian dia arahkan vaginanya ke dildo yang terpasang di dinding kamar. Dildo tersebut perlahan masuk ke dalam liang senggamanya.

"Sini, berlutut di depannya tante," ucap tante Feny.

Aku berlutut di depannya, kemudian aku arahkan penisku ke mulutnya. Tante Feny membuka mulutnya, kemudian memasukkan penisku ke dalamnya. Tante Feny langsung melahap setengah dari penisku, membuat badanku menjadi merinding. Dia mulai memaju-mundurkan badannya dengan tempo lambat.

"Mmmpphhh ... mmmphhhh ...," desah tante Feny dengan mulut tersumpal penis.

sekitar 2 menit kemudian, tante Feny membalik badannya. Kali ini penisku berada di dalam vaginanya, dan dildo besar itu masuk ke dalam mulutnya. Vaginanya licin dan hangat, membuatku ketagihan untuk menyetubuhinya. Beberapa menit kemudian, tante Feny mengejang. Dia mendesah tertahan karena mulutnya masih tersumpal dildo. Kemudian, cairan hangat kembali menyembur keluar dari vaginanya. Aku pegang erat pinggulnya, kemudian aku sodok vaginanya dengan keras. Aku setubuhi tante Feny dengan mulutnya yang masih tersumpal dildo. 3 menit kemudian, penisku berkedut - kedut, pertanda aku akan orgasme. Aku tancapkan penisku dalam - dalam, lalu aku semburkan spermaku ke dalam rahimnya. Aku kemudian mencabut penisku dan terduduk di lantai dengan perasaan puas. 

"Mainmu kasar juga ya, hihihi," ucap tante Feny dengan tatapan mesum.

"Habisnya Tante bikin aku tambah sange," balasku.

"Hihihihi. Padahal ini baru pembukaan lho," ujar tante Feny.

"Pembukaan?" Aku tidak paham dengan perkataannya tante Feny.

Tante Feny mengambil dildo yang menempel di dinding, kemudian dia tempelkan di lantai. Tante Feny memposisikan dirinya berlutut di atas dildo tersebut. Dia menurunkan pinggulnya hingga bibir vaginanya bersentuhan dengan dildo tersebut. Tante Feny menurunkan pantatnya secara perlahan, membuat dildo tersebut kembali masuk ke dalam liang senggamanya.

"Aaahhhhhh!" Tante Feny mendesah panjang saat dildo tersebut masuk seluruhnya ke dalam vaginanya.

Tante Feny kemudian menaikturunkan pinggulnya dengan gaya erotis. Dia menatapku dengan tatapan binal.

"Kayaknya dia sengaja menggodaku," ucapku dalam hati.

Goyangan pantatnya sungguh menggoda. Siapa yang menyangka tante Feny bisa bertingkah se-binal ini. Selama 5 menit tante Feny memuaskan dirinya dengan dildo besar yang menempel di lantai. Tante Feny kemudian menghentikan goyangan pinggulnya. Badannya bergetar hebat dengan kepala mendongak ke atas. Aku melihat cairan cintanya tante Feny membasahi lantai.

"Perasaan cairannya gak habis - habis," pikirku.

"Tante capek banget," ucap tante Feny yang terbaring lemas di lantai.

"Siapa suruh ngeseks terus - terusan," balasku.

"Habisnya tante lagi sange parah, hihihi," ucap tante Feny.

Aku kemudian membantu tante Feny berdiri, lalu membaringkannya di atas kasur. Tante Feny kemudian tertidur dengan lelap.

"Lebih baik aku main game aja," ucapku.

Aku ambil HP-ku, lalu aku memainkan game online favoritku. Setelah lewat 1 jam, aku lanjut nonton TV untuk menghabiskan waktu.

"Kalau aku bisa kayak MC di manhwa, tante Feny bakal aku setubuhi sampai malam," gumamku.

***

Sekitar jam 3 sore, tante Feny menghampiriku dengan hanya mengenakan bikini.

"Yuk, renang lagi," ajak tante Feny.

"Oke," sahutku.

Aku bergegas ke kamar dan kukenakan celana renangku yang tadi. Aku lalu menyusul tante Feny yang sudah nyebur ke kolam renang. Kami berenang dari ujung ke ujung dengan berganti - ganti gaya. 30 menit kemudian, tante Feny naik dari kolam dan dia menuju ke kursi rebahan untuk bersantai. Aku kemudian naik dari kolam dan mendekati tante Feny.

"Capek ya?" tanyaku seraya duduk di sampingnya.

"Iya Say," jawab tante Feny, "tante mau istirahat bentar."

Tante memejamkan matanya, menikmati kehangatan matahari pada siang hari ini. Aku beranjak menuju ke kamar mandi untuk membilas badanku. Setelahnya, aku kembali masuk ke dalam villa untuk menonton TV. Rasanya membosankan kalau tidak pergi ke luar. Tapi sangat beresiko kalau pergi ke luar bersama tante Feny. Jika ketahuan orang terdekat, urusannya bisa sangat panjang. Sembari menonton TV, aku jadi kepikiran dengan mama. Saat ini dia sedang sendirian di rumah.

"Semoga gak terjadi apa - apa," ucapku dalam hati.

***

Mendekati jam 5 sore, aku sedang sibuk mengeringkan pinggir kolam renang. Tante Feny sibuk mengepel lantai 1. Selesai membersihkan area kolam renang, aku menghampiri tante Feny untuk membantunya bersih - bersih kamar.

"Kok vaginaku tiba - tiba gatel ya, hehehe," kata tante Feny.

"Fokus bersih - bersih dulu, Tante," ucapku dengan muka datar.

Beberapa menit kemudian, kami menuju ke lantai 2.

"Tante gak mempekerjakan tukang bersih - bersih?" tanyaku.

"Enggak," jawab tante Feny, "tante lebih suka membersihkannya sendiri daripada nyuruh orang."

Aku sedikit kagum dengan tante Feny. Meski dia adalah orang kaya, dia memilih membersihkan villa-nya sendirian.

Aku mulai menyusuri setiap lantai dengan vacuum cleaner, sementara tante Feny sibuk mengelap lemari dan meja.

"Habis ini kita pel semua lantai," kata tante Feny.

"Oke," sahutku.

Aku ambil pel, lalu aku mulai mengepel area luar kamar. Tante Feny masih sibuk membersihkan jendela dan balkon. Tanpa terasa sudah jam 5 lebih. Aku dan tante Feny turun ke lantai 1 untuk mandi dan menyiapkan makan malam.

"Kita mandi bareng yuk," ajak tante Feny.

"Oke," sahutku.

Kita kembali ke kamar di lantai 1, kemudian aku dan tante Feny melepas seluruh pakaian kami sampai telanjang total. Di dalam kamar mandi, tante Feny menyalakan shower dan mulai membasahi tubuhnya. 

"Sabunin aku dong, Say," pinta tante Feny.

"Oke," sahutku.

Aku ambil sabun cair, lalu aku oleskan ke punggungnya tante Feny. Aku sabun seluruh punggung mulus ini secara merata. Setelahnya, aku lanjut menyabuni dada dan perutnya dari belakang. Desahan kecil keluar dari mulutnya tante Feny.

"Sekalian diremas Say," kata tante Feny dengan nada lembut.

Aku genggam kedua payudaranya tante Feny, lalu aku gosok dengan lemah lembut.

"Ohh yeahh ... terusin Say," desah tante Feny.

Tante Feny kemudian menggenggam penisku dan mengocoknya perlahan.

"Satu ronde yuk," bisikku.

Tante Feny menoleh ke belakang. "Boleh," sahutnya.

Tante Feny kemudian membungkukkan badannya, dengan kedua tangannya bertumpu pada dinding kamar mandi. Dia sedikit menaikkan pantatnya, memamerkan vaginanya yang indah. Aku sodok - sodok vaginanya dengan tiga jariku, kemudian aku masukkan penisku ke dalamnya. Penisku bisa masuk dengan mudah berkat buih sabun yang aku oleskan di batang penisku. Aku sodok vaginanya tante Feny sembari kugenggam erat pinggulnya. Tante Feny mendesah keenakan menikmati genjotanku. Beberapa menit kemudian, aku ubah posisinya menjadi berhadapan denganku. Aku angkat kaki kanannya, lalu aku kembali mencoblos vaginanya yang sempit. Sambil kugenjot, aku mengajak tante Feny beradu lidah. Hanya dalam waktu 3 menit, tante Feny mendapatkan orgasmenya. 

"Kamu belum muncrat, ya?" tanya tante Feny seraya berpegangan pada pundakku.

"Belum, hehehe," jawabku.

"Tante gak kuat berdiri," kata tante Feny, "lanjut di kamar aja ya."

"Oke deh," sahutku.

Tante Feny kemudian terduduk di atas kakinya. Dia memintaku untuk membilas badannya yang masih berlumuran sabun.

"Udah gak kuat berdiri yaa? Hehehe," kataku, menggoda dia.

"Habisnya kamu bikin tante keenakan!" balas tante Feny dengan ekspresi cemberut yang lucu.

"Hahahaha." Aku tertawa lepas.

Selesai mandi, kami berbaring sejenak di kasur tanpa mengenakan pakaian.

"Kita masak sendiri ... atau makan di luar?" tanyaku.

"Masak sendiri saja ya," usul tante Feny seraya membelai pipiku.

"Oke deh," sahutku.

2 menit kemudian, tante Feny beranjak dari kasur. Dia kenakan jubah tidur, lalu berjalan keluar dari kamar. Aku ambil pakaianku dan menyusulnya. Tante Feny menyiapkan bahan makanan di dapur.

"Kamu mau bantu?" tanya tante Feny.

"Tentu saja," jawabku.

Tante Feny tersenyum kepadaku. "Kamu baik banget. Tidak seperti anak - anakku."

"Emang anak - anaknya Tante kenapa?" tanyaku penasaran.

"Mereka gak pernah bantu tante di rumah," jawab tante Feny. "Anak - anaknya tante lebih sering berada di luar. Jadinya tante sering sendirian di rumah."

"Sementara diriku lebih sering di rumah," ucapku sambil senyum - senyum.

"Mamamu pasti gak pernah kesepian, karena kamu selalu di rumah," kata tante Feny.

"Ummm ... sepertinya begitu," balasku. "Kalo sekarang, mamaku sedang sendirian di rumah."

"Mamamu gak khawatir, kan, kamu pergi menginap sama 'temen'?" tanya tante Feny.

"Enggak," jawabku sambil menggelengkan kepala, "justru mama senang karena aku menghabiskan waktu bersama seorang 'teman' di luar."

"Kalo misal mamamu tau dengan siapa kamu menghabiskan waktu, pasti kamu bakal dilarang pergi," ucap tante Feny.

"Kalo itu sih udah jelas banget," balasku.

Tidak pakai lama, makan malam telah siap. Aku dan tante Feny membawanya ke meja makan. Kami menikmati makan malam yang sederhana tapi terasa begitu romantis. 

"Tante jarang makan malam sama keluarga," kata tante Feny.

"Kok bisa?" tanyaku.

"Suamiku lebih sering makan malam sama koleganya. Kalau anak - anakku sering keluar malam sama teman - teman mereka," jawab tante Feny dengan kedua matanya menatap ke meja makan.

Sorot matanya membuatku bersimpati kepadanya. Dia pasti sering merasa kesepian di rumah. Aku genggam tangannya dengan lembut. Tante Feny menatapku dengan senyum manis.

"Terima kasih yaa," ujar tante Feny.

Selesai makan, kami lanjut mencuci peralatan makan. Setelahnya, kita bersantai sejenak dengan menonton TV.

"Malam ini kita puas - puasin yaa," kata tante Feny dengan manja.

"Tentu saja," sahutku.

***

Jam telah menunjukkan pukul 9 malam. Aku kunci pintu gerbang dan pintu villa. Tante Feny kemudian menggandengku masuk ke dalam kamar. Dia meloloskan jubah tidurnya, menampilkan tubuh seksinya kepadaku. Aku memeluknya dan mencium bibirnya dengan penuh kehangatan. Tante Feny kemudian melucuti pakaianku dan sekarang aku juga telanjang bulat. Tante Feny lalu berlutut di depanku, dia lalu mengulum penisku hingga masuk semua ke dalam mulutnya. Dia memaju-mundurkan mulutnya seperti sedang menyetubuhiku. Tidak pakai lama, aku memintanya berdiri, lalu aku baringkan di atas ranjang. Aku lebarkan kedua pahanya, lalu aku julurkan lidahku ke bibir vaginanya. Aku menjilati vaginanya dengan gaya memutar.

"Ohhhh," lenguh tante Feny.

Aku juga memainkan klitorisnya, untuk memberikan kenikmatan maksimal.

"Masukin Say," pinta tante Feny, "tante udah gak tahan."

"Hehehe, oke," sahutku.

Aku arahkan penisku ke vaginanya yang sudah becek. Dengan sekali dorongan, batang perkasaku masuk ke dalam liang kenikmatannya. Penisku kembali dimanjakan dengan pijatan - pijatan lembut dari dinding vaginanya tante Feny. Sambil aku genjot, aku mainkan kedua payudaranya yang nikmat.

"Ahhh ... yahh ... enak Say," lenguh tante Feny.

Vaginanya menjadi semakin rapat saat aku mengulum putingnya yang lezat. Sepertinya aku bakal ketagihan dengan body-nya tante Feny. Beberapa menit kemudian, aku ubah posisinya menjadi menungging. Aku remas pantatnya sambil aku tempelkan kepala penisku ke bibir vaginanya. Aku gesek - gesekkan penisku di liang kenikmatannya, lalu aku masukkan ke dalamnya. Tante Feny mendesah panjang saat penisku kembali mengisi vaginanya.

"Aku genjot ya," kataku sambil menepuk pantatnya.

"Iya, genjot tante Say," ucap tante Feny.

Dalam posisi ini, jepitan vaginanya terasa lebih kuat. Belum lama aku genjot, tante Feny mendapatkan orgasmenya. Tante Feny langsung ambruk ke kasur dengan nafas terengah - engah. Cairan kelaminnya menetes cukup banyak ke sprei. Meski tante Feny terlihat kelelahan, aku tetap lanjut menyetubuhinya. Beberapa menit kemudian, aku cabut penisku dari vaginanya tante Feny. Aku kemudian berbaring di sampingnya tante Feny yang masih setia menungging dengan kepalanya berada di atas bantal.

"Tante, ganti ke gaya WOT yuk," ajakku.

Tante Feny tersenyum menatapku. "Oke."

Tante Feny kemudian memposisikan dirinya di atas penisku. Dengan pelan - pelan, dia menempelkan bibir vaginanya ke kepala penisku, kemudian dia dorong pinggulnya hingga penisku masuk semua ke dalam liang kenikmatannya. Tante Feny mendiamkan sejenak penisku di dalam vaginanya. Tante Feny kemudian mulai menggoyang pinggulnya dengan begitu binal. Goyangan membuatku diriku merasa melayang di angkasa. Aku raih kedua payudaranya yang berguncang bebas, lalu aku remas - remas dengan gemas. Tante Feny kemudian menurunkan badannya dan dia menciumku dengan penuh kemesraan. Sambil berciuman, aku peluk tubuhnya yang penuh dengan keringat. Kemudian, tante Feny mengubah posisinya menjadi reverse cowgirl. Aku tepuk - tepuk pantatnya yang naik-turun di atas penisku. Dalam posisi ini, penisku terasa dijepit dengan kuat, membuatku mencapai puncak kenikmatan dengan cepat.

"Keluarin di mana Tante?" tanyaku.

"Di dalam Say," jawab tante Feny.

Tante Feny mempercepat genjotannya. Aku kemudian semprotkan semua maniku ke dalam rahimnya tante Feny.

"Aku juga mau keluar!" seru tante Feny.

Penisku kembali disembur dengan cairan hangat. Tante Feny ambruk di atasku. Nafasnya terengah - engah. Penisku masih menancap di vaginanya. Kedua tubuh kami penuh dengan keringat.

"Makasih ya say," ucap tante Feny seraya mencium pipiku.

Kita kemudian menuju ke kamar mandi untuk bilas dan sikat gigi. Selesai membersihkan badan, kita berdua kembali ke ranjang dan berbaring berdempetan masih dengan tubuh telanjang. Tante Feny memelukku dengan erat. Tubuhnya terasa begitu hangat. Tanpa terasa, aku mulai tertidur.


*Sekitar jam 11 siang di rumahnya Tom

POV mamanya Tom

"Rumah terasa sepi," ucapku seraya menatap TV-ku yang tidak menyala.

Hari ini Tom pergi menginap bersama teman - temannya. Di satu sisi aku senang dia bisa menghabiskan waktu di luar bersama dengan temannya. Tetapi, di sisi lain, aku merasa kesepian karena tidak ada siapa pun di rumah.

"Enaknya aku ke mana ya?" pikirku.

Kemudian, aku teringat dengan kegilaan yang aku lakukan saat acara grand opening kafe milik temanku. Aku masih bertanya - tanya kenapa aku mau - mau saja dientot oleh pemuda bau yang baru aku kenal beberapa menit. Harus kuakui, dia sangat jago dalam urusan perkentotan. Pemuda bau tersebut sanggup membuatku muncrat seperti air terjun. Kontolnya besar dan berurat. Mengingatnya saja membuat memekku berkedut minta dijejali kontol hitam si tukang parkir itu.

"Apa aku temui dia saja ya?" pikirku.

Setelah menimbang - nimbang, aku putuskan untuk menemuinya.

"Bentar ... jam segini dia ada gak ya?" pikirku. "Aku cek aja deh. Kalo gak ada, aku tunggu saja."

Aku menuju ke kamar untuk ganti pakaian. Aku kenakan kaos berwarna hitam dan celana pendek berwarna putih yang tidak ketat. Aku kemudian menuju ke garasi untuk memanaskan mobilku. Aku tidak sabar untuk ngentot dengan si Bagus. Tidak butuh waktu lama untuk tiba di kafe milik temanku. Aku melihat sekitarku untuk mencari Bagus.

"Kok gak ada?" kataku dalam hati.

Aku parkirkan mobilku di lahan parkir kafe, kemudian aku celingak - celinguk mencari pemuda bau tersebut.

"Gak ada siapa pun di sini," ujarku. "Apa aku tunggu di dalam kafe aja?"

Aku akhirnya masuk ke dalam kafe untuk menunggu kehadirannya di lahan parkir kafe. Aku kemudian memesan ice americano agar bisa leluasa menunggu si Bagus. Beberapa menit telah berlalu. Ice americano-ku tinggal sedikit. Bagus sama sekali belum menunjukkan batang hidungnya.

"Apa dia sedang sakit ya?" ucapku dalam hati.

Aku kemudian berinisiatif menanyakan keberadaan tukang parkir di kafe ini kepada pelayan yang berjalan di dekatku.

"Wahh ... saya gak tau Bu," jawab si pelayan.

"Tapi biasanya dia ada kalau di jam segini?" tanyaku lagi.

"Setauku ada," jawab si pelayan, "emang ada perlu apa?"

"A- mau menanyakan sesuatu aja, hehehe," jawabku, agak salah tingkah.

Jelas gak mungkin aku bilang mau ngentot sama tukang parkir mereka. Aku kemudian kembali duduk, mencoba menunggu lebih lama lagi. 20 menit telah berlalu, Bagus masih belum menampakkan diri.

"Apa aku coba jalan - jalan di gang yang pernah kita lewati itu ya?" pikirku.

Aku kemudian beranjak keluar dari kafe. Aku lalu berjalan menuju gang yang ada di sampingnya kafe.

"Sepinya," ucapku, menatap ke jalur gang yang sempit ini.

Aku berjalan sambil menatap sekitarku. Tidak pakai lama, aku tiba di gudang yang menjadi tempat di mana aku ngentot dengan si Bagus.

"Kalau jam segini, pasti bisa ketahuan," kataku dalam hati.

Aku kembali melihat - lihat sekitarku. Tidak ada orang sama sekali di sini.

"Lho!? Ci Vania ngapain di sini?"

Aku tersentak dan berpaling ke arah asal suara. Ternyata si Bagus yang mengejutkanku.

"Aku nyariin kamu lho," ucapku dengan wajah senang.

"Pasti mau itu, kan?" ujarnya dengan wajah mesum.

"Iyalah," sahutku.

Bagus menggaruk - garuk kepalanya. "Sebenarnya aku mau - mau aja Ci. Tapi ... aku sudah telat untuk bekerja."

"Halah! Kemarin aja kamu bisa ninggalin kerjaanmu," kataku dengan agak sewot.

"Kalo itu beda Ci," balas Bagus. "Saat itu jam kerjaku udah mau selesai."

"Trus, aku harus gimana?" tanyaku.

"Tunggu sampai jam 3 atau jam 4," jawab Bagus, "gimana?"

"Kelamaan dong," jawabku dengan ekspresi kecewa.

"Maaf ci. Aku bisanya jam segitu," kata Bagus sambil senyum - senyum.

Aku kemudian berpikir sejenak. Saat ini jam 12 siang. Masih 3 jam lagi untuk menuju ke jam 3 sore. 

"Kalau balik ke rumah, bukan ide yang bagus," ucapku dalam hati.

Tanpa kusadari, Bagus sudah pergi meninggalkanku. "Dasar tuh anak!" seruku dalam hati.

Aku merasa sia - sia datang ke sini. Ketika aku tiba tempat parkir, aku melihat Bagus sedang duduk memantau mobil dan motor yang parkir di sini. Sepertinya dia memang seorang pekerja keras. Bagus kemudian menatapku dan melambaikan tangannya kepadaku. Aku berjalan menghampirinya, lalu duduk di sampingnya.

"Aku tiba - tiba dapat ide Ci," kata Bagus.

"Ide apaan?" tanyaku penasaran.

"Bagaimana kalau kamu menungguku di rumahku?" usul Bagus, "kebetulan temanku sedang ada di rumah."

Aku berpikir sejenak. "Hmmm ... temenmu gak aneh - aneh, kan?"

"Dia baik dan penyayang," jawab Bagus sambil mengacungkan jempolnya. "Dia juga ahli dalam mencairkan suasana."

"Kalau begitu, antar aku ke rumahmu yaa," ucapku.

"Baiklah!" sahut Bagus.

Bagus kemudian menemaniku menuju ke rumahnya. Kita kembali melewati gang sepi ini. Kita kemudian belok ke kanan, masuk ke gang yang lebih sempit. Tidak pakai lama, kita tiba di depan rumah yang simpel tapi bersih dan rapi.

"Ini dia rumahku," ucap Bagus, "yuk masuk."

Bagus membukakan pintu, dan mempersilahkan aku masuk. Aku melihat ada seorang pemuda kurus yang sedang asik nonton TV.

"Eh coeg, kita ada tamu," kata Bagus, "kamu temani dia ya."

"Permisi," ucapku.

Pemuda itu menatapku sekilas, lalu dia kembali menonton TV. Aku lalu duduk di sampingnya dengan perasaan canggung.

"Ini serius kita cuma nonton TV doang?" pikirku, "dia gak mau ngapa - ngapain aku?"

Aku lalu mencolek pemuda yang fokus menonton TV tersebut. "Kamu kok diem aja? Gak memperkenalkan diri pula!"

Dia terkejut sambil berpaling menatapku. "Ehh!? Maaf Kak. Aku terlalu fokus menonton TV, sampe lupa kamu ada di sampingku," ucapnya dengan ekspresi bersalah. "Perkenalkan, namaku Bagas."

"Aku Vania," kataku dengan ramah.

"Ohhh, kamu wanita yang pernah ngentot dengan Bagus ya?" tanyanya dengan begitu polosnya.

"Nih anak frontal amat!" ucapku dalam hati. "Bagus menceritakan semuanya ya?" tanyaku kemudian.

Bagas mengangguk. "Iya," jawabnya.

Pemuda kurus tersebut kembali menatap TV-nya. Aku jadi bingung sama nih anak. Kalo di cerita seks atau film porno, biasanya mereka bakal minta jatah kalo situasinya kayak gini. Nih anak malah diem aja. Apa jangan - jangan dia impoten. Beberapa menit kemudian, Bagas mematikan TV.

"Kita main ke kamarku yuk," ajaknya.

Wajahku seketika berubah menjadi ceria. "Oke," sahutku. "Pasti dia udah gak tahan, hihihi," kataku dalam hati.

Tiba di kamarnya, aku terkesima melihat kamarnya yang begitu rapi dan bersih. Bagas memintaku duduk di lantai, kemudian dia membuka lemarinya.

"Ayo, kita main ular tangga," ucapnya seraya mengeluarkan sebuah kotak permainan.

"Haahhh!?" Aku terkejut sampai mulutku terbuka lebar.

"Kenapa? Bener, kan, aku ngajak main," kata Bagas.

"Bener sih," sahutku dengan muka datar, "tapi ... ya sudah lah!"

Aku akhirnya bermain ular tangga bersama Bagas. Aku merasa menjadi anak kecil lagi. Kalau dilihat oleh Tom, dia pasti bakal menertawakan aku.

"Hehehe, aku sudah berada di kotak 89," kata Bagas.

"Waduh, masih jauh ini," ucapku seraya menatap pionku yang masih di kotak 60.

Entah bagaimana, aku mulai terbawa suasana. Aku dan Bagas berkompetisi dengan sengit dalam permainan ini. Setelah melawati banyak tangga dan ular, Bagas akhirnya yang keluar sebagai pemenang.

"Hehehe." Dia tertawa songong.

"Ada permainan lain gak?" tanyaku dengan raut muka kesal, "aku masih ingin bermain lagi!"

"Ada dong," jawab Bagas.

Pemuda tersebut mengeluarkan halma, ludo, jenga, kartu remi dan kartu domino dari lemarinya.

"Banyak amat permainanmu," ucapku, agak melongo.

"Biar gak bosen, hehehe," balas Bagas. "Jadi ... mau main apa dulu?"

"Ludo?" usulku.

"Boleh," sahut Bagas.

Aku dan Bagas kembali berkompetisi dalam permainan simpel ini. Setelah lewat beberapa menit, aku kali ini yang menang.

"Yipee!!" seruku.

Bagas memberikan tepuk tangan kepadaku. "Selamat ya."

Kami lanjut memainkan halma, kemudian jenga dan berlanjut main domino.

"Ada permainan lain gak?" tanyaku.

"Masih ada satu," jawab Bagas, "ini permainan yang sering aku mainkan sama Bagus."

"Permainan apa itu?" tanyaku penasaran.

"Permainan tebak kartu," jawab Bagas seraya mengacungkan jempolnya.

"Gimana cara mainnya?" tanyaku kembali.

"Pertama, aku akan menaruh beberapa kartu di lantai secara terbalik," jawab Bagas, "setelah itu, kita tebak warnanya. Kalau benar, kita ambil. Kalau salah, diambil lawan. Yang kartunya paling sedikit di akhir, maka dia harus melepas satu helai pakaiannya."

"Kayaknya seru banget itu," ucapku dengan rasa antusias. "Ayo, dimulai."

Bagas mengocok kartu reminya, lalu dia taruh 10 kartu secara terbalik di lantai. Aku mendapatkan giliran pertama untuk menebak. Di akhir permainan, aku berhasil mengumpulkan 6 kartu.

"Ayo lepas salah satu pakaianmu," kataku sambil senyum - senyum.

"Oke, oke," sahut Bagas seraya melepas kaosnya.

Tubuh kurusnya sekarang terpampang di hadapanku. Bagas kemudian kembali mengocok kartu dan menaruh 15 kartu di lantai.

"Sebentar!" ucapku. Aku jadi teringat sesuatu. "Ini permainan selesainya gimana?"

"Kalo salah satu pemain sudah telanjang, maka dia kalah," jawab Bagas.

"Wahh! Seru itu!" balasku.

Aku dan Bagas kembali menebak kartu yang ada di hadapan kami. Di ronde kedua ini, aku kalah dari Bagas.

"Ayo, dilepas kaosnya Ci," ujar Bagas.

"Hehehe, iya," sahutku sembari melepas kaosku.

Aku dan Bagas lanjut ke ronde 3. 

"Yahh, kalah lagi," ucapku dengan agak kecewa.

Aku lepas celana pendekku dan aku taruh di sampingku. Sekarang hanya tersisa BH dan CD hitam di tubuhku. Bagas terlihat biasa saja menatap diriku yang setengah telanjang.

"Aku tidak akan kalah!" ujar Bagas seraya mengocok kartunya.

"Aku juga tidak akan kalah!" balasku.

Bagas menaruh 30 kartu di lantai, lalu kita mulai menebak lagi. Pertandingan yang alot ini berhasil dimenangkan oleh diriku. Bagas mengakui kekalahan dan dia melepas celananya. Sekarang kita berdua sama - sama setengah telanjang. Permainan kembali lanjut hingga kita berdua cuma mengenakan CD saja.

"Pertandingan final!" seru Bagas.

Bagas menaruh semua kartu di lantai. Aku dan Bagas bergiliran menebak warna dari kartu - kartu yang terbalik itu. Pada babak penentuan ini, aku berhasil meraih kemenangan tipis.

"Horee!!" seruku dengan riang. "Ayo ... lepas CD-nya."

"Oke, oke," sahut Bagas.

Aku melongo ketika melihat benda yang tersembunyi di balik CD-nya. "Besarnya," ucapku dalam hati.

"Aku mengaku kalah," kata Bagas dengan posisi berlutut.

"Hehehehe." Aku tertawa bangga.

Bagas kemudian beranjak dan berjalan ke luar kamar. Dia lalu kembali dengan membawakan dua gelas air putih.

"Kamu mau telanjang sampe kapan?" tanyaku.

"Sampai 1 jam kemudian," jawab Bagas, "itu aturan yang aku dan Bagus buat."

"Beruntung kalian normal semua," ujarku, "kalo salah satunya homo, bakal terjadi sesuatu yang wow."

"Hehehe, kita semua masih suka cewe," kata Bagas.

"Oh iya, kamu pernah main sama cewe?" tanyaku.

"Pernah," jawab Bagas, "dengan cewe yang pernah dibawa pulang sama Bagus."

"Cuma sekali?" tanyaku kembali.

"Iya," jawab Bagas.

Aku tersenyum menatapnya. Kemudian aku berdiri dan kupelorotkan CD-ku sampai ke bawah. Sekarang aku juga telanjang bulat, sama seperti Bagas.

"Kok CD-nya dilepas?" tanya Bagas.

Aku dekati pemuda polos itu, lalu aku duduk di sampingnya. "Kita main permainan yang lebih menarik yuk."

"Apa itu?" tanya Bagas.

"Pertama, kamu berbaring di ranjang dulu," ucapku.

Bagas menurut dan dia segera berbaring di ranjang. Aku kemudian naik ke atas ranjang dan duduk di sampingnya.

"Kamu pernah main 69?" tanyaku.

"Belum pernah," jawab Bagas.

"Tapi tahu apa itu 69?" tanyaku lagi.

"Jelas tau dong Ci," jawab Bagas, "aku pernah melihatnya di film porno."

"Kalo begitu, kita main 69 yuk," ajakku.

tiba - tiba, kontolnya Bagas mengacung dengan tegak. Aku tersenyum lebar melihat batang hitam tersebut mengacung dengan gagah. Aku kemudian memposisikan diriku menungging di atasnya Bagas. Aku turunkan pantatku agar Bagas dapat menjilati memekku. Aku genggam kontolnya Bagas, lalu aku kocok perlahan sambil aku jilati kepala kontolnya. Bagas mulai memainkan memekku dengan menyodok - nyodoknya dengan dua jarinya.

"Ahhh ... terusin say," desahku.

Kemudian, Bagas meremas kedua bongkahan pantatku, dilanjutkan dengan jilatan di bibir memekku.

"Akkhhh!!" Jilatan dari lidahnya Bagas membuatku merasa seperti disetrum.

Badanku merinding saking nikmatnya. Aku jadi kesulitan untuk menjilati kontolnya. Aku kemudian memasukkan setengah dari kontolnya Bagas ke dalam mulutku.

"Ouhhh ... Ci," lenguh Bagas.

Aku sedot - sedot kontolnya sambil aku maju-mundurkan mulutku. 3 menit kemudian, aku menghentikan aktivitasku mengoral kontolnya Bagas.

"Aku masukin ya," ucapku sambil menoleh ke belakang.

"Iya," sahut Bagas.

Aku lalu memposisikan memekku diatas kontolnya Bagas yang mengacung dengan gagah. Perlahan aku turunkan pinggulku. Kontolnya masuk secara perlahan ke dalam liang kenikmatanku.

"Ouuhhhh!" lenguhku saat setengah dari kontolnya Bagas memenuhi memekku.

Aku dorong pantatku dan kontol besarnya Bagas berhasil masuk semuanya ke dalam memekku.

"Ohhh ... sempit banget Ci," lenguh Bagas sembari memejamkan matanya.

Aku diamkan sejenak kontolnya Bagas. Memekku terasa sangat penuh. Setelah mulai terbiasa, aku mulai menggoyang pantatku.

"Toketku diremas juga dong," pintaku, "jangan diem aja!"

"Oh iya, hehehe," sahut Bagas.

Bagas meraih kedua toket besarku, lalu dia meremas - remasnya dengan kasar. Aku mendesah keenakan seperti seorang pelacur. Tidak lama kemudian, aku mendapatkan orgasme pertamaku. 

"Kontolmu enak banget," pujiku kepada Bagas.

"Makasih Ci," balasnya.

Aku lalu membalikkan badanku, dan aku lanjut menggoyang kontolnya dalam posisi reverse cowgirl. Aku naik-turunkan pantatku dengan tempo sedang. 

"Tampar pantatku Say," pintaku.

Bagas menuruti permintaanku dan dia mulai menampar - nampar pelan pantatku yang montok. Aku kembali mendesah keenakan. Sekitar 5 menit kemudian, Bagas menepuk - nepuk pinggulku.

Aku menoleh kepadanya. "Kenapa?" tanyaku.

"Aku mau keluar," ujar Bagas, " keluarin di mana?"

"Di dalam aja Say," jawabku.

Aku percepat genjotanku agar Bagas segera keluar. Beberapa detik kemudian, Bagas menyemburkan maninya yang hangat ke dalam rahimku. Aku cabut kontolnya dari memekku, kemudian aku ambil tisu dari tasku. 

"Kamar mandinya di mana?" tanyaku.

"Di belakang," jawab Bagas.

Aku berlari menuju ke kamar mandi sambil menutup memekku dengan tisu agar cairan spermanya Bagas tidak menetes ke lantai. Selesai membersihkan kelaminku, aku kembali ke kamar dan kami lanjut ngentot. Kali ini Bagas menggenjotku dengan gaya doggy.

"Ahh ... ahhh ... yes! Terusin Say," desahku.

Sambil menyodok memekku, Bagas juga meremas - remas pantatku. Kadang dia juga menampar bongkahan pantatku yang montok dan mulus.

"Remas toketku juga," ucapku.

"Oke Ci," sahut Bagas.

Bagas menggapai toketku yang berguncang hebat, lalu dia meremas - remasnya. 3 menit kemudian, Bagas mempercepat genjotannya.

"Kalo mau muncrat, keluarin di punggungku ya," ucapku.

"Oke Ci," sahut Bagas.

Tidak lama kemudian, Bagas mencabut kontolnya dari memekku, lalu dia semburkan maninya yang hangat di atas punggungku. Aku merasa puas sekali dengan kontolnya Bagas. Aku kemudian ke kamar mandi lagi untuk membersihkan punggungku. Setelahnya, aku tiduran bersama dengan Bagas, menunggu kedatangannya Bagus. Aku tidur menyamping di sebelah kanannya Bagas. Sambil tiduran, Bagas sesekali membelai toket dan memekku. Aku membalasnya dengan membelai dada dan kontolnya yang masih tertidur.

"Ini pertama kalinya aku merasakan seks yang sangat nikmat," kata Bagas seraya merangkulku.

"Aku juga puas dengan kontolmu," balasku.

Tidak lama kemudian, kami mendengar suara pintu dibuka.

"Aku pulang!" seru Bagus.

"Nah! Ini dia yang aku tunggu," kataku sambil beranjak dari rebahan.

Bagus masuk ke dalam kamar dan dia terkejut mendapati kami berdua telanjang bulat.

"Sudah berapa ronde?" tanya Bagus.

"Baru dua," jawabku.

"Masak baru dua?" kata Bagus, tidak percaya.

"Kita tadi main game dulu," kata Bagas sambil menunjuk permainannya yang masih berserakan di lantai.

"Owalah," ucap Bagus sembari mengangguk - angguk. "Kalau begitu, aku mandi dulu. Habis itu kita ngentot."

Bagus kemudian berjalan menuju ke kamar mandi. Aku lalu menindih tubuhnya Bagas.

"Sembari menunggu, kita main dulu yuk," ucapku.

Aku lumat bibirnya Bagas sembari meremas dadanya yang bidang. Bagas membalasnya dengan mengulum bibirku. Kami saling beradu lidah sambil saling meraba. Aku kemudian merasakan kalau kontolnya Bagas sudah mengeras.

"Aku masukin ya," ucapku seraya mengambil posisi WOT.

Dengan sekali dorongan, kontol besarnya masuk semua ke dalam memekku. Aku lalu mulai menggoyang pinggulku dengan tempo sedang. Bagas tidak tinggal diam. Dia meremas - remas toket besarku yang bulat dan masih kencang itu dengan agak kasar.

"Oh yeah ... kontolmu enak banget," ceracauku.

Tidak lama kemudian, Bagus muncul dengan hanya mengenakan handuk terlilit di pinggangnya.

"Wahh kampret! Malah main duluan," ucap Bagus.

"Nyicil dulu, hihihi," balasku.

Bagus melepas handuknya dan kontol besarnya mengacung dengan gagah. Dia lalu menjejalkan kontolnya ke dalam mulutku. Aku maju-mundurkan mulutku sambil aku sedot - sedot kontolnya. 2 menit kemudian, kami berganti posisi. Aku sekarang berbaring telentang, Bagas menyodok mulutku, dan Bagus menggenjot memekku. Ini pertama kalinya aku dientot dua kontol sekaligus. Rasanya sungguh nikmat sekali. Aku benar - benar dibuat mabuk oleh mereka berdua. Hanya dalam waktu singkat, aku mendapatkan orgasme. Memekku menyemburkan cairan yang sangat banyak seperti air mancur.

"Anjir! Squirt!" kata Bagus.

Bagas mencabut kontolnya dari mulutku dan memberiku ruang untuk menarik nafas dari mulutku. Aku beristirahat selama 1 menit, setelah itu aku mengambil posisi menungging.

"Ayo sini, entot aku lagi," kataku dengan ekspresi mesum.

"Oke!" sahut Bagus dan Bagas.

Bagas mengambil posisi dibelakangku, lalu dia sodokkan kontolnya ke dalam memekku. Bagus berlutut di depanku dan dia masukkan kontolnya ke dalam mulutku. Setiap kali Bagas mendorong masuk kontolnya, badanku terdorong ke depan, membuat mulutku seolah sedang menyetubuhi kontolnya Bagus. Aku pejamkan kedua mataku, menikmati sodokan - sodokan yang sangat nikmat ini.

"Memeknya jadi makin sempit," kata Bagas.

"Mulutnya anget. Bikin kontolku berkedut," ucap Bagus.

Bagus menikmati mulutku sambil meremas - remas kedua toketku, sementara Bagas sibuk meraba pinggul dan pantatku. 5 menit kemudian, mereka bertukar posisi. Bagus menyodok memekku, dan Bagas menyorongkan kontolnya ke dalam mulutku. Bagus menyodokku dengan cepat plok plok plok plok. Hanya dalam waktu 3 menit, aku kembali orgasme. Meski aku sudah keluar, mereka masih terus menggenjotku.

"Ahh! Aku mau keluar!" seru Bagus sambil mencabut kontolnya dari memekku.

Dia lalu semburkan maninya di atas punggungku. Sekarang tersisa Bagas yang masih menyodok mulutku. Semenit kemudian, Bagas menyemburkan spermanya ke dalam mulutku. Bagas mencabut kontolnya dari mulutku. Aku telan semua maninya. Bagus kemudian keluar dari kamar, dan dia kembali dengan membawakan 3 gelas air dingin. Kami bertiga meminumnya sampai habis.

"Ci, mau tanya," kata Bagus seraya duduk di sampingku.

"Tanya apa?" Aku penasaran.

"Pernah anal gak?" tanya Bagus.

"Kamu pengen ngentot pantatku?" tanyaku sembari menatap tajam si Bagus.

"Hehehe, iya," jawab Bagus cengengesan.

Aku memang pernah melihat film porno yang ada anal sex-nya, tetapi aku belum pernah mencobanya. Kalau dari cerita di sosmed, banyak yang bilang awalnya sakit, tapi setelah itu terasa sangat nikmat.

"Oke deh, tapi pelan - pelan ya," kataku.

Bagas kemudian mengambil posisi berbaring dengan kontol mengacung.

"Ngapain kamu?" tanya Bagus.

"Masak cuma kamu aja yang main," kata Bagas, "mumpung kamu mau ngentot boolnya Ci Vania, memeknya mau aku pake."

"Oh iya, bener juga," ucap Bagus, "masak memeknya dibiarin nganggur."

"Dasar kalian ini!" kataku sambil tersenyum.

Aku lalu mengambil posisi berlutut di atas kontolnya Bagas. Dengan sekali dorongan, benda besar hitam tersebut masuk dengan mudahnya ke dalam liang senggamaku. Bagus kemudian mendorong punggungku ke depan, lalu dia oleskan sebuah cairan pelumas di belahan anusku. Aku lalu merasakan sebuah benda tumpul berada di belahan pantatku. Kontol besarnya Bagus mulai menyentuh lubang anusku. Bagus mendorongnya secara perlahan dan kepalanya masuk perlahan ke dalam anusku. Aku meringis menahan sakit saat sebuah benda besar masuk ke dalam pantatku.

"Gila! Boolnya sempit banget!" seru Bagus.

"Pelan - pelan masukinnya," pintaku, masih menahan sakit.

Bagus terus mendorong kontolnya hingga masuk semuanya ke dalam lubang pantatku. Selangkanganku terasa sangat penuh, dijejali dua kontol sekaligus. Aku pernah melihat hal ini di film porno. Namanya adalah Double Penetration. Siapa yang menyangka aku akhirnya bisa merasakannya sendiri. Bagus masih mendiamkan kontolnya di dalam anusku. Kedua tanganku bergetar akibat perasaan nikmat ini. Anusku yang tadi terasa sakit, sekarang mulai bisa menerima kontol besarnya Bagus. Rasanya sungguh nikmat sekali. Bagus menarik kontolnya secara perlahan, lalu dia dorong masuk lagi. Dia mengulanginya terus sampai aku mulai mendesah keenakan.

"Ohh yeah, enak banget," lenguhku.

Bagas dan Bagus memompa kedua lubangku seperti sebuah piston mesin. Aku kesulitan bergoyang karena rasa nikmat yang luar biasa ini. Bagas mengenyot kedua toketku, sedangkan Bagus memegangi pinggulku. Selama 10 menit di-DP, aku sudah mendapatkan 2 orgasme. Aku benar - benar dibuat melayang oleh kedua pemuda ini. Tidak lama kemudian, Bagas meremas kuat pahaku.

"Aku mau keluar Ci," kata Bagas.

Aku lalu melirik ke belakang. "Bagus, cabut dulu kontolmu! Bagas mau muncrat."

Bagus segera mencabut kontolnya dari pantatku, kemudian aku segera berdiri dan mengocok kontolnya Bagas. Tidak pakai lama, Bagas menyemburkan maninya dalam jumlah banyak. Sebagian mengenai wajahku. Bagas terengah - engah dengan ekspresi puas. Dari belakang, Bagus memposisikan diriku menungging, lalu dia kembali menyodok pantatku.

"Ahhhhh!" Aku mendesah panjang saat sebuah benda besar berurat masuk ke dalam anusku.

Bagus kemudian menggenjot lubang pantatku dengan tempo sedang. Aku mendesah keenakan disodok dengan kontol besarnya Bagus. Tidak pakai lama, Bagus menyemburkan spermanya di dalam pantatku. Liang analku terasa hangat. Aku lalu ambruk di atas kasurnya Bagas. 

"Selamat ya, kamu sudah mengambil keperawanan analku," kataku kepada Bagus.

"Hehehehe." Bagus tertawa kecil.

Aku beristirahat dengan badan telungkup selama beberapa menit. Setelah energiku pulih sedikit, aku menuju ke kamar mandi untuk bilas. Selesai bilas, aku kenakan kembali pakaianku.

"Ci, kalo misal malming gak tau mau ke mana, nginep aja di tempat kami," usul Bagus yang masih telanjang.

"Emang gapapa? Kalo ketahuan warga gimana?" tanyaku.

"Santai aja. Di sini warganya cuek dengan sebelahnya," jawab Bagus, "mereka baru peduli kalo misal ada yang meninggal atau sakit parah."

"Hmph ... aku pikir - pikir dulu," ucapku.

Setelahnya, aku berpamitan untuk kembali ke rumah. Hari ini sungguh menyenangkan sekali. Aku bisa merasakan DP dan anal sex untuk pertama kalinya.

Bersambung....

Senin, 02 Juni 2025

Cerita Seks Mama dan 4 Cewe Nakal Tetangga Kita part 2

POV Tasya

Menjelang jam 1 siang, aku berkunjung ke rumah tetanggaku untuk mengobrol sambil memainkan 'permainan' yang asik. 

"Halo Ci," sapa Amy, membukakan pintu untukku.

"Permisi," ucapku seraya masuk ke dalam rumah.

Baru saja masuk, aku dikejutkan dengan sebuah pemandangan yang membuatku panas dingin. Di ruang tamu, Siska sedang memasukkan sebuah terong berukuran besar ke dalam vaginanya Mita yang menungging di atas sofa. Mereka berdua telanjang bulat.

"Ahhh ... ahhh ... terusin ...," desah Mita.

"Seriusan kalian main di ruang tamu?" tanyaku, "kalo ketahuan orang lain, bisa gawat lhoo."

"Santai saja Ci," ucap Siska, "desahannya Mita gak keras, hihihi."

Aku kemudian duduk sambil melihat terong ungu besar yang keluar-masuk di dalam vaginanya Mita. Amy dan Nita duduk di sampingku, lalu mereka mengajakku mengobrol, mengalihkan perhatianku dari Siska dan Mita. Aku kesulitan untuk fokus dengan obrolannya Amy dan Nita karena pemandangan mesum yang ada di depanku.

"Hey kalian! Mau nyobain terong besar ini gak?" tanya Siska seraya menghentikan sodokan terongnya di vaginanya Mita.

"Nanti aja," jawab Amy.

"Kita mau ngobrol - ngobrol dulu," imbuh Nita.

Aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Sekitar 3 menit kemudian, giliran Siska yang vaginanya disodok dengan terong besar. Mita menyodokkan terong tersebut dengan tempo sedang.

"Ahh ... ahhh ... lebih kenceng Mit," ceracau Siska.

"Aduh ... kalian bikin aku sange nih!" kata Amy dengan wajah kesal.

"Kalo gitu, kita lanjutin aja di kamar," ucap Mita.

"Gass!" seru Amy.

Mita mencabut terong yang dia sodokkan di vaginanya Siska, lalu mereka berdua berdiri dan berjalan ke kamar.

"Yuk, Ci," ajak Nita.

"Oke," sahutku.

Aku, Amy dan nita berjalan menuju ke kamar. Siska menutup jendela agar tidak diintip oleh orang luar. Mita kemudian datang dengan membawa 3 terong ungu berukuran besar.

"Cuma ada 3," kata Mita.

"Berarti kita gantian, hihihi," ujar Nita.

"Yuk, lepas baju kalian," ucap Siska.

Aku, Amy dan Nita langsung melepas pakaian kita. Sekarang kita semua sudah telanjang bulat.

"Nungging dong Ci," pinta Nita yang telah memegang sebuah terong ungu berukuran besar.

"Oke." Aku tersenyum lalu menungging di lantai.

Nita berlutut di belakangku, kemudian dia memasukkan dua jarinya ke dalam liang senggamaku. Aku mendesah kecil saat dia mengocok vaginaku.

"Hmm ... sepertinya sudah cukup basah," kata Nita seraya mencabut dua jarinya dari vaginaku.

Kemudian, aku merasakan sebuah benda besar menempel di bibir vaginaku. Nita menggesek - gesekkan terong besar tersebut di bibir vaginaku.

"Ahhh ... masukin dong," pintaku.

"Okee Ci," sahut Nita.

Vaginaku terasa sakit ketika terong besar tersebut menyeruak masuk ke dalam liang senggamaku. Vaginaku dipaksa untuk membuka lebih lebar lagi agar bisa menerima terong besar itu. 

"Gila! Dalam banget!" seruku.

"Ini baru seperempatnya lhoo," kata Nita.

Aku tersentak ketika mendengarnya. "Serius?" kataku seraya berpaling ke belakang.

"Iyaa," sahut Nita.

Aku mendesah cukup keras ketika Nita mendorong masuk terong tersebut lebih dalam. Nita kemudian menarik terong tersebut, lalu dia dorong lagi. Setelah aku mulai terbiasa dengan ukuran dari terong itu, Nita mulai menyodok - nyodokkan dengan tempo cepat. Aku merasakan sebuah kenikmatan yang luar biasa. Vaginaku benar - benar terasa penuh. Aku lalu iseng melirik yang lain. Amy dan Siska tengah keenakan disodok terong oleh Mita. 5 menit kemudian, aku mendapatkan orgasme dahsyat. Badanku bergetar akibat disetrum oleh kenikmatan. Nita kemudian mencabut terong tersebut dari vaginaku.

"Sekarang giliranku," ujar Nita sembari menungging di sampingku.

Aku lalu berdiri, mengambil terong ungu besar yang belepotan cairan cintaku. Aku buka vaginanya Nita, lalu aku masukkan tiga jariku ke dalamnya.

"Aaahhhhhh ...," Nita mendesah panjang.

Setelah vaginanya cukup basah, aku masukkan terong besar tersebut ke dalam vaginanya Nita. Cukup sulit untuk memasukkannya, karena ukurannya yang besar.

"Pelan - pelan Ci," kata Nita, tubuhnya bergetar.

Aku dorong terong ini secara perlahan. Baru sepertiganya saja yang masuk, Nita sudah orgasme.

"Cepet banget orgasmemu," kataku, tersenyum geli.

Nita melirik ke arahku. "Habisnya enak banget hehe."

Aku diamkan terong tersebut tertancap di vaginanya Nita selama satu menit. Setelah itu, aku tarik perlahan, lalu aku dorong masuk. 

"Ahhh ... ahhh ... sodok yang lebih keras Ci," pinta Nita sambil mendesah binal.

Aku mengangguk dan aku sodok - sodokkan terong ini lebih cepat. Hanya dalam waktu 3 menit, Nita kembali orgasme. Badannya langsung ambruk di lantai. Amy kemudian mendatangiku.

"Ci, mau aku sodok pake terong bekas memeknya Siska?" kata Amy.

Aku tersenyum binal. "Boleh aja."

Amy memintaku untuk berbaring telentang di atas lantai. Aku menurut saja dan membaringkan diriku di atas lantai. Amy membuka pahaku lebar - lebar, lalu dia masukkan terong yang sudah basah itu ke dalam vaginaku. Aku mendesah panjang ketika vaginaku kembali dijejali terong yang besar dan panjang. Sembari menyodok vaginaku, Amy juga meremas - remas payudara besarku. Aku mengamati sekitarku, dan kulihat Siska sedang berhubungan seks dengan Nita, sementara Mita asik meremas kedua payudaranya Amy. 2 menit kemudian, aku kembali mendapatkan orgasme. Cairan cintaku membasahi lantai kamar ini.

"Gimana kalau terong - terong ini diganti?" usul Amy.

"Boleh," sahut Mita, "sebentar yaa," sambungnya seraya mengambil terong - terong itu, lalu berjalan ke luar kamar.

Tidak lama kemudian, Mita datang dengan membawa 4 buah lobak panjang dan besar. 

"Yuk kita main dengan lobak," kata Mita.

"Wokee!" seru Amy, Nita dan Siska.

Amy, Siska dan Niat segera memposisikan diri mereka menungging.

"Ayo nungging Ci!" kata Mita.

Aku mengangguk dan menungging di sampingnya Siska. Mita memasukkan lobak - lobak itu ke dalam vagina kami berempat. Aku mendesah saat lobak itu menyumpal liang senggamaku. Mita mendiamkan lobak - lobak itu di dalam vagina kami.

"Sekarang, kalian goyangkan pantat!" perintah Mita.

Amy, Nita dan Siska mendesah manja ketika mereka mencoba menggoyangkan pantat mereka. Aku coba goyangkan pantatku dengan perlahan.

"Aaaahhhhhhh ...." Lobak yang tertancap di vaginaku memberikan sengatan kenikmatan ke tubuhku.

Selama 1 menit aku, Amy, Nita dan Siska menggoyangkan pantat sesuai dengan perintahnya Mita. Setelah itu, Mita meminta kita untuk merangkak. 

"Siap!" seru kami berempat.

Vaginaku berkedut setiap kali aku mencoba menggerakkan kakiku. Kenikmatan ini membuatku kesulitan untuk merangkak. Aku lihat ke samping, Amy, Nita dan Siska juga kesulitan untuk bergerak.

"Hehehe, pasti kalian keenakan," kata Mita.

"Habis ini giliranmu," kata Siska.

"Nah bener itu- ahhhh," ujar Amy diikuti dengan desahan.

Baru bergerak 5 langkah, aku sudah mengalami orgasme. Tubuhku bergtar dengan hebat, diikuti dengan semburan cairan cinta dari vaginaku. Aku langsung ambruk ke samping kiri karena kaki dan tanganku bergetar tidak kuat menopang tubuhku.

"Yaahh ... Ci Tasya udah ambruk, hihihi," kata Mita.

Beberapa detik kemudian, Nita juga ambruk akibat mendapatkan orgasme dahsyat. Siapa yang menyangka sebuah lobak bisa memberikan kenikmatan yang luar biasa. Tidak lama kemudian, Siska bangkit berdiri, mencabut lobak dari vaginanya, lalu dia mendorong Mita sampai membungkuk dan dia masukkan lobak tersebut ke dalam vaginanya Mita.

"Sekarang giliranmu!" kata Siska.

"Ohh yeah ...," desah Mita.

Siska meminta aku, Nita dan Amy untuk tetap menungging. Siska menarik lobak yang ada di dalam vaginaku, lalu dia mendorongnya masuk lagi. Dia juga melakukan hal itu kepada Nita dan Amy. Suasana di rumah ini dipenuhi dengan desahan binal dari kami berlima. Tepat di samping kananku, Siska sedang menyodokkan lobak di vaginanya Mita dengan kasar. 

"Kapan kamu nyodok kita? tanya Amy seraya menggoyangkan pantatnya.

"Sabar, hihihi," jawab Siska, "aku mau ngasih pelajaran Mita dulu."

Aku kemudian bangkit berdiri, aku cabut lobak yang ada di vaginaku.

"Sini, aku aja yang nyodok," ucapku.

Aku sodokkan lobak - lobak yang menancap di vaginanya Nita dan Amy dengan tempo sedang. Mereka berdua mendesah keenakan menikmati sodokanku yang elegan. Sementara itu, Mita mendesah keras dengan tubuh yang mengejang, pertanda dia akan mendapatkan orgasme. Aku lihat Nita dan Amy sepertinya juga akan mencapai orgasme. Aku percepat kocokan lobak di dalam vagina mereka, dan benar saja, Amy dan Nita mendapatkan orgasme dahsyat. Mereka berdua langsung tumbang di atas lantai. 

"Habis ini giliranku yaa, hihihi," kataku.

Selama 40 menit lamanya, aku dan keempat anak SMA ini saling memuaskan dengan lobak. Setelahnya, kami kembali berpakaian. Aku lalu berpamitan untuk kembali mengurus rumah.

"Jangan pulang dulu Ci," ucap Mita, "ikut makan siang sama kita yuk."

"Menu makan siangnya pakai lobak dan terong yang tadi," imbuh Siska.

Aku tersenyum seraya menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Kayaknya lezat tuh."

"Udah pasti itu, hihihi," kata Nita.

Aku menuju ke ruang makan dan duduk di meja makan, menunggu keempat teman mesumku ini memasak lobak dan terong yang tadi keluar-masuk di vagina kami berlima. 15 menit kemudian, Nita dan Siska menyajikan berbagai macam hidangan yang dibuat dari terong dan lobak. Ada terong balado, sup lobak, tumis terong, dan telur dadar isi lobak.

"Baunya harum," ucapku.

"Mari makan!" kata Amy.

Aku cicipi hidangan yang ada di meja makan, ternyata lezat.

"Enak lho," pujiku. "Apa karena tercampur dengan cairan kelamin kita yaa?"

"Mungkin, hihihi," kata Mita.

Selesai makan, aku pamit pulang kepada keempat temanku ini.

"Nanti malam datang lagi yaa," kata Nita.

"Yaa," sahutku.


POV Hans

"Mama pasti dolan ke tempat cewe - cewe berandalan itu lagi," gerutuku saat tiba di rumah.

Beberapa menit kemudian, aku mendengar suara pintu pagar dibuka. Ketika kulirik, ternyata mama baru saja tiba.

"Pasti dari rumahnya mereka," kataku dengan wajah sebal.

"Iya, hihihi," sahut mama.

Ketika mama melewatiku, aku mencium bau aneh. Sebuah bau yang sangat asing di hidungku.

"Bau apa ini?" pikirku bingung.

Mendekati jam 6 sore, aku sedang asik di depan komputerku. 

"Hans! Ayo makan!" panggil mama.

Aku tidurkan komputerku, lalu menuju ke bawah untuk makan malam. Aku dan mama menikmati makan malam tanpa banyak mengobrol. Sekitar jam 8 malam, aku masuk ke dalam kamar untuk lanjut bermain game dengan teman - temanku.

"Hmmm ... harusnya malam ini tidak terjadi apa - apa," pikirku.


POV Tasya

Setelah kupastikan Hans masuk ke kamarnya, aku berjalan tanpa bersuara menuju ke rumah tetangga. Siska telah menungguku di luar rumah dan dia membukakan pintu pagar agar aku bisa masuk.

"Kita sudah nungguin kamu lhoo Ci," kata Siska.

"Pasti ada sesuatu yang seru," ucapku.

"Tentu saja dong," sahut Siska.

Siska mengajakku masuk ke kamar yang paling luas. Di dalam kamar, terlihat Amy, Nita dan Mita sedang memeriksa 2 buah dildo hitam berukuran besar.

"Pasti mau nyobain itu," kataku.

"Betul sekali!" sahut Nita.

"Selain nyobain dildo ini, kita juga ada sedikit variasi," imbuh Amy.

"Wihh ... kayaknya seru deh," ucapku dengan girang.

Siska kemudian datang dengan membawa sebuah panci berisi minyak.

"Ehh!? Itu minyak mau buat apa?" tanyaku dengan ekspresi kaget.

"Buat diolesin ke tubuh dan dildo, hihihi," jawab Siska.

Aku terkejut saat mendengarnya. Ternyata ini variasi yang dimaksud oleh Amy.

"Yuk! Buka baju kalian!" kata Siska dengan penuh semangat.

Amy, Nita, Mita dan Siska melucuti seluruh pakaian mereka hingga telanjang bulat.

"Ayo, buka bajunya Ci," kata Mita.

"Ahh, i-iya," sahutku.

Dengan ragu, aku melepas seluruh pakaianku. Nita mencelupkan tangannya ke dalam minyak yang berwarna kecoklatan itu, lalu tangannya yang berlumuran minyak itu dioleskan ke tubuhnya Amy.

"Uhhh, geli," ucap Amy.

Siska juga melumuri tangannya dengan minyak, dan dia oleskan ke badannya Mita.

"Ayo Ci, oleskan minyak ke tubuh kita," kata Siska.

"Kalian serius main pake minyak?" ucapku, "minyak kan harganya lumayan mahal. Ditambah bikin lantai kotor lhoo."

"Hahahah, santai aja Ci," ucap Amy, "itu minyak bekas kok."

"Kalau masalah lantai kotor, kita pasti bersihkan nanti," imbuh Nita.

Aku menghela nafas sejenak, kemudian aku ikut bergabung bersama dengan mereka berempat. Aku celupkan tanganku ke dalam panci yang berisi minyak itu, lalu aku oleskan ke badannya Siska dan Nita. Badan mereka berdua langsung menjadi sangat licin.

Sini, aku minyakin Ci," ujar Mita seraya mengoleskan minyak ke punggungku.

Mita mengoleskan minyak ke punggungku dengan lembut.

"Terasa licin dan berminyak," kataku.

Kemudian aku mengolesi area payudaranya Siska dengan minyak. Nita meminyaki tangannya dan mengoleskannya ke pantatku. Seluruh badan kami tidak luput dari olesan minyak--termasuk selangkangan dan belahan pantat.

"Baiklah ... berikutnya aku oleskan minyak ke dua dildo ini," ucap Amy.

Amy menancapkan dildo besar itu ke lantai, lalu dia olesi dengan minyak.

"Baiklah, siapa yang mau nyoba pertama?" tanya Amy.

"Aku, aku," ucap Nita, melangkah maju mendekati salah satu dildo itu.

Nita berlutut di atas dildo itu. Dia perlahan menurunkan pantatnya hingga ujung dildo yang berminyak itu menyentuh bibir vaginanya. Nita mendorong pinggulnya secara perlahan, dan kulihat dildo hitam itu mulai masuk ke dalam vaginanya.

"Uhhhh ...," lenguh Nita.

Di sampingnya, kulihat Siska sudah berlutut dan mengarahkan vaginanya ke dildo satunya yang telah berdiri dengan tegak.

"Ahhhhh ... besar dan licin," desah Siska.

"Kayaknya seru deh," ucap Mita yang mendempetkan tubuhnya ke tubuhku.

Kulit kami terasa sangat licin saat bersentuhan. Ini memberikan sensasi aneh bagiku. Siska dan Nita mulai menaik-turunkan pinggul mereka dengan tempo cepat. Tanpa sadar, aku menyodok - nyodok vaginaku dengan jari tengah. Tiba - tiba, Amy meremas - remas kedua payudaraku yang berlumuran minyak.

"Akkhh! Nakal yaa," kataku seraya melirik ke belakang.

"Liat badanmu bikin aku sange, Ci," ucap Amy.

Tangan kanannya Amy kemudian turun ke selangkanganku. Jari - jarinya yang licin mengorek - ngorek bibir vaginaku yang licin karena minyak. Rasa nikmat mulai menjalar di tubuhku. Aku arahkan tangan kiriku ke dadaku, membantu Amy meremas payudaraku yang besar. Aku lalu menurunkan tangan kananku untuk membantu Amy meraba - raba vaginaku. Mita kemudian berjalan mendekati Siska dan Nita yang masih asik menaik-turunkan pinggul mereka. Dia lalu meremas - remas pantatnya Siska dan Nita.

"Ahhh ... nakal yaa," lenguh Siska, melirik ke belakang.

"Habisnya aku sange liat kalian berdua," ucap Mita.

"Kalo gitu, sini cium aku," kata Nita.

Mita dan Nita saling berpagutan lidah dengan begitu mesra. Melihat hal tersebut membuat vaginaku jadi basah. 

"Wihhh ... Ci Tasya sange yaa liat mereka berdua saling berciuman?" kata Amy seraya menyodok - nyodok vaginaku dengan jari tengahnya.

"Aaahhhh! I-iya, hehehe," ujarku terengah - engah.

"Kalau gitu, yuk kita ciuman juga," kata Amy.

Aku dan Amy saling berpagutan lidah dengan begitu mesra. Ini pertama kalinya aku berciuman dengan seorang perempuan. Ciuman kami benar - benar hot, sampai membuat vaginaku semakin basah. Mita semakin keras meremas payudaraku dan kocokan jarinya di vaginaku juga semakin cepat.

"Ahhh! Ahhhh! Akkhh! Aku mau keluaar!" seruku tertahan.

"Keluarin aja Ci, hehehe," kata Amy yang kembali mencium bibirku.

Aku semburkan cairan cintaku dari dalam vaginaku. Aku mengalami orgasme yang sangat nikmat. Kedua kakiku seketika jadi melemah, membuatku terduduk di lantai. Aku menatap ke depan, kulihat Siska dan Nita terbaring lemas di lantai, sementara Mita sedang asyik menaik-turunkan pinggulnya di atas dildo hitam itu. Amy mendekati dildo hitam yang sedang menganggur, lalu dia oleskan minyak di permukaannya.

"Sekarang giliranku," ucap Amy.

Amy berlutut di atas dildo hitam besar yang licin itu, lalu dia turunkan vaginanya hingga dildo itu masuk seluruhnya ke dalam liang senggamanya. Tidak jauh dari Amy, Siska mulai menjilati vaginanya Nita. 

"Ci, jilatin memekku dong," pinta Siska seraya melebarkan pahanya.

Aku menurut dan kujulurkan lidahku ke vaginanya Siska yang basah kuyup. Ini juga menjadi pengalaman pertamaku menjilat kemaluan wanita. 

"Ternyata vaginanya Siska lezat juga," ucapku dalam hati.

Sambil menjilati vaginanya Siska, aku menyodok - nyodok vaginaku dengan dua jariku. Aku lalu melirik ke arahnya Amy, kulihat Mita mulai menaik-turunkan pinggulnya, bersebelahan dengan Amy. Aku jadi semakin tidak sabar untuk mencoba dildo besar itu. Beberapa saat kemudian, Nita mendekatiku.

"Aku jilatin memekmu yaa Ci," ucapnya.

Aku tidak menjawabnya karena lidahku masih sibuk menjilat vaginanya Siska. Tubuhku seketika bergetar ketika lidahnya Nita menyapu bibir vaginaku. Nita juga memainkan klitorisku dengan lidahnya, membuatku badanku semakin merinding keenakan. 

"Ahhh!! Aku mau keluaaar!" jerit Siska.

Cairan cintanya menyembur dengan deras ke mukaku.

"Banyak banget, hihihi," kataku.

Siska segera berjalan merangkak menjauhi kami untuk beristirahat sejenak. Nita lalu mengajakku saling jilat vagina dalam posisi 69. Aku berada di atas, Nita berada di bawah. Aku mainkan lidahku di vaginanya Nita sembari memainkan kiltorisnya dengan tangan kananku. Desahan - desahan binal memenuhi ruangan ini.

"Agak cepetan yaa! Ci Tasya belum nyobain lohh," kata Siska kepada Mita dan Amy.

"I-iya," sahut Mita.

"Aku ha-habis ini orgasme," kata Amy.

Mita dan Amy mempercepat genjotan mereka. Dalam waktu satu menit, Amy mendapatkan orgasme. Dia melepas dildo hitam itu dari vaginanya, lalu merebahkan badannya di atas lantai. Nita mengambil dildo itu, kemudian dia mengolesinya dengan minyak.

"Yuk, Ci, silahkan dicoba," kata Nita.

Aku posisikan diriku di atas dildo hitam besar itu. Aku perlahan menurunkan pantatku, hingga ujung dildo besar itu menyentuh bibir vaginaku. Aku dorong pinggulku dan dildo tersebut mulai masuk ke dalam vaginaku. 

"Ugghhh," lenguhku.

Dildo besar itu mengisi penuh vaginaku. Terasa sangat nikmat saat benda besar itu masuk makin dalam ke liang senggamaku.

"Aaaahhhhhh ...." Aku mendesah panjang ketika dildo tersebut masuk semua ke dalam vaginaku.

Aku diamkan sejenak dildo besar ini di dalam vaginaku. Kemudian, aku mulai menaik-turunkan pinggulku. Aku mendesah menikmati dildo ini yang mengoyak vaginaku. Beberapa menit kemudian, badanku bergetar hebat. Tidak lama lagi aku akan mencapai orgasme.

"Ahhhh!!!" Aku mendesah keras diikuti dengan semburan cairan cinta dari vaginaku.

Aku cabut dildo besar itu dari vaginaku, lalu aku rebahkan badanku yang licin dan penuh keringat ke lantai. Setelah istirahat selama 2 menit, aku minta ijin kepada mereka untuk bilas sebentar.

"Gak lanjut?" tanya Mita.

"Enggak, hehehe," jawabku, "takut kemalaman."

"Yaahhh, penonton kecewa," kata Nita.

Selesai membilas badanku yang berminyak dan juga berkeringat, aku berpamitan pulang kepada Mita, Nita, Amy dan Siska.

"Besok lagi yaa," kataku.

"Yaa!" sahut mereka.

Aku masuk ke dalam rumahku secara perlahan, agar tidak terdengar oleh anakku. Setelah masuk ke dalam kamar, aku segera mandi. Baru kali ini aku melakukan sebuah permainan yang membuat vaginaku masih berkedut sampai sekarang.

"Kayaknya malam ini aku tidur telanjang aja deh," kataku dengan seynum - senyum.

Bersambung....

Selasa, 06 Mei 2025

Cerita Seks Kisahku dengan Boneka - Bonekaku part 2

 "Halo sayang!" seru Fey, menyambut kedatanganku.

Aku melongo melihat temanku yang cuma memakai pakaian dalam. Fey menarikku ke dalam dan mengunci pintu apartemennya.

"Kamu habis ngentot sama sapa?" tanyaku senyum - senyum.

"Sama boneka baruku," jawab Fey, "mau lihat?"

"Tentu saja," jawabku dengan antusias.

Fey menarikku menuju ke kamarnya. Aku tersentak mendapati dua boneka makhluk jelek bertubuh pendek.

"Kamu dapet dari mana itu?" tanyaku penasaran.

"Hmph ... kamu penasaran yaa aku dapat boneka - boneka ini dari mana?" kata Fey, menatapku dengan tatapan mesum.

"I-iya." Aku sedikit menjauhkan wajahku dari wajahnya Fey.

"Aku ada rencana mengajakmu ke tempat di mana aku mendapatkan boneka - boneka pemuas nafsu ini," kata Fey, "tapi sebelumnya, kamu main dulu sama dua boneka terbaruku itu."

Aku langsung tersenyum lebar. "Itu yang saya tunggu - tunggu."

Dengan cekatan dan tanpa berbicara, Fey melepas pakaianku sampai aku telanjang bulat. Kedua boneka makhluk jelek itu tiba - tiba terbangun, lalu mendekatiku. Mereka berdua menggandeng kedua tanganku, lalu menarikku ke kasur dengan kasar.

"Perkosa dia sayang - sayangku hihihihi," kata Fey.

Dua boneka jelek itu membaringkanku di atas Kasur. Mereka berdua naik ke atas Kasur, kemudian berlutut di dekat wajahku seraya mengocok penis mereka yang berukuran besar. 

"Di sebelah kirimu, dia namanya Grall," kata Fey, "yang satunya bernama Grakk."

"Nama macam apa itu!" ucapku.

Fey hanya tertawa kecil menanggapi ucapanku. Tidak lama kemudian, Grall menjambak rambutku, lalu dia sorongkan penisnya ke dalam mulutku dengan kasar. Grall menyodok - nyodok mulutku dengan kasar. Sementara itu, Grakk meraba - raba vaginaku seraya memainkan klitorisku.

"Kamu seksi banget lhoo say," ujar Fey, masih sibuk merekamku.

Aku tidak bisa berkomentar karena mulutku masih tersumpal penis besarnya Grall. Kemudian, aku merasakan sebuah enda tumpul menempel di bibir vaginaku. Dengan posisi kepalaku yang terangkat ke samping kiri, aku kesulitan melirik Grakk yang akan segera mengeksekusiku. penisnya Grakk menyeruak liang senggamaku, lalu masuk secara perlahan.

"Nih aku rekam momen penisnya Grakk masuk ke dalam memekmu," kata Fey.

Aku mendesah tertahan ketika penis dari si boneka jelek itu memasuki liang kenikmatanku. Aku tersentak saat Grakk mendorong dengan kasar penisnya hingga masuk semua. Tak perlu Waktu lama, Grakk mulai menggenjotku dengan kasar. Aku merasa seperti terbang di atas awan. Dua lubangku disodok bersamaan secara kasar. Keringat mulai membasahi tubuh seksiku. Beberapa menit kemudian, tubuhku mengejang, pertanda orgasme akan segera terjadi. Cairan kewanitaan menyembur keluar dari vaginaku, menandakan aku sangat menikmati persetubuhan tidak lazim ini. Grall dan Grakk kemudian bertukar posisi. Grakk menyodokkan begitu saja penisnya ke dalam mulutku, Grall memasukkan penisnya ke dalam vaginaku. Mereka meng-gangbangku tanpa memberiku kesempatan untuk istirahat sejenak. Genjotan mereka yang keras membuat tubuhku bergoncang dengan hebat. Tak berselang lama, Grall dan Grakk mengubah posisiku menjadi menungging. Grall kembali menyodok vaginaku, sementara Grakk sibuk menggenjot mulutku seraya menjambakku. Genjotan mereka yang berirama membuat tubuhku bergerak ke depan dan ke belakang. Sambil menyetubuhiku, Grall sesekali menampar pantatku yang montok, membuatku bergetar keenakan. Beberapa menit kemudian, aku kembali orgasme. Dua boneka makhluk jelek itu masih setia menyetubuhi dua lubang kenikmatanku. Sekitar 7 menit kemudian, Grakk mencabut penisnya dari mulutku, diikuti oleh Grall. Grakk membaringkan dirinya di atas kasur. Penis besarnya mengacung tegak ke atas. Aku langsung mengerti apa yang diinginkannya. Aku merangkak mendekati Grakk, lalu kuarahkan vaginaku ke ujung penisnya Grakk. Setelah aku rasa pas, kudorong pantatku ke bawah. Penisnya dengan mudah masuk kembali ke dalam vaginaku. Aku lalu mulai menggoyang pinggulku dengan gaya erotis. Grall kemudian mendorong punggungku ke depan, setelahnya dia masukkan penisnya ke dalam lubang anusku.

"Mantap!! Double Penetration!" seru Fey.

Mereka menyodokku dua lubangku bagaikan piston mesin, membuat diriku melayang tinggi ke angkasa. Aku mendesah keras menikmati hubunan seksual yang aneh ini. Hanya dalam hitungan 2 menit, aku mendapatkan orgasme ketigaku. Badanku mengejang, kepalaku terdongak ke atas, diikuti dengan desahan yang panjang. 

"Kamu bisa lho orgasme sampe 5 kali kalo sama mereka berdua," kata Fey, masih sibuk merekamku.

"Keren dong," ucapku lirih, kecapekan digenjot oleh dua boneka jelek dan cebol itu.

Grall mencabut penisnya dari lubang pantatku. Grakk menepuk - nepuk pahaku, sepertinya dia memintaku untuk berdiri. Aku cabut penisnya Grakk, lalu aku duduk di sampingnya. Kali ini giliran Grall yang berbaring di atas kasur.

"Ohh, mau gantian," kataku dengan senyum mengembang.

Aku posisikan bibir vaginaku di atas penisnya Grall yang mengacung tegak. Dengan sekali dorongan, penisnya masuk dengan mudah ke dalam liang senggamaku. Aku sedikit membungkukkan punggungku agar memudahkan Grakk menyodomiku. Penisnya Grakk dengan mudah masuk ke dalam anusku. Aku mendesah panjang ketika dua lubang di bawah perutku dijejali oleh dua penis. Pinggulku bergoyang mengimbangi sodokan dari dua boneka jelek itu. Badanku basah kuyup akibat keringat yang terus mengucur dari tubuhku yang masih kencang dan seksi.

"Kok aku jadi sange yaa," ucap Fey.

"Ayo sini gabung," ajakku.

"Nanti aja, setelah mereka selesai ngentotin kamu," kata Fey.

"Yahhh." Aku sedikit kecewa.

10 menit kemudian, Grall dan Grakk mencabut penis mereka dari lubang kenikmatanku. Mereka berdua mendorongku ke samping, lalu berjalan mendekati Fey. Kedua boneka jelek itu menarik Fey hingga terjatuh ke atas kasur. Dengan cekatan, mereka melepas BH dan CD-nya Fey, lalu memposisikannya telentang. Grall menjambak rambutnya Fey, lalu menyorongkan penisnya ke dalam mulutnya Fey. Grakk melebarkan pahanya Fey, kemudian dia masukkan penisnya ke dalam vagina dari temanku itu. Aku jadi terangsang kembali saat melihat mereka menyetubuhi Fey dengan kasar. Persetubuhan panas itu sayangnya hanya berlangsung sekitar 10 menit. Kedua boneka jelek itu kemudian turun dari kasur dan meninggalkan kita begitu saja.

"Mereka ke mana?" tanyaku bingung.

Fey tersenyum menyeringai. "Habis ini bakal seru."

"Hahh??" Aku bingung dengan yang dikatakan oleh Fey.

Tidak lama kemudian, Grall dan Grakk kembali dengan membawa gulungan tali tambang berwarna merah.

"Mereka bawa tali buat apa?" tanyaku bingung.

Fey tidak menjawab pertanyaanku. Dia malah tertawa cengengesan. Grall dan Grakk mendekati Fey, lalu mereka memposisikan kedua tangannya di belakang punggungnya. Aku melongo ketika dua boneka itu mengikat kedua tangannya Fey.

"Gimana? Seru, kan?" kata Fey.

"Seru apanya! Kamu kayak sedang disandera sama mereka!" ujarku.

"Ini adalah salah satu variasi permainan mereka," kata Fey.

"Masak permainannya kayak gitu!" ucapku.

"Seru kok! Dicoba dulu saja," kata Fey dengan kedua tangannya sudah terikat di belakang punggungnya.

Aku menghela nafasku, kemudian aku mengangguk, tanda setuju untuk ikut permainan aneh ini. Kedua boneka jelek itu lalu menghampiriku dan mereka menarik kedua tanganku ke belakang. Mereka mengikat kedua tanganku dengan posisi kedua sikuku ditekuk 90 derajat. Mereka lalu membaringkanku dalam posisi menyamping. Fey juga diposisikan menyamping, lalu dia ditarik mendekat ke diriku. Tubuh kami didempetkan dalam posisi menyamping. Kedua payudara kami saling menempel sampai tertekan. Aku tidak nyaman dalam posisi ini, tetapi Fey malah senyum - senyum. Kedua boneka cebol itu lalu mengikat kaki kananku ke kaki kirinya Fey, dilanjutkan dengan kaki kiriku yang diikatkan ke kaki kanannya Fey.

"Ini mereka mau ngapain sih??" tanyaku kepada Fey.

"Mereka sedang mengajak kita bermain," jawab Fey.

"Masak mainnya kayak gini!" kataku dengan sewot.

"Udah, kamu ikutin aja," ucap Fey.

Grall dan Grakk kemudian meletakkan tali di atas pinggul kita, lalu mereka mengikat pinggul kita menjadi satu. Prosesnya sendiri tidak terlalu menyenangkan. Mereka beberapa kali membolak - balik badanku dan badannya Fey agar ikatannya bisa mengelilingi pinggul seksi kita berdua. Tentunya hal tersebut membuat aku dan Fey saling menindih satu sama lain. Setelah selesai mengikat kita berdua, Grall dan Grakk pergi meninggalkan kita berdua.

"Dah, gitu aja?" tanyaku.

"Kita harus berdiri dan berjalan menuju ke tempat di mana mereka menunggu kita," kata Fey.

"Berdiri? Jalan? Gimana caranya??" ucapku, "kita aja terikat seperti ini."

"Bisa," ucap Fey dengan santai, "kita hanya perlu bergerak dengan perlahan."

Fey memberikan aba - aba, lalu kami berguling menuju ke pinggir kasur. Setelahnya, aku menurunkan kaki kananku ke bawah, dan kaki kirinya Fey mengikutiku. Dengan hati - hati, kami berhasil menurunkan kaki kami ke lantai. 

"Baik, kita berdiri pelan - pelan," ujar Fey. 

Aku mengangguk dan mengikuti arahannya Fey. Pelan - pelan tapi pasti, kita akhirnya bisa berdiri dengan sempurna.

"Yuk, sesuai aba - abaku, kita berjalan menuju ke luar," ucap Fey.

"Ya," sahutku.

Dengan hati - hati, kita berjalan keluar dari kamar. Rasanya memalukan sekali berjalan dalam kondisi seperti ini. Aku melirik ke arah pintu apartemennya Fey, dan kulihat dua boneka jelek itu telah menunggu kedatangan kita. 

"Permainan macam apa ini!" gerutuku dalam hati.

Pada akhirnya, kita sampai di tujuan.

"Lepasin dong say," pinta Fey.

Grall meminta kita berlutut, lalu dia mulai melepaskan ikatan kami, dimulai dari tangan, lanjut di pinggul dan terakhir kaki kami.

"Fiuhh ... akhirnya," kataku sambil mennggerakkan kedua tanganku.

Kedua boneka jelek itu tiba - tiba terjatuh ke lantai. Mereka tidak lagi bergerak dan menjadi seperti boneka pada umumnya.

"Kalo sudah selesai, mereka bakal seperti itu," ucap Fey.

"Ohhh." Aku mengangguk - angguk. "Sekarang apa?"

"Aku jadi penasaran dengan dirimu," kata Fey.

"Hahh??" Aku bingung dengan perkataannya.

"Kamu gak keberatan kalo misal aku mau mencicipi tubuhmu?" tanya Fey dengan senyum genit.

kedua mataku sedikit terbelalak. "Kok kamu tiba - tiba jadi lesbi?" tanyaku.

"Aku penasaran aja sih gimana rasanya main sama cewe hihihi," jawab Fey, "kebetulan kamu cewe, dan punya body yang seksi."

Aku memberikan tatapan risih kepada Fey. "Kamu cari cewe lain aja. Aku gak suka kalo main sesama jenis."

"Halah, jangan gitu lah." Fey menarik tanganku. "Lagian kamu kan udah main sama boneka."

"Hubungannya apa coba!" seruku, pasrah ditarik Fey menuju ke kamarnya. Fey mendorongku ke kasur, lalu dia menindihku. 

Fey memegang kedua pipiku, lalu dia mencium bibirku dengan lembut. Awalnya aku mencoba menghindar, tetapi perlahan aku mulai mengikuti permainannya dan membalas ciumannya. Nafsu kembali menguasai diriku. Aku peluk dengan erat tubuh seksinya Fey. Aku meraba - raba punggungnya yang mulus dan sedikit berkeringat itu.

"Akhirnya kamu terangsang juga hihihi," kata Fey dengan senyum mesum.

"Berisik!" kataku seraya menarik kepalanya agar bisa kulumat bibirnya.

Selama 5 menit kita berciuman sambal saling meraba punggung. Kemudian Fey mengajakku untuk melakukan posisi 69.

"Jilatin memekku ya," pinta Fey.

"Tentu saja Say," sahutku.

Aku berada di Bawah, sementara Fey menungging di atasku. Dia tempelkan vaginanya ke mulutku, dan aku langsung menjilatinya. Ini pertama kalinya aku menjilat organ kelamin Wanita. Tubuhku bergetar saat Fey menjulurkan lidahnya ke dalam liang senggamaku.

"Memekmu manis juga yaa hihihihi," ucap Fey dengan tawa genit.

"Vaginamu juga tidak kalah lezat lhoo," kataku.

Selama 5 menit kami saling menjilat kemaluan. Setelanya, Fey mengajakku saling gesek kelamin dengan gaya 'scissor'. Aku dan Fey mendesah bersahut - sahutan saat kemaluan kami saling bergesekan. Ini pertama kalinya vaginaku bersentuhan dengan vagina lain.

"Yang kenceng Say geseknya," celetuk Fey.

"Okee," sahutku.

Sambil gesek - gesek kelamin, kami juga saling meremas payudara. Desahan binal memenuhi ruangan ini. Beberapa menit kemudian, tubuhku mengejang, pertanda aku akan segera mengalami orgasme.

"Kalau mau muncrat, semburin bareng aja," kata Fey, mempercepat gesekannya ke vaginaku.

"Baiklah," sahuktu.

Aku dan Fey mempercepat gesekan di vagina kami, dan tidak berselang lama, kami mendapatkan orgasme. Aku menghempaskan badanku ke Kasur. Tubuhku terasa letih akibat permainan seks ini.

"Gimana? Seru, kan?" tanya Fey.

Aku hanya mengangguk kecil sembari tersenyum. Tidak kusangka aku melakukan seks sesama jenis dengan temanku. Mama macam apa aku ini. Beberapa menit kemudian, aku dan Fey kembali melakukan hubungan lesbian hingga jam 1 siang. Aku berpamitan kepada Fey untuk pulang.

"Jangan lupa dengan janji kita yaa," ujar Fey.

"Yaa," sahutku.

Setibanya di rumah, aku disambut oleh Glenn. "Habis dari mana Ma?" tanyanya.

"Habis dari rumahnya teman," jawabku. "Kamu sudah makan siang belum?"

"Sudah," jawab Glenn.

Aku lalu berjalan ke kamarku untuk mengistirahatkan badanku. Aku rebahan di atas ranjang dengan hanya mengenakan pakaian dalam. Aku masih tidak percaya telah melakukan hubungan seks sejenis dengan Fey. Temanku itu sungguh gila.

***

Hari yang ditunggu telah tiba. Aku menuju ke apartemennya Fey untuk berangkat Bersama menuju ke tempat di mana dia mendapatkan boneka - boneka aneh ini.

"Sudah siap?" tanya Fey, "sudah pakai sepatu gunung?" lanjutnya.

"Sudah dong," jawabku, "tapi ... kenapa harus pakai sepatu gunung?"

"Karena tempat yang akan kita kunjungi adalah area berbukit," jawab Fey.

"Ohhh, oke," sahutku.

Aku masuk ke dalam mobilnya Fey, kemudian dia memacu mobilnya keluar dari area parkir. Perjalanan menuju ke lokasi tujuan memakan waktu 1 jam. Apa yang dikatakan Fey benar. Mendekati lokasi tujuan, jalan mulai agak menanjak.

"Kita sudah hamper sampai, hihihi," ucap Fey dengan tawa misterius.

Entah kenapa, perasaanku tidak enak. Tak berselang lama, kami tiba di depan sebuah gua.

"Seriusan ini tempatnya?" tanyaku tidak percaya.

"Iyapp," jawab Fey. "Yuk, kita masuk ke dalam."

Aku mengikuti Fey masuk ke dalam gua yang agak seram ini. Kemudian, kita sampai di ujung gua, di mana ada seorang berjubah hitam duduk di sana.

"Selamat datang," ucap pria berjubah itu.

"Halo Tuan," kata Fey. "Sesuai janjiku, aku mengajak temanku ke sini."

Aku melongo kecil menatap Fey. "Maksudnya apa coba?" tanyaku dalam hati.

"Bagus!" seru si pria berjubah itu. "Dengan begini, pekerjaan bisa selesai."

"Pekerjaan apa?" tanyaku penasaran.

"Pekerjaan seru pokoknya," kata Fey dengan senyum misterius.

Tiba - tiba, dari arah samping kanannya si pria itu, muncul 3 makhluk yang menyerupai goblin. Ketika kuperhatikan dengan seksama, ternyata mereka adalah boneka.

"Jangan - jangan kita harus bersetubuh dengan mereka?" pikirku.

"kamu tau kan harus apa," kata pria misterius itu.

"Tentu saja," sahut Fey mengangguk. "Yuk, kita ikuti para goblin itu."

Aku dan Fey berjalan mengikuti 3 boneka goblin itu menuju ke area lain dari gua ini. Kemudian, kita sampai di mulut gua yang ada di sisi lain.

"Ini kita mau ngapain sih?" tanyaku penasaran.

"Kita mau ditunggangi sama mereka hihihi," jawab Fey dengan tawa mesum.

"Ditunggangi? Maksudnya disetubuhi dari belakang?" Aku kembali bertanya. 

"Bukan," jawab Fey menggelengkan kepalanya. "kamu lihat aja deh."

Fey melangkah mendekati 3 goblin yang berdiri di depan kita. Aku terkejut ketika Fey mulai melucuti pakaiannya hingga telanjang bulat, dan hanya menyisakan sepatu kets yang terpasang di kakinya. Ketiga boneka goblin itu berjalan ke samping untuk mengambil sebuah benda yang mirip sadel kuda. Fey berlutut dan para goblin itu menarik kedua tangannya Fey ke belakang, lalu mereka mengikatnya dengan posisi siku ditekuk 90 derajat. Mereka kemudian memasangkan sadel tersebut ke punggungnya Fey. Beberapa strap disambungkan di area dadanya Fey, agar sadel tersebut terpasang dengan kuat di punggungnya Fey.

"Kamu diapain sih?" tanyaku penasaran sekaligus bingung.

"Mereka sedang mempersiapkan diriku untuk menjadi kuda," jawab Fey.

Aku tersentak mendengarnya."Kuda!? Jadi maksudmu ditunggangi itu beneran ditunggangi kayak kuda???"

"Iyapp," jawab Fey dengan anggukan percaya diri. "Ayo, buka bajumu."

"Bentar! Kalo cuma ditunggangi seperti itu, kenapa harus telanjang?" ucapku.

"Mana ada kuda pake baju," kata Fey.

"Kita ini kan manusia," ucapku dengan muka datar.

"Untuk saat ini kita jadi kudanya mereka," ujar Fey. "Ayo cepetan telanjang! Demi boneka baru hihihi."

Aku menghela nafas sambil berdiri mematung melihat Fey yang mulutnya mulai disumpal dengan bit kuda, diikuti dengan pemasangan tali kekang di kepalanya. Aku perlahan membuka pakaian luarku, dilanjutkan dengan pakaian dalamku. Sekarang aku telah berdiri dalam kondisi telanjang bulat. Salah satu boneka goblin di dekatku memintaku untuk berlutut. Aku menurut dan goblin itu menarik kedua tangan ke belakang untuk diikat di belakang punggungku. Kemudian, sebuah sadel dipasang di punggungku. Strap dari sadel tersebut diikatkan dengan kuat di area dadaku. Setelah selesai, salah satu dari mereka mendekatiku dengan membawa sebuah bit. Dia sumpalkan bit itu ke dalam mulutku, lalu dikencangkan dengan tali kekang yang dipasang di kepalaku. Aku tidak percaya bakal berakhir seperti ini--menjadi 'kuda' bagi para boneka goblin ini. Kulihat salah satu dari goblin itu menaiki sadel-nya Fey. Fey segera berdiri dan goblin itu memegang tali kendalinya seperti seorang joki yang sedang menunggangi kuda. Aku kemudian merasakan ada yang naik ke atas sadel di punggung. Secara reflek, aku juga berdiri seperti seekor kuda yang jinak. Boneka goblin yang menaiki Fey memberikan isyarat kepadaku untuk melihatnya. Si goblin itu menendang Fey dengan kaki kirinya, lalu Fey mulai berjalan mengikuti arahan dari tali kendali. Goblin yang menunggangiku menendangku dengan kaki kirinya, dan aku reflek berjalan sesuai dengan arahan dari penunggangku. Kami berjalan keluar dari gua, kemudian penunggangku menarik tali kendalinya, membuat kepalaku tertarik ke belakang. Aku menghentikan langkahku karena kulihat Fey juga diperlakukan sama seperti itu dan dia langsung berhenti. Goblin yang menunggangi Fey memberikan isyarat untuk melihatnya lagi. Kali ini dia menendang Fey dengan kaki kanannya dan Fey mulai berlari. Aku perhatikan si boneka goblin itu membuat Fey berbelok kanan dengan menarik tali kendalinya ke kanan. Jika ingin ke kiri, dia menarik tali kendalinya ke kiri. Kecepatan larinya Fey bertmbah jika si goblin itu menendangnya dengan kaki kanannya. Sepertinya aku sudah paham kode mereka untuk mengendalikan 'kuda - kuda' betina ini. Fey kemudian berhenti saat tali kendalinya ditarik ke belakang. Kami sekarang berdiri berdampingan. Aku melirik Fey dan dia juga melirikku.

"Kamu sudah pernah diperlakukan seperti ini yaa?" kataku dalam hati kepada Fey.

Kemudian, penunggangku menendangku dengan kaki kanannya dan aku mulai melangkahkan kakiku untuk berlari. Aku berlari mengikuti Fey yang berada di depanku. Ini pertama kalinya aku berlari dalam kondisi telanjang bulat. Masih belum cukup, aku ditunggangi sebuah boneka goblin yang mengendalikanku layaknya seekor kuda. Beruntung aku suka olahraga lari, jadi aku tidak masalah disuruh berlari oleh penunggangku, meskipun aku merasa tidak nyaman dengan kedua payudara besarku yang berguncang hebat karena tidak mengenakan sprot bra. Ketiga anakku pasti akan syok jika melihat mamanya menjadi 'kuda' dan sedang ditunggangi oleh sebuah boneka goblin. 10 menit lamanya aku dan Fey berlari. Kami tiba di sebuah area hutan yang sepi. Penunggangku menarik tali kendali yang dia pegang, membuatku menghentikan langkahku. Aku melihat goblin yang menunggangi Fey menepuk bahunya Fey dan dia langsung berlutut. Goblin yang menunggangiku menepuk bahuku dan aku reflek langsung berlutut. Kedua goblin itu turun dan mereka meninggalkan kita berdua yang masih setia berlutut. Beberapa menit telah berlalu, aku dengan begonya masih berlutut. Aku mencoba memanggil Fey, tetapi tidak berhasil karena mulutku tersumpal bit yang terbuat dari logam. Kemudian, dua goblin tadi menghampiri kita dan melambaikan tangan kepada kita. Sepertinya dua goblin meminta kita untuk mengikuti mereka. Aku dan Fey bangkit berdiri dan kita berjalan mengikuti mereka. Tidak jauh dari tempat kami berlutut, ada sebuah gerobak beroda 4. Ada beberapa kotak dan gentong yang diletakkan di atas gerobak itu. Fey kemudian memposisikan dirinya di depan gerobak itu, lalu dua goblin itu memasangkan sebuah strap di pinggulnya dan menghubungkannya ke tiang kayu gerobak yang ada di sampingnya. Aku langsung paham kalau para goblin itu ingin kita menarik gerobak itu seperti kuda yang menarik kereta kayu. Aku lalu berjalan ke depan gerobak dan membiarkan para boneka goblin itu mengikat pinggulku ke gerobak mereka. Aku melirik Fey dan Fey juga melirikku. Ingin rasanya aku memarahi dia karena membuatku berada dalam situasi aneh ini. Kedua boneka goblin itu naik ke atas gerobak, lalu mereka mengayunkan tali yang terhubung ke pinggul kita dari belakang. Fey menatapku dan memberikan isyarat untuk berjalan. Aku dan Fey kompak menarik gerobak yang ada di belakang kami dengan sekuat tenaga. Gerobak mulai berjalan dan kami tidak perlu menariknya dengan kuat - kuat. Sepanjang berjalan, aku terus mengumpat dengan apa yang kualami saat ini. Sungguh sangat memalukan diperlakukan seperti binatang oleh dua boneka goblin sialan itu. Tubuh telanjangku basah karena keringat. Ingin rasanya aku menceburkan diri ke dalam air. Sayangnya aku tidak bisa karena diriku sedang sibuk menarik gerobak yang dikemudikan oleh dua goblin jelek itu. Sudah 10 menit lamanya aku dan Fey menarik gerobak ini. Beruntung aku rajin berolahraga, jadinya aku mampu menarik gerobak yang lumayan berat ini untuk Waktu yang lama.

"Mereka mau membawa kita ke mana sih??" gerutuku dalam hati.

10 menit kemudian, kita tiba di sebuah gubuk. Goblin yang mengendalikan aku dan Fey menarik tali yang terhubung ke pinggul kami. Aku dan Fey menghentikan Langkah kami. Nafasku terengah - engah. Kedua kakiku terasa begitu letih. Kedua boneka goblin itu melepas strap yang terpasang di pinggul kami. Setelahnya, mereka melepas sadel, bit dan tali kekang yang ada di tubuhku dan tubuhnya Fey. Aku langsung merebahkan badanku yang penuh keringat di atas permukaan tanah. Aku tidak peduli jika badanku bakal kotor karena tanah.

"Kamu kecapekan yaa?" tanya Fey, duduk berlutut di sampingku.

"Gara - gara kamu nih, badanku jadi capek seperti ini!" kataku dengan kesal, "bahkan rahangku sakit nih karena bit sialan itu!"

"Hehehe, maaf - maaf," ucap Fey. "Kalau misal aku memberitahumu kita bakal seperti ini, kamu pasti akan menolaknya di awal."

"Sebenarnya kenapa sih kita dijadiin kuda sama dua boneka jelek itu?" tanyaku, masih kesal.

"Bukan kuda, tapi ponygirl," ujar Fey.

"Gak penting!" seruku.

"Jadi ... dua boneka goblin adalah kawan baiknya Panjul," ucap Fey.

"Panjul itu sapa lagi!" ucapku dengan nada sebal.

Belum selesai berbicara, dua goblin tadi menghampiri aku dan Fey dan mereka mengikat kedua tangan kami di belakang punggung.

"Kok kita diikat lagi?" tanyaku penasaran.

"Mereka memang selalu gitu," jawab Fey, "dah ikutin aja. Demi mendapatkan boneka seks yang kita mau."

Aku menghela nafas dengan kepala sedikit tertunduk. Aku dan Fey bangkit berdiri, lalu berjalan mengikuti dua boneka goblin itu masuk ke dalam hutan. Kita kemudian tiba di sebuah kolam. Kedua goblin itu memberikan isyarat bagi aku dan Fey untuk berlutut di depan sebuah tiang kayu yang ada di dekat kolam.

"Mereka mau mandiin kita," bisik Fey.

"Yang bener aja!" seruku tertahan.

"Udah, ikutin aja," kata Fey.

Aku kembali menghela nafas dan mengikuti kegiatan aneh ini. Kedua boneka goblin itu melepas sepatu yang aku dan Fey kenakan, lalu memberikan isyarat kepada kami untuk berlutut. Kedua boneka jelek itu mengambil ember, lalu mereka mengisinya dengan air dari kolam di samping kami, kemudian mereka siramkan ke tubuhku dan tubuhnya Fey. Aku merasa seperti seekor kuda yang sedang dimandikan oleh jokinya. Kedua boneka goblin jelek itu menyikat tubuhku dan Fey menggunakan sikat yang agak kasar. Entah kenapa, aku malah diam saja dan pasrah seperti seekor kuda jinak. Selesai membersihkan tubuh kami, mereka mengelap badan kami. Salah satu dari boneka jelek itu memberi isyarat bagi kami untuk buang air kecil. 

"Ini beneran kita disuruh pipis di depan mereka?" kataku kepada Fey.

"Emang kenapa?" tanya Fey dengan senyum genit.

"Malu lahh!" seruku.

"Astaga! Kok bisa - bisanya kamu malu??" ucap Fey terkejut. "Padahal kamu aja udah sering telanjang dan ngentot sama boneka lhoo."

"Beda!" seruku.

"Rasa malumu disimpan dulu deh," kata Fey, "habis ini kita bakal pergi lagi. Jadi lebih baik kamu pipis dulu, daripada kamu pipis di tengah berlari."

Aku memejamkan mata sejenak, kemudian dengan perasaan malu, aku kencing di depan salah satu goblin jelek itu. Selesai buang air, si boneka goblin itu menyiramkan air ke selangkanganku dan membersihkannya. Dengan kedua tanganku terikat di belakang punggungku, sudah jelas aku gak akan bisa mengelap vaginaku. Setelahnya, mereka  kembali memasangkan sadel ke punggungku dan punggungnya Fey.

"Astaga!!" gerutuku dalam hati.

Kedua goblin itu membawa sebuah ember berisi air. Fey meminum air dari ember dengan menurunkan kepalanya ke ember lebar itu. Setelah Fey selesai minum, giliranku yang minum dengan cara yang sama seperti Fey. Aku merasa malu sekali minum seperti seekor binatang. Setelah itu, aku pasrah saja saat sebuah bit dimasukkan ke dalam mulutku. Dua goblin jelek itu meminta diriku dan Fey untuk berdiri. Mereka membawakan dua pasang sepatu bot dan meminta kami untuk memakainya. Aku menurut saja dan kumasukkan kedua kakiku ke dalam sepatu bot tersebut. Aku dan Fey kemudian berlutut dan dua boneka goblin itu segera menunggangi kami kembali. Penunggangku menendangku dengan kaki kirinya, dan itu adalah isyarat bagiku untuk berjalan. Aku dan Fey berjalan sesuai dengan arahan dari sang penunggang yang duduk di belakang punggung kami. Kami dibawa menuju ke sebuah jalan setapak. 

"Ini mau ke mana lagi cpba??" gerutuku dalam hati.

Beberapa detik kemudian, goblin yang menunggangiku menendangku dengan kaki kanannya. Seperti seekor kuda yang jinak, aku melangkahkan kakiku untuk berlari. Kulihat Fey juga turut mulai berlari. Harus kuakui, boneka goblin yang menunggangiku sangat lihai dalam mengendalikanku. Dia memastikan diriku tidak menyenggol pohon dan menginjak batu besar. Sepatu boot yang aku pakai ini juga sangat nyaman untuk berlari. Beberapa menit telah berlalu. Entah kenapa aku merasakan sebuah kebebasan yang unik. Padahal posisiku saat ini telanjang dan kedua tanganku diikat di belakang punggungku. Hembusan angin sepoi - sepoi yang menerpa tubuh telanjangku, membuatku merasa nyaman. Aku juga mulai terbiasa dengan kedua payudaraku yang gondal - gandul karena tidak adanya BH. Aku tidak tahu sudah berapa lama diriku berlari. Goblin yang menunggangiku menendangku dengan kaki kanannya setiap kali aku melambat. Aku tidak mempermasalahkannya dan menjadikan itu sebagai motivasi agar aku terus semangat berlari. Beberapa saat kemudian, kita tiba di sebuah gubuk yang kumuh. Goblin yang menunggangiku menarik tali kendalinya, dan itu membuatku berhenti. Kulihat Fey juga berhenti di samping kiriku. Kami berdua lalu berlutut dan kedua goblin itu turun dari sadel kami. Dari belakang gubuk, muncul pria berjubah hitam yang tadi kami temui di gua.

"Bagus, bagus," ucapnya seraya bertepuk tangan.

"Sejak kapan dia di sini?" pikirku.

"Lepaskan bit dan sadel di tubuh mereka, sekalian lepaskan tali yang mengikat tangan mereka!" perintah si pria itu.

Kedua boneka goblin itu menurut dan mereka melepaskan semua benda yang terpasang di tubuh kami. Aku merasa senang bisa menggerakkan kedua tanganku lagi.

"Kamu kayaknya sudah menikmati menjadi ponygirl yaa," kata Fey menggodaku.

"I-iya," sahutku malu - malu.

"Gimana rasanya?" tanya Fey penasaran.

"Ummm ... kayak berasa ... bebas gitu," jawabku malu - malu.

"Hey, kalian! Jangan mengobrol terus! Ayo sini bantu kita!" seru si pria berjubah hitam itu.

"Okee," sahut Fey. "Yuk, kiya bantu si panjul," ajak Fey kepadaku seraya merangkul bahuku.

"Hahh!? Namanya Panjul?" tanyaku kaget.

"Iyapp, hahahaha," jawab Fey.

Pria bernama Panjul tersebut membawa kami menuju ke sebuah tempat yang penuh dengan kayu - kayu.

"Sekarang, kalian belah kayu - kayu itu menjadi dua menggunakan kapak yang ada di sana," ucap Panjul, menunjuk ke arah dua kapak yang bersandar di sebuah tunggul pohon.

"Serius??" tanyaku kaget.

"Iya, serius," jawab Panjul.

Fey merangkul bahuku. "Udahlah, kita jalani saja."

"Aku belum pernah melakukan hal seperti ini," ujarku.

"Ini mudah kok," kata Fey.

Fey mengambil kapak yang telah tersedia, lalu dia ambil salah satu batang kayu yang ada di tumpukan kayu. Dia letakkan kayu tersebut secara vertikal. Fey mengangkat kapak tinggi - tinggi, lalu dia ayunkan dengan kuat ke bawah. Batang kayu tersebut langsung terbelah jadi dua.

"Mudah kan?" ucap Fey.

"Kamu pernah melakukan hal ini?" tanyaku.

"Tentu saja, hehehe," jawab Fey.

"Pantas saja," ujarku dengan muka datar.

Fey membantuku untuk membelah kayu. Dalam waktu singkat, aku sudah bisa melakukannya sendiri. Sejujurnya terasa sangat aneh melakukan aktivitas ini dalam kondisi telanjang bulat. Tubuhku sangat basah karena keringat. Aku mulai merasa haus akibat dari aktivitas fisik ini. Panjul kemudian datang dan memberi kami dua gelas air dingin. Aku langsung meneguk semuanya tanpa menyisakan setetes pun. Aku dan Fey lanjut membelah batang - batang kayu tersebut sampai semuanya telah terbelah.

"Bagus, bagus!" kata Panjul sembari memberikan tepuk tangan. "Sekarang, kalian menuju ke rumahku bersama dengan para goblin itu."

Entah kenapa, aku seketika bersemangat ketika Panjul berkata aku dan Fey akan pergi bersama dengan dua boneka goblin itu. Ketika sedang membelah batang - batang kayu itu, entah kenapa, aku sangat menantikan untuk ditunggangi lagi oleh penunggangku. Kedua goblin itu telah menyiapkan perlengkapan pony untukku dan Fey. Dengan senang hati, aku berlutut di depan mereka. Aku berinisiatif memposisikan kedua tanganku di belakang punggungku, jadi penunggangku tidak perlu menarik kedua tanganku ke belakang. Bahkan, aku membuka mulutku, menantikan bit logam masuk ke dalam mulutku. Setelah semuanya terpasang, penunggangku menaiki sadelku dan dia kembali membawaku untuk berlari. Aku begitu bersemangat berlari di atas jalan setapak ini. Awalnya aku sangat benci diperlakukan seperti kuda, tetapi sekarang aku malah sangat menikmatinya. Selama 15 menit aku dan Fey berlari menuju ke rumahnya Panjul. Dari kejauhan, aku melihat sebuah gubuk.

"Pasti itu rumahnya," kataku dalam hati.

Kami berhenti di depan gubuk, lalu para boneka goblin itu melepas peralatan ponygirl di tubuhku dan Fey. Aku dan Fey berjalan masuk ke dalam gubuk, dan kita mendapati Panjul sedang duduk di depan sebuah dupa.

"Silahkan duduk," ucap Panjul.

"Kok dia biasa aja kita telanjang begini," bisikku kepada Fey.

"Udah biasa bagi dia," bisik balik Fey.

Aku terkejut mendengarnya. "Udah biasa??" kataku dalam hati.

Panjul meminta kami duduk bersila. Dia lalu bertanya boneka apa yang kita inginkan.

"Aku minta 3 boneka alien grey," kata Fey.

"Hah!? Alien??" ujarku kaget mendengar permintaannya Fey.

"Hihihihihi, aku mau mencoba gimana rasanya diculik alien dan dijadiin subyek eksperimen mereka," ucap Fey.

Aku menepuk dahiku. "Kalau kamu beneran diculik, aku gak mau tau!"

"Baik," sahut Panjul. Dia kemudian menatapku. "Kalau kamu?"

"Boleh minta berapa boneka yaa?" tanyaku.

"Maksimal 3," jawab Panjul.

"Hmph ...." Aku berpikir sejenak. "Aku mau 1 boneka cowo kulit hitam, 1 boneka anjing besar dan 1 boneka goblin," kataku.

"Mungkin bukan ide bagus kalau boneka goblin," kata Panjul.

"Iyakah?" Aku malah jadi penasaran.

"Mending ganti aja deh," kata Fey, "bahaya nanti."

Aku jadi sedikit kecewa. "Oke deh. Aku ganti boneka makhluk jelek dan cebol aja deh," kataku.

"Bisa lebih spesifik?" ucap Panjul. "Kalau hanya sekedar jelek dan cebol sulit membuatnya."

"Saranku, gremlin aja beb," kata Fey, "bakal seru nanti."

Aku menatap Fey sebentar, kemudian aku mengangguk kepada Panjul, mengikuti sarannya Fey.

"Baiklah, aku akan membuatkannya," kata Panjul, "sembari menunggu, kalian temani dua boneka goblin itu jalan - jalan."

"Okee!" seruku dengan penuh semangat.

Panjul dan Fey menatapku dengan ekspresi terkejut.

"Padahal tadi gak suka, sekarang malah ketagihan," kata Fey pelan.

"Sebelum itu, kalian minum ini dulu," ucap Panjul sambil menghidangkan dua gelas minuman berwarna hijau.

"Apa ini?" tanya Fey seraya mengamati isi gelas yang dia pegang.

"Itu ramuan untuk menambah stamina kalian," jawab Panjul, "supaya kalian bisa berlari untuk waktu yang lebih lama."

"Mantap!" Aku langsung meneguk ramuan itu sampai habis.

"Gila! Cepet amat!" ucap Fey.

"Hehehehe." Aku tertawa sambil menggaruk pipi dengan jari telunjukku.

Aku dan Fey beranjak berdiri dan menuju ke luar gubuk. Di luar, dua goblin telah menunggu kami dengan sadel di tangan mereka. Aku dan Fey segera berlutut membelakangi mereka. Kedua goblin itu mengikat kedua tangan kami di belakang punggung, kemudian lanjut memasang sadel di punggung kami, dan terakhir memasang bit dan tali kekang di mulut kami. Mereka naik ke atas sadel dan segera membawa kami untuk berlari. Sambil berlari, aku merasa kalau ini adalah lari yang paling nyaman. Aku tidak perlu fokus ke sekitar atau berpikir mau pergi ke mana, cukup lari saja dan biarkan penunggangku mengarahkanku. Ramuan tadi benar - benar memberikan efek yang luar biasa. Sudah 20 menit lamanya aku dan Fey berlari, tetapi kedua kakiku sama sekali tidak capek. Kedua goblin ini membawa kami mengelilingi bukit ini.

"Sepi sekali. Gak ada orang," gumamku dalam hati.

Kemudian, kita tiba di sebuah hulu sungai. Penunggangku menarik tali kendali yang terhubung ke bit di mulutku. Aku dan Fey menghentikan langkah kami. Aku dan Fey kemudian berlutut dan mereka berdua turun dari sadel. Kedua boneka goblin itu lalu mengambil sebuah tali yang panjang dari sadel dan mereka pasang di samping bit. Mereka menarik tali tersebut, yang artinya meminta kami berdua untuk mengikuti mereka. Aku dan Fey dibawa menuju ke sebuah pohon, lalu tali yang dipegang oleh kedua goblin itu diikatkan ke salah satu batang pohon itu.

"Ini sih kayak memarkir kuda," kataku dalam hati.

Setelahnya, mereka meninggalkan aku dan Fey, berdiri terparkir di depan pohon seperti kuda, agar kita tidak ke mana - mana. Aku dan Fey saling bertatap - tatapan, tidak bisa berbicara karena mulut kami tersumpal bit. 

"Sampai berapa lama kita disuruh nunggu seperti ini," gumamku dalam hati.

Waktu terasa berjalan dengan lambat. Aku ingin segera berlari lagi. Setelah lama menunggu, kedua goblin itu akhirnya datang. Tali yang terikat ke batang pohon dilepas oleh mereka, dilanjutkan dengan melepas ujung tali yang terpasang di tali kekangku dan Fey. Kedua boneka goblin itu kembali menunggangi aku dan Fey, lalu membawa kami sesuai dengan arahan dari tali kendali yang mereka pegang. Aku dan Fey berlari melewati jalan setapak yang lumayan halus. Sepatu boot yang diberikan oleh kedua goblin itu sangat nyaman digunakan untuk berlari, bahkan lebih nyaman daripada sepatu kets-ku. Meski tubuhku penuh dengan keringat, tapi aku tidak merasa gerah. Mungkin karena aku telanjang, jadi tubuhku langsung bersentuhan dengan angin.

"Bahaya sih ini kalau aku sampai ketagihan," kataku dalam hati.

Tak berselang lama, penunggangku menarik tali kendali yang terhubung ke bit di mulutku. Seperti kuda yang jinak, aku langsung menghentikan langkahku. Goblin yang meenunggangiku menendangku dengan kaki kirinya, yang artinya aku harus berjalan. Ketika kuperhatikan, di sekitarku ini ternyata ada banyak pohon jambu. 

"Sepertinya mereka mau cari buah jambu," pikirku.

Aku dan Fey berjalan melewati pohon - pohon jambu yang buahnya sudah cukup banyak. Penunggangku mengarahkanku ke salah satu pohon jambu, kemudian dia memintaku untuk berlutut. Aku dan Fey kembali 'diparkir' di depan pohon. Ingin rasanya menghela nafas, tetapi tidak bisa karena bit yang terpasang di mulutku. Beruntung, kedua boneka goblin itu lebih cepat menyelesaikan urusan mereka, dan segera menunggangi kami lagi. Aku dan Fey kembali berlari mengikuti arahan dari penunggang kami.

"Semoga penunggangku membawa kami berlari lebih jauh," kataku dalam hati, berharap dibawa berlari lebih lama lagi.

Mungkin sudah sekitar 30 menit kita berlari menelusuri hutan ini. Dari kejauhan, aku melihat gua tempat di mana aku dan Fey memulai perjalanan kami.

"Hmph ... sepertinya boneka pesanan kami sudah selesai," ucapku dalam hati.

Kami masuk ke dalam gua, kemudian dua boneka goblin itu melepas perlengkapan ponygirl yang terpasang di tubuh kami. Setelahnya, mereka memberikan sebuah keranjang yang berisi pakaian kami yang telah ditata rapi.

"Ohh iya! Sepatu kita," kataku.

"Tenang ... sudah ada yang membawakan," kata Fey.

Dari belakang, muncul boneka goblin yang berjalan dengan membawa sepatu kets kami. 

"Sebentar, ucapku, "bukankah lebih baik kita bilas dulu sebelum berpakaian?" usulku seraya menatap tubuhku yang penuh dengan keringat dan butiran tanah.

"Iya juga yaa," kata Fey. "Setauku di sini ada tempat buat berendam."

Fey mendatangi goblin yang tadi menungganginya, lalu dia menanyakan di mana tempat untuk bilas. Si goblin itu kemudian berjalan dan kami berdua mengikutinya. Boneka goblin tersebut membawa kami ke sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat sebuah kolam air. Aku dan Fey langsung menceburkan diri ke dalam kolam yang jernih itu.

"Nyamannya," ucapku sambil berenang di kolam yang dangkal ini.

"Gimana? Menyenangkan bukan berlari sambil ditunggangi oleh boneka goblin?" kata Fey dengan senyum menggoda.

"I-iya, hehehe," jawabku malu - malu.

Selesai berendam, aku dan Fey mengeringkan badan kami. Aku dan Fey kembali mengenakan pakaian kami, lalu menuju ke ruangan di mana Panjul telah menunggu kami. Aku tidak sabar melihat bentuk dan rupa dari boneka yang aku pesan.

Bersambung....